Cara para fanatik ideologis menguasai negara

Cara para fanatik ideologis menguasai negara

Rumor, gossip, dan fabrifikasi berita adalah pekerjaan sistematis yang dalam pengajaran Public Relations, menjadi bagian dari strategi komunikasi, dengan tujuan tujuan bisnis


Salah satu pertanyaan yang sering kita dengar dari beberapa masyarakat awam tentang Syi’ah dan Sunni, lalu sebenarnya apa perebedaan yang sangat mendasar ? Sampai membuat mereka tidak bisa disatukan.
Bukankah agama mereka satu, sama-sama islam ? Silakan simak hingga tuntas !

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya :

Katakanlah: Hai orang-orang kafir, (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (2) Dan kamu bukan penyembah Rabb yang aku sembah. (3) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Rabb yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6)  (QS. Al Kafirun: 1-6)
Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Yunus: 41)

Dahulu kala, kata sang hikayat, Islam ya Islam, Islam itu hanya satu, tidak ada Islam Sunni atau Syi’ah, Islam NU atau Muhammadiyah dsbnya. Seiring dengan lajunya perkembangan zaman dan semakin sengitnya persaingan disegala bidang, timbullah intrik-intrik dalam menguasai suatu aliran kepercayaan agama yang di anut oleh masyarakat, tujuannya tak lain adalah demi keuntungan para fanatik ideologis dan kelompoknya. Tidak lebih.


Skala prioritas para fanatik ideologis, tidak akan memprioritaskan kepentingan bangsanya, apalagi ambil pusing pada pertumbuhan ekonomi, masalah pembangunan, ataupun kebijakan kebijakan pemerintah yang pro ekonomi rakyat.

Dalam pemikiran para fanatik ideologis, perkara yang paling utama adalah menguasai kekusaan nasional untuk kepentingan diri mereka sendiri.


Karena kerap terpolusi oleh pemikiran akan menguasai suatu negara, dan belakangan menguasai dunia di bawah ideologi tunggalnya, para fanatik ideologis ini akan dengan senang hati melihat negara dalam keadaan chaos, karena bagi mereka dalam kondisi chaos inilah, saatnya negara dikuasai.


Mulai banyak yang sering melancarkan tuduhan syi’ah di dunia online dan jejaring sosial secara membabi buta. Mereka sendiri banyak tidak paham mengenai hakikat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Sunni/Aswaja) dan tidak paham mengenai syi’ah. Misalnya, hanya karena berbeda pandangan politik, langsung di vonis syi’ah, dan banyak kasus lainnya.

Bangsa yang tengah membangun peradabannya sendiri, dan bangsa yang memiliki segala sumber daya, menjadi pasar yang menarik. Bangsa yang menjadi sasarannya, menurut mereka, bisa diruntuhkan oleh hal-hal sepele seperti perang ideologi dan keyakinan politik.

Percaya atau tidak, hanya dengan mengelola rumor dan menyebarkan kabar-kabar palsu, negara yang paling kokoh dan terkuat pun bisa runtuh dengan sendirinya.

Sejarah telah mengajarkan bahwa para rumoris, joker card, mata mata lawan yang bertugas melakukan fabrifikasi kabar telah dikenal sejak perang penyatuan di China, terutama saat pemberontakan sanggul kuning dalam kisah Romance of Three Kingdoms.

Dalam kisah perang Mahabharata, peran rumor dan kabar bohong turut membawa seorang jenderal Hastina Pura, begawan Dhorna yang perkasa menjemput ajalnya.

Rumor turut membawa Kaisar Romawi, Julius di tangan senat dan anak angkatnya sendiri, menjadikan Romawi kekaisaran yang sangat rapuh setelahnya.

Rumor, gossip, dan fabrifikasi berita adalah pekerjaan sistematis yang dalam pengajaran Public Relations, menjadi bagian dari strategi komunikasi, dengan tujuan tujuan bisnis.

Apabila suatu negara begitu kokohnya menerapkan kebijakan nasionalistik yang tidak menguntungkan perusahaan kapitalistik raksasa dunia,  dan ketika para aparatnya, hingga pucuk pimpinannya sudah tidak bisa dibeli dengan apapun. maka, sudah menjadi tugasnya rumor untuk membereskan "masalah nasionalisme" tersebut.


Mereka cukup menyebarkannya, tugas mereka cukup melempar sekian banyak rumor dan tidak perlu ngotot mempertahankan kebenaran rumor tersebut, sebarkan berulang-ulang, dan buat rakyat percaya lalu merasa takut, membenci pemerintahannya sendiri, karena cuma itu cara untuk memancing kekuasaan dalam kondisi chaos.


Kembali ke masalah keyakinan antara Islam Sunni atau Syi’ah.
Berikut beberapa ikhtisar mengenai perbedaan antara ajaran Sunni (Ahlussunnah wal jama’ah Aswaja) dan Syi’ah dalam bidang teologi (aqidah), hukum (fiqh), bidang politik dan lainnya. Sehingga pembaca bisa menilai, apakah dengan perbedaan semacam ini, Syi’ah masih bisa dianggap bagian dari Islam ataukah bukan.

Aqidah
Dalam bidang aqidah kita  menyakini rukun Islam ada 5 (Syadatain, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji) dan rukun Iman ada 6 (Iman pada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, hari Kiamat dan Qadha’ dan qadar).

Adapun rukun Islam Syi’ah terdiri dari: Shalat, Shaum (puasa), Zakat, Haji dan Wilayah. Sedangkan syahadat mereka, tidak hanya hanya Syahdatain (2 kalimat syahadat) tetapi ditambah dengan menyebut 12 imam (Tiga kalimat syahadat). Sedangkan rukun Iman Syi’ah hanya ada 5, yaitu: Tauhid, Nubuwwah, Imamah, al-‘Adl dan Ma’ad.

Dalam bidang aqidah kita menyakini bahwa al-Qur’an tetap orisinil,  surga diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya , neraka diperuntukkan kepada orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Adapun Syi’ah, menyakini bahwa al-Qur’an tidak orisinil dan sudah di ubah oleh sahabat (dikurangi da ditambah), surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta pada Imam Ali dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali.

Hadits
Rujukan hadits kita adalah Kutub al-Sittah (Shahih al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Turmidzi, Ibnu Majah dan An-Nasa’i).

Adapun Syi’ah, memiliki rujukan hadits sendiri seperti Al Kutub al-Arba’ah yaitu Al Kafi, Al Ibtishar, Man La Yadhuruhu al Faqih, dan At-Tahdzib.

Bidang Fiqh (Hukum)
Mashadir al-tasyri’ (sumber hukum) kita adalah Al Qur’an, As-Sunnah (al-Hadits), serta Ijma dan Qiyas (analogi hukum) sebagai tambahannya.

Adapun Syi’ah, mashadir al-tasyri-nya adalah (1) al-Qur’an daan As-Sunnah, (2) Sima (pendengaran) dari Rasulullah, (3) Kitab Ali, disebut Al Jami’ah, (4) al-Isy-raqat al-Ilahiyyah.

Kita berpandangan bahwa potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash al-Qur’an dan Sunnah.

Adapun Syi’ah, potensi ijtihad juga terbuka namun dalam ranah selain imamah.

Rujukan fikih kita mengambil dari imam madzhab 4 yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Adapun Syi’ah, mengambil fiqih dari para imam Syi’ah.

Dalam Bidang Politik 
Kita (Sunni) mengakui bahwa Khufaur Rasyidin yang sah adalah Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq, Umar al-Faruk (Umar bin Khattab), Utsman bin Affah dan Ali bin Abi Thalib.

Adapun Syi’ah tidak mengakui Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman karena dianggap merampas kekhalifahan Sayyidina Ali. Namun ada Syi’ah yang masih mengakui semuanya (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) yaitu Syi’ah Zaidiyah.

Kita (Sunni) berpandangan bahwa pemimpin atau imam tidak terbatas pada 12 imam dan percaya pada imam-imam itu tidak termasuk rukun iman, kita juga berpendangan bahwa khalifah (imam) tidak ma’shum atau mereka bisa berbuat salah/dosa/lupa.

Adapun Syi’ah berpandangan bahwa kepemimpinan hanya sebatas 12 imam dan termasuk rujukan iman mereka. Mereka juga menyakini kema’shuman 12 imam tersebut seperti para Nabi.

Kita (Sunni) berpandangan bahwa pemimpin (imam) diangkat melalui kesepatakan ahlul halli wal aqdi, atau orang yang mengangkat dirinya sendiri (dalam kondisi darurat), kemudian ia dibai’at oleh ahlul halli wal aqdi dan rakyat.

Adapun menurut Syi’ah, pemimpin sudah ditentukan oleh Allah (nas Ilahi) bukan pilihan rakyat.

Dalam hal hukum mengangkat imam. Kita (Sunni) berpandangan bahwa kepemimpinan hukumnya wajib karena dalil-dalil syari’at.

Adapun Syi’ah, berpandangan bahwa hukumnya wajib berdasarkan nas Ilahiy.

 Dalam hal syarat pemimpin. Kita (Sunni) berpendangan bahwa pemimpin harus memenuhi empat syarat, yaitu (1) berasal dari suku Quraisy (pada tahap berikutnya terjadi perbedaan pendapat mengenai hal ini), (2) Bai’at, (3) Syura, dan (4) Adil.

Adapun Syi’ah, pemimpin harus berasal dari Ahlul Bait.

Perbedaan Lainnya
Kita (Sunni) dilarang mencaci maki sahabat Rasulullah Saw. Kita juga sangat menghormati Sayyidah Aisyah istri Rasulullah Saw, serta menyatakan bahwa para istri Rasulullah Saw termasuk ahlul bait.

Adapun menurut Syi’ah, mencaci maki para sahabat tidak apa-apa bahkan mereka berkeyakinan, para sahabat menjadi murtad setelah Rasulullah Saw wafat dan hanya  tersisi beberapa sahabat saja.

Alasan murtadnya karena para sahabat membai’at Abu Bakar al-Shiddin sebagai khalifah. Syi’ah juga mencaci maki Sayyidah Aisyah dan tidak menggolongkan istri Rasulullah Saw sebagai ahlul bait.

Tentang Raj’ah. Kita (Sunni) tidak menyakininya.

Adapun Syi’ah menyakini aqidah raj’ah. Raj’ah adalah keyakinan bahwa kelak di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali, dimana pada saat itu ahlul bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.

Terkait Imam Mahdi. Menurut kita (Sunni), Imam Mahdi adalah sosok yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

Adapun Syi’ah, mereka punya Imam Mahdi sendiri yang berlainan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Menurut Syi’ah, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya kemudian pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah Saw, Imam Ali, Fatimah dan ahlul bait lainnya.

Selanjutnya, ia akan membangunkan Abu Bakar, Umar dan Aisyah. Ketiga orang tersebut akan disiksa sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka pada ahlul bait.

Terkait nikah Mut’ah, Khamar dan Air. Bagi kita (Sunni) mut’ah hukumnya haram, khamar hukumnya tidak suci (najis), dan air yang dipakai istinja’ (cebok) tidak suci.

Adapun bagi Syi’ah, mut’ah halal dan dianjurkan, khamar tidak najis, dan air yang telah dipakai istinja’ dianggap suci dan mensucikan.

Dalam hal shalat. Kita (Sunni) meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah, mengucapkan amin juga sunnah, shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i. Shalat dhuha disunnahkan.

Adapun bagi Syi’ah, meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat, mengucapkan amin di akhir sudah al Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/batal shalatnya, dan shalat jama’ diperbolehkan tanpa alasan apapun. Shalat dhuha tidak dibenarkan.

Ciri Khas Aqidah Sunni
Ahlussunnah wal Jama’ah (Sunni) meyakini bahwa Allah itu Ada tanpa arah dan tanpa tempat. Inilah ciri khas Sunni sekaligus membedakan antara Ahlussunnah wal Jama’ah dengan aliran-aliran lainnya. Hal ini berdasarkan dalil al-Qur’an surah al-Syura ayat 11.

Sumber:
Buku Risalah Ahlussunnah wal-Jama’ah. Dari pembiasaan menuju pemahaman dan pembelaan Akidah Amaliah NU, Ditulis oleh Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.dan  beberapa sumber yang Code Lab rangkum dari Google.


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel