Membanjirnya perusahaan asing di Indonesia membuat iklim persaingan bisnis semakin memanas. Tidak sedikit perusahaan lokal dikerdilkan oleh kedigdayaan perusahaan non pribumi. Sri Adiningsih, Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM), memaparkan dua penyebab dominasi perusahaan berbendera asing di Indonesia.
Pertama, karena pemberlakuan kebijakan ekonomi liberal melalui beberapa kesepakatan seperti; WTO, ACFTA dan ASEAN Economy Community. Menurutnya, kesepakatan tersebut akan memberikan dua dampak. Satu sisi akan menarik banyak investor, tapi di sisi lain justru akan menggerus bisnis domestik, khususnya para pengusaha kecil dan menengah. Misalnya, gempuran barang-barang kosmetik dan furnitur dari Cina, kedai/toko convience store asing, produk tektil serta manufaktur.
“Hal terpenting bukan dari banyaknya investor asing yang masuk, tetapi seberapa besar mereka memberikan manfaat bagi dunia usaha Tanah Air,” Sri menjelaskan.
Penyebab kedua karena ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi liberalisasi ekonomi. Ia menilai, pemerintah tidak menyiapkan dua hal sebelum diberlakukannya ekonomi pasar bebas. Antara lain: menyiapkan dunia usaha dalam negeri dan regulasi yang pro lokal. Salah satu caranya dengan proteksi, peraturan yang konsisten antar pusat-daerah dan antar instansi.
Jika liberalisasi ekonomi tetap dilakoni tanpa adanya perbaikan regulasi, ia memprediksi kerugian negara akan semakin besar, baik yang terlihat maupun yang tidak. Indonesia hanya akan dijadikan sebagai pasar dan penonton dalam banyak industri. Kondisi seperti itu sudah bisa terlihat dibeberapa sektor seperti : FB dan FMCG.
Dampak lainnya adalah besarnya nilai kerugian negara setiap tahun, khususnya ekspor impor jasa yang selalu mengalami defisit karena lebih banyak memakai jasa dari luar negeri melalui kapal, pesawat dan lain-lain. Tahun lalu, katanya, negara mengalami defisit hingga US$ 10 miliar, sedangkan tahun ini diperkirakan mencapai US$ 20 miliar.
“Kita harus mencontoh Cina. Mereka membuka diri, tapi bisnis domestik mereka juga kuat bahkan menjadi eksportir terbesar di dunia. Yang lupa dari pemerintah kita adalah menyiapkan diri sebelum masuk ekonomi pasar bebas, ” katanya.
Agar bisa berjaya di pasar luar negeri, ia menghimbau pebisnis lokal untuk mematangkan skema dan strategi bisnis ketimbang mengurusi conflict of interest perusahaan. “Tangan pemerintah juga sangat penting untuk menyukseskan mereka di sana. Misalnya melalui lembaga pembiayaan ekspor sehingga pebisnis kita bisa terbantu,” ungkapnya memberikan saran. (Ario Fajar/EVA)