Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menangkap Menteri Keuangan Sri Mulyani. Penjualan aset Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dengan harga murah oleh Sri Mulyani disinyalir kuat berbau korupsi dan merugikan keuangan negara.
"Jangan sampai penanganan kasus ini cuma menyentuh kroco. Sementara SMI yang jelas sudah disebut masih bebas saja," ujar Presidium Persatuan Pergerakan, Andrianto, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (6/7).
Hal itu disampaikan Adrianto terkait fakta yang muncul di persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BDNI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/7).
Mantan Menko Ekuin sekaligus Ketua KKSK Rizal Ramli yang dihadirkan KPK dalam persidangan mengatakan aset BDNI yang diserahkan BPPN kepada Kementerian Keuangan pada tahun 2005 senilai Rp 4,5 triliun. Aneh bin ajaib pada tahun 2007 aset tersebut dijual hanya Rp 200 miliar oleh Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani.
Dari kesaksian RR ini Sri Mulyani bisa dianggap ikut andil merugikan keuangan negara. Tindakan Sri Mulyani menjual aset BDNI sebesar Rp 220 miliar merugikan negara lebih dari Rp 4 triliun.
Dia yakin informasi yang disampaikan RR punya dasar yang kuat. Makanya, aktivis mahasiswa tahun 1998 ini mendesak KPK bertindak proaktif menyikapi novum baru yang disampaikan RR dengan melacak dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh SMI.
"Sungguh aneh SMI yang jelas berselimut skandal masih blum tersentuh hukum. KPK harus pro aktif untuk melacak dan tuntaskan novum dari skandal BLBI ini," katanya.
"Publik akan makin miris bila KPK tidak berani sentuh SMI. Sangat disayangkan bila KPK tidak sentuh SMI meski kandidat terkuat cawapresnya Jokowi," pungkas Adrianto.
Rizal Ramli: Aneh Bin Ajaib, Aset 4,5 Triliun Dijual 200 Miliar Oleh Sri Mulyani
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menangkap Menteri Keuangan Sri Mulyani. Penjualan aset Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dengan harga murah oleh Sri Mulyani disinyalir kuat berbau korupsi dan merugikan keuangan
"Jangan sampai ini cuma menyentuh kroco. Sementara SMI yang jelas sudah disebut masih bebas saja," ujar Presidium Persatuan Pergerakan, Andrianto, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (6/7).
Hal itu disampaikan Adrianto terkait fakta yang muncul di persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BDNI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/7).
Mantan Menko Ekuin sekaligus Ketua KKSK Rizal Ramli yang dihadirkan KPK dalam persidangan mengatakan aset BDNI yang diserahkan BPPN kepada Kementerian Keuangan pada tahun 2005 senilai Rp 4,5 triliun. Aneh bin ajaib pada tahun 2007 aset tersebut dijual hanya Rp 200 miliar oleh Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani. (BUNAIYA FAUZI ARUBONE-SWARA SETIA)