Pada masa Suharto gerakan politik Cina diredam tetapi melahirnya 200 an konglomerat yang menguasai ekonomi Indoneisa.
Di jaman Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), etnis Cina di Indonesia mendapat ‘berkah’. Eksistensi mereka mulai mendapat pengakuan secara politik dengan dilegalkannya agama Kong Huchu menjadi agama resmi di Indonesia. Hal Ini seperti membuka kotak pandora setelah lama tertutup dengan PP 10 tahun 1959.
Sejak itu, kebobrokan dan kehancuran moral dan sosial selalu dipertontonkan oleh etnis Cina. Seperti kebiasaan menyuap dan menyogok pejabat pemerintah, minum minuman keras, narkoba dan seks bebas. Puncaknya Pemilu 2014 terpilih Jokowi menajadi RI-1.
Kita lihat semua sektor penting ekonomi Indonesia telah dikuasai secara rapi dan teroganisir. Hampir semua media mainstream juga dikuasai. Dengan kekuatan ekonomi mereka memegang kendali. Setelah ekonomi, kini gilirannya menguasai Indonesia secara politik. Tujuannya, agar bangsa dan negara ini di bawah kendali mereka sepenuhnya.
Yah, konglomerat non pribumi etnis Cina hampir rata-rata adalah penjahat dan musuh negara. Mereka pengemplang pajak, penyelundup, penimbun kebutuhan pokok, kartel, dan seterusnya.
Hampir semua konglomerat non pribumi etnis Cina melakukan korupsi pajak, korupsi bea masuk, royalti, iuran dan tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya pada negara.
Modusnya, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya di negara ini, setelah itu kekayaannya dibawa ke luar negeri. Mereka menyimpannya di bank-bank luar seperti Singapura, Hongkong, Taiwan dan Tiongkok.
Peristiwa 1998 menjadi bukti betapa ‘bobroknya’ etnis Cina yang ramai-ramai menarik kekayaannya dari bank-bank nasional dalam bentuk dollar. Akibatnya, Indonesia mengalami krisis ekonomi. Saat itu dollar menembus Rp 17.000 rupiah.
Semua kebutuhan pokok melonjak tak terkendali.. Barang-barang kebutuhan pokok menghilang di pasaran karena penimbunan yang mereka lakukan.
Saat Habibie berkuasa menggantikan Soeharto, intervensi pun dimulai. Dollar langsung turun hingga nilai tukar Rp 5000 rupiah. Semua distribusi barang kebutuhan pokok rakyat langsung diambil alih koperasi bentukan pemerintah.
Sebuah pelajaran berharga bagi bangsa ini bagaimana sikap dan prilaku etnis Cina yang bakal terulang. Mereka menganggap bukan bagian dari bangsa ini. Kalau sudah ada masalah mereka kabur dengan membawa semua harta-hartanya.
Para etnis Cina di Indonesia selalu dianggap membawa ‘petaka’. Mereka dengan ‘cekatan’ selalu memainkan ekonomi. Rupiah tak akan pernah bisa menguat terhadap dollar. Karena dollar selalu dilarikan ke luar negeri.
Bagaimana seandainya negara ini mereka kuasai? Tentu mereka akan dengan bebas dan leluasa merampok seluruh kekayaan alam Indonesia.dan menentukan nasib kaum pribumi sebagai budak-budak mereka. Mereka tak lebih para penjahat yang kejam dan sadis di muka bumi ini.
Tidak aneh jika mereka mereka seperti itu, karena budayanya memang beda dengan kita. Menurut mereka, budaya kekayaan menjadi hal lazim, sebuah kemuliaan di dunia maupun setelah mati. Makanya, mereka sangat ngotot untuk menjadi kaya walaupun menghalalkan segala cara yang kontradiktif dengan budaya Indonesia.
Budaya tipu menipu adalah budaya lumrah dan halal diperjuangkan. Karena budaya mereka yang menipu pasti lebih unggul kecerdasannya dari yang ditipu. Dan yang ditipu pun tidak mungkin akan mau cerita atau lapor. Sebab, itu adalah aib.
Dalam budaya Cina, bisnis atau dagang diibaratkan seperti perang. Semua harus dikalahkan dan ditaklukkan. Tidak ada konsep kemitraan. Oleh sebab itu tidak aneh mereka cepat kaya, karena budaya mengahalalkan segala cara tersebut dilakukan dan telah mendara daging.
Selama mendominasi ekonomi bangsa ini, selama itu pula negara kita tak akan pernah menjadi negara maju. Pribumi akan selalu miskin di bawah permainan mereka.
Kenapa kekayaan yang mereka dapatkan di negeri ini dibawa ke luar negeri? Karena etnis Cina sangat mencintai leluhurnya. Sedikit saja dari mereka yang lahir turun temurun di negara lain (Indonesia) yang mau menjadi bangsa itu seutuhnya.
Semua konglomerat di negeri ini tidak merasa menjadi bagian dari NKRI. Mereka hanya mencari uang, uang dan uang.
Salah satu dasar terbitnya Inpres No.14 tahun 1967 adalah masyarakat keturunan Cina selalu memiliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya. silahkan baca
Rasa nasionalisme mereka terhadap NKRI diragukan. Tidak mau berasimilasi dan akulturasi dengan pribumi. Mereka hidup secara eksklusif dengan cluster-cluster etnis Cina yang menjadi dalang dari kerusakan moral bangsa ini.
Lihat saja, tempat-tempat hiburan malam, night club, bar, café dan perjudian adalah penyelenggara dan pemiliknya orang Cina. Bahkan, di sejumlah lokalisasi perkotaan, orang-orang pribumi dijual dan diperdagangkan (dilacurkan) oleh etnis Cina. Mereka hanya duduk manis menerima jerih payah para pelacur pribumi.
Etnis Cina Dalang Kerusakan Moral Bangsa..
Penulis : Bambang Smit
Bersambung...