Tunjangan Hari Raya atau THR memang merupakan salah satu hal yang dinanti-nantikan oleh pekerja, khususnya menjelang hari raya. Apalagi dengan THR, ada banyak keperluan yang bisa dibeli, pun bisa digunakan juga sebagai biaya berlibur bersama dengan keluarga.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2018 tentang Pemberian THR dan gaji ke-13 telah diteken oleh Presiden Joko Widodo tentunya menjadi kabar gembira. Apalagi pada tahun ini, THR dan gaji ke-13 juga diberikan untuk pensiunan PNS, TNI, dan Polri.
Kini yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib pegawai honorer yang tidak termasuk sebagai penerima THR dan gaji ke-13? Inggit Budia Utami, misalnya. Guru honorer di SDN Pupsa Negara, Citeureup, Bogor ini merupakan satu dari 736 ribu pegawai honorer yang tidak mendapatkan THR.
"Intinya kita guru honorer memang tidak berharap penuh dari materi. Karena kan guru (honorer) berapa sih gajinya? Sangat jauh dari UMR," kata Inggit saat dihubungi kumparan, Sabtu (26/5).
"Paling kita mengharapkan pahala yang lebih baik saja dari Tuhan, kalau kesabaran kita akan indah pada waktunya," imbuhnya.
Sebetulnya, sebagian pegawai honorer bisa mendapatkan THR seperti halnya PNS. Tapi kebijakan pemberian THR itu tergantung pada kebijakan masing-masing Pemerintah Daerah. Selama 11 tahun menjadi guru honorer sejak 2007, Inggit mengaku Pemda tidak pernah mengeluarkan kebijakan soal pemberian THR kepada tenaga honorer.
"Belum ada," ujarnya singkat.
Sebetulnya, jika mendapatkan jatah THR, ada banyak keperluan yang ingin dibeli oleh Inggit. Khususnya menjelang hari raya Idul Fitri, ada banyak hal yang harus ia siapkan untuk menyambut hari raya.
"Kalau dapat THR, alhamdulillah syukur luar biasa. (Untuk beli) keperluan hari raya, buat nyenengin orang tua, kebutuhan di rumah jelang hari raya. Kan kita pengennya yang baru, suasana baru. Alat-alat (keperluan) salat, ada tamu ke rumah kita sediakan kue, ngecat rumah," tuturnya antusias memikirkan segala kebutuhan yang dapat ia penuhi bila mendapatkan THR.
Meski tidak mendapatkan THR dari pemerintah, jelang hari raya biasanya Inggit mendapatkan rezeki tambahan dari sekolah tempatnya bekerja atau dari orang tua murid. Meski hanya berupa parcel Lebaran, namun itu sudah cukup.
"Walau dari pemerintah enggak dapat THR, kadang-kadang ada sekolah yang kasih parcel walau hanya sirup dan biskuit, tapi kan bisa sedikit mengobati," tuturnya.
"Tahun lalu saya ada dapat biskuit sama sirup. Kadang-kadang juga ada orang tua murid yang kasih. Makanya alhamdulillah jadi guru banyak pahala, walau dari pemerintah enggak ada dan belum bisa memberikan, ada dari sisi lain," ujarnya.
Namun, bukan berarti Inggit tidak kecewa karena tidak mendapatkan THR. Apalagi jam kerjanya sebagai guru honorer sama dengan PNS.
"Perasaan seperti itu pasti ada. Jam kerjanya sama dengan guru PNS, dan bahkan saya lihat teman-teman saya di daerah lain sudah puluhan tahun jadi honorer. Saya mungkin belum ada apa-apanya dibandingkan teman-teman yang lain," ungkapnya.
Ke depan, Inggit berharap agar pemerintah lebih memperhatikan nasib pegawai honorer. Apalagi ada banyak pegawai honorer yang telah bekerja selama puluhan tahun, namun belum juga diangkat menjadi PNS.
"Mudah-mudahan guru-guru honorer bisa merasakan seperti guru-guru PNS. Jadi pemerintah lebih memperhatikan nasib guru, karena guru honorer juga sama. Apalagi di daerah lain sudah bertahun-tahun tapi masih jadi honorer. Karena masa depan bangsa kan ada di tangan guru juga," pungkasnya. (kumparan)