yours.net - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang biasa gagah saat bicara isu radikal begitu menyedihkan saat urus ibadah haji. Sebelumnya mantan menteri agama Fachrul Razi juga membatalkan pelaksanaan ibadah haji 2019, alasan keduanya sama, karena pandemi Covid-19, demi keselamatan jamaah. Alasan ini seperti hadits shoheh yang tidak bisa dibantah, lebih tepatnya jurus ampuh menutupi ketidakmampuan .
Lebih menggemaskan lagi selain alasan pandemi, Kementerian Agama melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selalu sesumbar soal harga sebenarnya dana haji Rp 69 juta, sedangkan yang dibayar calon haji hanya sekitar Rp 35,2 juta, kekurangan biaya disubsidi Rp 33 juta-an perjemaahnya. Padahal publik juga sudah tahu subsidi ini pakai dana abadi umat yang uangnya bersumber dari calon haji juga.
Center for Budget Analysis (Lembaga CBA) menilai persoalan gagalnya haji tahun 2020 dan 2021 sebagai puncak dari bobroknya pengelolaan dana haji oleh BPKH. Mulai dari masalah transparansi, pemborosan anggaran karena program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh pegawai BPKH tidak sesuai aturan, bahkan dugaan korupsi. Berikut penjelasan CBA terkait persoalan pengelolaan dana haji oleh BPKH:
Pertama, belanja operasional BPKH tahun 2020 yang terdiri dari belanja pegawai dan operasional kantor mengalami lonjakan drastis, kenaikannya sebesar Rp123.919.578.764.
Sebelumnya tahun 2019 belanja operasional menghabiskan anggaran Rp167.484.445.020 dan tahun 2020 anggaran yang dihabiskan naik menjadi Rp291.404.023.784. Belanja pegawai dan belanja operasional kantor naik drastis hal ini cukup janggal mengingat dalam dua tahu ini tidak ada jamaah haji yang diberangkatkan.
Kedua, dalam pengelolaan belanja pegawai banyak ditemukan dugaan penyimpangan. Contohnya Iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan bagi pegawai BPKH yang seharusnya diambil dari BPKH dan pegawai pada praktinya seluruh biaya diambil dari kas BPKH.
Ini sama saja pihak BPKH seenaknya memakai duit jamaah yang diamanahkan dan melanggar aturan perundang-undangan soal pembayaran iuran BPJS kesehatan dan Ketenagakerjaan. Potensi penyelewengan dalam satu kasus ini sebesar Rp1.048.663.490.
Terakhir dalam pengelolaan belanja operasional kantor juga ditemukan banyak penyimpangan, contohnya pada Oktober tahun 2019 pihak BPKH menjalankan pelatihan manajemen perhajian di Makkah dan Madinah.
Faktanya, kegiatan ini tidak lain plesiran atau jalan-jalan karena tidak ada topik dan materi pelatihan, jadwal pelatihan, dukumentasi pelaksanaan kegiatan persesi pelatihan, apalagi narasumber pelatihan. Hal ini semakin diperjelas dengan pelaksana kegiatan oleh PT AG yang bergerak di jasa perjalanan.
Koordinator CBA Jajang Nurjaman, mengatakan, akibatnya potensi dana umat yang disalahgunakan BPKH terkait dana operasional kantor sebesar Rp 493.897.861. modus temuan, pemborosan pembayaran uang harian Rp 351.929.200, biaya penginapan Rp 141.968.661, markup karena biaya tidak sesuai .
“Berdasarkan temuan di atas, Lembaga CBA meminta presiden Joko Widodo untuk segera mengevaluasi kinerja Menteri Yaqut Cholil Qoumas serta Anggito Abimanyu,” tegas Jajang Nurjaman.
Terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi juga harus menindaklanjuti dugaan penyelewengan anggaran dana haji (Biaya BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan pegawai BPKH, serta program pelatihan manajemen perhajian di Makkah dan Madinah. (mth)