Sekarang perusahaan-perusahaan asal China mulai gencar menanamkan investasi di Indonesia.
Salah satunya, produsen otomotif SAIC-GM-Wuling (SGMW) yang membangun pabrik mobil di Bekasi, Jawa Barat, dengan nilai investasi mencapai US$ 397,4 juta. Sampai saat ini US$ 43,5 juta diantaranya sudah direalisasikan.
Direncanakan, pabrik ini akan memiliki kapasitas produksi 84.000 unit mobil, Dari produksi sebanyak 84.000 unit mobil itu, direncanakan 5% diantaranya atau 4.200 unit akan dijual untuk pasar ekspor, sisanya dijual didalam negeri. jadi konsumsi ekpornya sangat kecil cuma 5%. [dt]
Lalu, bagaimana dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia bagi perusahaan-perusahaan asal China ?
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan ada sejumlah perbedaan mendasar antara perusahaan China dengan perusahaan Jepang dan Amerika Serikat, terutama dalam hal tenaga kerja.
Menurut Said, jika investor China semakin banyak membuka pabrik di Indonesia, dipastikan Negeri Tirai Bambu itu selalu menyertakan unskill worker.
"Misalnya perusahaan (China) baja di Pulogadung, jumlah tenaga kerjanya 300 orang, 100 orang di antaranya pekerja asal China, seperti tukang masak, tukang batu, sopir forklift, dan itu ilegal. Makanya, mereka ngumpet kalau ada pemeriksaan. Ini mengancam tenaga kerja lokal," ujar Said, di Jakarta, Jumat, 5 Februari 2016.
Dia menjelaskan, hal ini justru berbanding terbalik saat perusahaan-perusahaan asal Jepang dan AS menjamuri investasi di Indonesia. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, perusahaan Jepang dan AS tidak menyertakan unskill worker dimana mereka menanamkan investasinya.
Sementara untuk soal aturan ketenagakerjaan, kata Said, perusahaan Jepang dan AS selama ini diakui tunduk pada aturan-aturan normatif ketenagakerjaan, misalnya upah dibayar sesuai upah minimum provinsi (UMP), adanya jaminan kesehatan, adanya jaminan pensiun, dan jika pun harus melakukan PHK, hal tersebut dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia.
"Perusahaan China di Pulogadung misalnya, itu membayar upah di bawah upah minimum. UMP DKI kan saat ini Rp3,1 juta, tetapi pekerjanya ada yang masih dibayar Rp2,6 juta, ada yang Rp2,8 juta," ujar dia.
Dia menilai, investasi asing memang bisa memajukan perekonomian nasional, tetapi perusahaan Jepang dan AS telah sejak lama berinvestasi di Indonesia. Sedangkan perusahaan China baru saat ini saja mulai gencar berinvestasi dalam skala besar.
"China ini belum teruji, faktanya investasi China kalau tidak untung mereka kabur. Pabrik dan mesinnya cuma menyewa sehingga tinggal kabur badan. Itu terjadi di perusahaan tekstil, garmen, komponen elektronik yang kecil-kecil," ujarnya.
Dengan begitu, Said menambahkan, hengkangnya Ford, lalu kemudian adanya potensi PHK besar-besaran yang menyasar perusahaan-perusahaan otomotif Jepang, dikarenakan mesranya hubungan pemerintah Indonesia dengan negara China.
"Bisa saja itu terjadi persaingan bisnis, pemerintah kan memang lagi dekat-dekatnya dengan China, proyek kereta cepat misalnya," kata Said. [bv]