Joko Widodo diminta mengambil tindakan tegas terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly. Sebab, Yasonna tidak memegang dengan baik amanah yang diberikan Jokoi untuk membahas Undang-Undang tentang MPR, DPR dan DPRD ( UU MD3).
Yasonna mengakui baru melapor ke Presiden mengenai sejumlah pasal kontroversial dalam UU tersebut setelah disahkan dan mendapatkan penolakan luas dari masyarakat.
"Kalau itu yang terjadi simpel saja, pecat pemegang amanah apabila tidak bisa dipercaya atau menyalahgunakan," kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/2/2018).
Didik mengatakan, Yasonna adalah menteri yang diutus langsung oleh Presiden untuk membahas revisi UU MD3 bersama DPR. Penunjukan Yasonna secara resmi tertuang dalam surat presiden yang dikirim ke Senayan sebelum pembahasan revisi UU MD3 dimulai.
Sampai tahap pengesahan di Rapat Paripurna, Yasonna tak menyampaikan keberatan dan menyetujui sepenuhnya revisi UU MD3 disahkan menjadi UU. Didik pun heran kenapa kini Jokowi berniat untuk tidak menandatangani UU MD3 yang sudah disahkan bersama-sama antara DPR dan pemerintah itu.
Padahal, tanpa ditandatangani Jokowi, UU MD3 juga otomatis tetap berlaku setelah 30 hari disahkan. Ia mencurigai langkah ini dilakukan demi pencitraan, karena sejumlah pasal di UU MD3 saat ini mendapatkan kritik dari publik.
"Apa yang akan terjadi dengan semua pembahasan RUU kedepan, publik bisa miss persepsi karena adanya hasrat untuk pencintraan," kata Didik.
Apabila Jokowi memang tidak pencitraan, Didik meminta hal tersebut dibuktikan dengan mengambil langkah tegas terhadap Yasonna. Selain itu, Didik juga meminta Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengoreksi sejumlah pasal kontroversial di UU MD3.
Setidaknya, ada tiga pasal dalam UU MD3 yang mendapat penolakan dari publik karena dianggap memberi kekuasaan berlebih ke DPR.
Dalam pasal 73, polisi diwajibkan membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.
Lalu, pasal 122 huruf k, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Ada juga pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.
"Jangan hanya mengumbar wacana, Presiden bisa mengeluarkan Perppu. Kita tunggu langkahnya," kata dia.
"Tanggung jawab kelembagaan dalam perspektif ketatanegaraan tidak bisa di bundling dengan citra palsu, apalagi sesat. Sebagai pejabat, sikap kenegarawanan yang dibutuhkan," tambahnya.
Tak lapor presiden
Menkumham Yasonna Laoly sebelumnya mengakui tak melaporkan dinamika pembahasan UU MD3 kepada Presiden Jokowi. Akhirnya, DPR dan pemerintah pun mengesahkan UU MD3 itu tanpa sepengetahuan Jokowi. Yasonna baru melapor ke Jokowi setelah UU MD3 ramai mendapat penolakan dari masyarakat.
"Waktunya itu kan sangat padat, jadi baru tadi (Selasa kemarin) saya melaporkan," ujar Yasonna saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Presiden Jokowi mengaku mengamati reaksi masyarakat terhadap UU MD3.
"Saya memahami keresahan-keresahan yang ada di masyarakat," ujar Kepala Negara saat ditemui di Kompleks Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu.
"Banyak yang mengatakan, ini hukum dan etika, kok, dicampur aduk. Ada yang mengatakan, politik sama hukum, kok, ada campur aduk, ya, itu pendapat-pendapat yang saya baca, yang saya dengar di masyarakat," lanjutnya.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi belum menentukan apakah akan menandatangani UU itu atau tidak.
Meski lembaran pengesahan UU itu sudah ada di atas mejanya, ia masih mengkaji dan menimbang-nimbang akan menandatanganinya atau tidak.
Jokowi juga menegaskan bahwa ia tidak akan menerbitkan Perppu untuk mengoreksi UU MD3.
(kom)