Media negeri tetangga, Australia, kembali menyoroti kondisi dalam negeri Indonesia. Kali ini dalam kolom yang di The Australian edisi Kamis lalu (25/6), kolumnis Greg Sheridan menyoroti apa yang disebutnya sebagai the astonishingly rapid unravelling of the presidency of Joko Widodo.
Kemenangan Jokowi dalam pemilihan presiden belum setahun lalu, tulis Sheridan dalam kolomnya, mendapat perhatian luas dan disambut gembira secara internasional. Jokowi dianggap sebagai pahlawan masyarakat sipil. Kemenangan tipis Jokowi melawan Prabowo Subianto dalam piplres itu disambutnya hembusan nafas lega. Sayangnya, rasa lega itu terlalu singkat.
Kepemimpinan Jokowi sudah menjadi berantakan yang bikin putus asa. Ekonomi Indonesia stagnan. Kuartal pertama pertumbuhan turun pada posisi 4,7 persen. Banyak agensi internasional yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di bawah 5 persen. Ekonomi Indonesia di bawah SBY sering tumbuh pada kisaran 6 persen, dan sebelumnya 8 persen di bawah pemerintahan Soeharto,” tulis Sheridan.
Karena di masa SBY pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil, maka pada masa itu dikenal sebagai babak Indonesia bangkit. Sementara bila pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa Jokowi turun ke bawah 5 persen, maka era Jokowi ini akan dikenal sebagai babak Indonesia stagnan.
Kebijakan ekonomi Jokowi yang berbau nasionalis menjadi proteksionis dan ikut memperparah pertumbuhan ekonomi. Nasionalisme ekonomi Jokowi ini, menurut Sheridan, menyebabkan jutaan warganegara kembali ke kantung kemiskinan.
Jokowi berjanji memperbaiki ekonomi dengan aksi nyata di sektor birokrasi, infrastruktur dan jaringan transportasi maritim. Namun hampir-hampir tidak ada perubahan di sektor-sektor ini. (rmol)