Dalam waktu yang tidak berselang lama, tiga kepala daerah yang merupakan kader PDIP ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait dugaan korupsi. Ketiganya yaitu Bupati Purbalingga Tasdi, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar.
Aksi OTT KPK diawali terhadap Bupati Purbalingga Tasdi pada Senin malam (4/6). KPK menyebut Tasdi telah menerima suap Rp 100 juta berkaitan dengan THR pada proyek Purbalingga Islamic Center. Tasdi berhasil diamankan bersama 3 orang pihak swasta selaku pemenang tender proyek tersebut.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, suap Rp 100 juta tersebut bukanlah yang pertama. Sebab, Agus menerangkan commitment fee yang dijanjikan tiga orang pemenang tender, Hamadi Kosen, Librata Nababan, Adirawinata Nababan, yakni sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau Rp 500 juta.
"Di dalam monitoring kami, itu (Rp 100 juta) bukan penyerahan pertama, tapi itu akan kami dalami lebih dulu," kata Agus di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (5/6).
Proyek Purbalingga Islamic Center mulai dikerjakan tahun 2017 dan rencananya selesai 2019 dengan total nilai 77 miliar. Pada tahun 2017, Purbalingga Islamic Center sudah menghabiskan dana sekitar Rp 12 miliar, lalu di tahun ini proyek tersebut memakan anggaran sebesar Rp 22 miliar. Sedangkan di tahun 2019 telah dianggarkan sebesar Rp 43 miliar.
Dalam kasus suap Bupati Purbalingga ini, KPK menetapkan lima orang tersangka. Mereka yakni Tasdi selaku Bupati Purbalingga, Hadi Iswanto selaku Kabag ULP Pemkab Purbalingga, Hamadi Kosen selaku swasta, Librata Nababan selaku swasta, dan Adirawinata Nababan selaku swasta.
Tasdi dan Hadi diduga sebagai pihak penerima, sementara tiga dari pihak swasta diduga merupakan pemberi suap.
Sekali OTT, KPK Tetapkan 2 Kepala Daerah Kader PDIP Sekaligus
Setelah Bupati Purbalingga Tasdi, KPK menetapkan dua kepala daerah kader PDIP yaitu Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Keduanya diduga menerima suap miliaran rupiah dari kasus yang berbeda.
Namun, KPK menduga bahwa penyuap dua kepala daerah PDIP dilakukan oleh pengusaha yang sama yang bernama Susilo Prabowo.
Kasus dugaan suap ini terungkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Susilo pada hari Rabu (6/6). Namun KPK tidak berhasil menangkap Anwar dan Syahri dalam rangkaian OTT tersebut.
Setelah dalam pelarian selama dua hari, Anwar akhirnya menyerahkan diri ke KPK. Setelah diperiksa selama 6 jam, Anwar resmi mengenakan rompi tahanan KPK.
"Tersangka MSA (Muhammad Samanhudi Anwar) ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat untuk 20 hari pertama," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jumat (8/
KPK menduga Anwar telah menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar atas proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama senilai Rp 23 miliar dari Susilo.
Namun, politikus PDIP itu enggan memberikan keterangan apapun terkait penahanannya. Anwar memilih untuk langsung masuk menuju mobil tahanan KPK yang telah disediakan untuk membawanya ke Rutan Polres Jakarta Pusat.
Atas perbuatannya Anwar dikenakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 aat (1) ke-1 KUHP.
'Akan Lebih Baik Syahri Mulyo Juga Serahkan Diri'
Sejak OTT yang dilakukan KPK pada Rabu (6/6), Walikota Blitar Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo tidak ada di TKP.
Walikota Blitar Anwar baru menyerahkan diri pada Jumat (8/6) pukul 18.30 WIB. Sedangakan Bupati Tulungagung Syahri masih buron.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah meminta agar Bupati Tulungagung Syahri untuk segera menyerahkan diri. "Kami hargai penyerahan diri ini.
Dan tentu saja sepatutnya penyerahan diri ini akan lebih baik jika dilakukan oleh Bupati Tulungagung yang juga sudah kami tetapkan sebagai tersangka," ujar Febri, Sabtu (9/6).
Syahri diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Susilo terkait proyek peningkatan jalan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung. Uang itu bahkan diduga merupakan pemberian ketiga dari Susilo kepada Syahri.
Syahri diduga sudah menerima uang sejumlah Rp 1,5 miliar sebelumnya dari Susilo yang kerap mendapat proyek di Kabupaten Tulungagung itu. KPK akan terus menelusuri informasi terkait keberadaan Syahri saat ini.
"Dalam proses berjalan ini, kami tentu juga lakukan penelusuran informasi-informasi terkait penanganan perkara," jelas Febri.
PDIP Geram, Pecat dan Minta Kadernya Yang Masih Buron Serahkan Diri ke KPK
PDIP sangat geram dan telah memecat ketiga kepala daerahnya yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK. PDIP juga meminta agar kepala daerah yang masih buron untuk segera menyerahkan diri.
"Tentu saya juga berharap keduanya untuk taat hukum dalam menjalani ujian ini," kata politikus PDIP Eva Kusuma Sundari kepada kumparan, Jumat (8/6).
Eva mengaku sedih atas kasus suap yang dialami kedua kepala daerah asal PDIP tersebut. Kendati demikian, ia meminta publik tetap memegang asas praduga tak bersalah menyikapi hal tersebut.
Try Out SMBPTN PDIP di Mal Seasons City
Try Out SMBPTN PDIP di Mal Seasons City (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Sementara, Wasekjen PDIP Ahmad Basarah, mengatakan, di dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) PDIP, setiap kader yang terlibat dalam kasus korupsi dan tertangkap tangan KPK, maka saat itu juga status keanggotaannya sebagai kader PDIP dicopot.
"Ketika unsur OTT memenuhi unsur bukti yang cukup untuk ditetapkan tersangka, maka detik itu juga Bu Mega (Ketum PDIP) memecat yang bersangkutan," ucap Ahmad, di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar nomor 27, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/6).
Ahmad juga menegaskan, PDIP tak akan memberi bantuan hukum kepada dua kepala daerah yang kini buron tersebut. Menurutnya, selama penetapan tersangka kepada keduanya telah memenuhi unsur bukti hukum dan tak dipolitisasi, maka PDIP tak akan ikut campur.
"Misalnya di dalam proses penetapan tersangka itu telah memenuhi unsur bukti hukum yang kuat, tidak ada unsur politisasi, tidak ada unsur lain yang menjadi latar belakang OTT, maka kita tidak akan memberikan bantuan hukum," paparnya. (kumparan)