Membongkar kasus korupsi bernilai trilyunan di tubuh Telkom

Membongkar kasus korupsi bernilai trilyunan di tubuh Telkom

Audit BPK pada semester II 2014 menunjukkan negara berpotensi mengalami kerugian Rp 11 triliun atas terjadinya share swap antara PT. Mitratel dengan PT. TBIG


Korupsi di tubuh Telkom
Pertukaran saham atau share swap antara PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) berpotensi merugikan negara.

“Audit BPK pada semester II 2014 menunjukkan negara berpotensi mengalami kerugian Rp 11 triliun atas terjadinya share swap ini,” kata Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, Jumat (17/4).

Mitratel merupakan perusahaan KSO (Kerjasama Operasional) yang didirikan pada 1995 dengan nama PT Dyamitra Malindo. Pada 3 Desember 2004, PT Telekomunikasi Indonesia menguasai 100 persen saham Mitratel. Mitratel bergerak dalam penyediaan infrastruktur telekomunikasi seperti penyedia menara telekomunikasi.

Menurut Yenny, akuisisi Mitratel oleh TBIG ini dilakukan karena Telkom mengganggap bisnis penyediaan menara tidak memberikan hasil yang diharapkan. Jumlah penyedia menara semakin banyak, namun operator telekomunikasi semakin sedikit akibat proses konsolidasi. [sh]

Direkture Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, ingin memperoleh keuntungan besar, PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) Tbk, ngotot menguasai saham Mitratel, anak perusahaan PT Telkom.  Yang jelas, lanjut Uchok dengan penjualan, aset negara merosot, dan uang pajak rakyat beralih ke perusahaan swasta. [sm]


ARIEF Yahya, Menteri Pariwisata pada Kabinet Kerja Jokowi-JK ini sebelumnya dikenal sebagai CEO PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Saat menjabat Dirut PT Telkom , nama Arief Yahya disebut-sebut dalam pusaran dugaan korupsi proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) senilai Rp. 78 miliar.

Sebelum menjadi orang nomor 1 di PT Telkom, tepatnya sejak Mei 2012, pria kelahiran Banyuwangi, 2 April 1961, ini menduduki jabatan sebagai Direktur Enterprise dan Wholesale Telkom Indonesia semenjak tahun 2005. [kk]

Mengenang aktivis hukum dan antikorupsi Ronin Indonesia...
Raden Nuh ditangkap, ditahan dan kemudian divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk kejahatan yang tidak pernah dia lakukan.


Tetapi, sebagaimana pengetahuan publik Indonesia bahwa hukum adalah milik penguasa dan orang kaya, tidak pernah berpihak kepada rakyat biasa apalagi terhadap aktivis yang memang sudah menjadi target untuk dibungkam melalui fitnah dan rekayasa hukum.

Suatu siang usai shalat Jumat pada tanggal 24 Oktober 2014, Raden Nuh sedang bersiap memberi pembekalan kepada advokat-advokat muda di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, mendadak ia mendapat telepon dari mantan rekan sekantornya Koeshardjono, yang berada di Jakarta.

Melalui telepon Koeshardjono menyampaikan pesan dari mitra Raden Nuh yang bernama Abdul Satar. Pesan bermuatan ancaman ditujukan kepada Raden sehubungan dengan tudingan beberapa pihak tertentu, yang merasa sangat terganggu, terancam dan dirugikan dari aktivitas Raden Nuh.

Raden Nuh selama dua minggu terakhir gencar menggalang penolakan publik terhadap rencana penjualan 100% saham PT. Dayamitra Telekomunikasi atau lebih dikenal dengan Mitratel, anak perusahaan PT Telkom Indonesia Tbk, pengelola jaringan Base Transceiver Station (BTS) Telkom Grup  di seluruh Indonesia.

Pesan Abdul Satar melalui Koeshardjono pada intinya adalah Raden akan dihabisi jika permintaan mereka agar Raden segera berhenti melakukan penggagalan penjualan Mitratel kepada pihak swasta dan tidak lagi membongkar berbagai korupsi triliunan rupiah di lingkungan BUMN PT Telkom Tbk.


Namun Raden membangkang. Risiko ancaman terhadap dirinya tidak sebandingn dengan ancaman terhadap ketahanan nasional Indonesia jika Mitratel jadi dijual kepada pihak swasta.

Dengan menggunakan analogi sederhana, Raden mengatakan, “Jika Indosat itu adalah mata Indonesia, Mitratel adalah telinga Indonesia.

Menjual Miratel kepada swasta akan menjadikan Indonesia yang sudah lama buta menjadi tuli atau tuna rungu.

Penjualan Mitratel sangat berbahaya karena melemahkan ketahanan negara Indonesia dari  berbagai ancaman dalam dan luar negeri”. Bagi pejuang hukum dan anti korupsi itu, penolakan penjualan Mitratel adalah harga mati.

Karena sikap Raden mengabaikan ancaman itu, kurang dari seminggu kemudian, adiknya Edi Syahputra yang juga advokat aktivis anti korupsi ditangkap dengan tuduhan memeras PT Telkom.

Tiga hari kemudian, bekas rekan sekantornya KoesHardjono ikut ditangkap. Dan akhirnya, pada tanggal 1 Nopember 2014, Raden Nuh turut ditangkap oknum Polda Metro Jaya dengan tuduhan yang sama : Pemerasan terhadap PT Telkom Indonesia Tbk.

Semua rekayasa hukum untuk dapat mengkriminalisasi Raden Nuh dkk dimaksudkan membungkam Raden Nuh dan Jaringan Advokat Publik (JAP) pada saat itu memang sedang gencar membongkar berbagai korupsi di PT Telkom, seperti kasus korupsi pengadaan Mobil Penyedia Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) senilai Rp. 520 miliar, proyek kabel optik, korupsi pada penjualan saham Mitratel dan Telkomvision, yang merugikan negara belasan triliun rupiah. (@Brani2000)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda