Sekretaris Jendral Federasi Serikat Pekerja BUMN, Tri Sasono mengungkapkan bahwa skema pembangunan tersebut banyak melibatkan BUMN yang mendapat dorongan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang telah dianggarkan pada APBN 2016.
“Pemerintah telah berbohong mengatakan pembangunan kereta tersebut tidak menggunakan dana APBN, lagian yang terlibat bukan hanya empat perbankan BUMN, tapi ada beberapa BUMN lainnya yang terlibat melakukan pembiayaan, dan BUMN tersebut dapat dana PMN yang dianggarkan dalam APBN 2016,” kata Tri Sasono di Jakarta (16/2).
Lebih rinci dia memaparkan terkait skema pembiayaan proyek Kereta Cepat yang sebesar 5,5 Milyar USD, didanai sebesar 75 persen (USD4,125 miliar dari pinjaman China Development Bank dan 25 % (USD1,375 Miliar) oleh PT KCIC.
Komposisi kepemilikan saham PT KCIC, 60 persen saham dimiliki oleh PT Pilar Sinergi dan 40 persen dimiliki oleh China Railway Corporation. Artinya beban 25 persen pembiayaan Kereta Cepat yaitu USD1,375 miliar yang akan ditanggung oleh PT. Pilar Sinergi BUMN (yang terdiri dari PT Jasa Marga, PT WIKA, PT Perkebunan Nusantara VIII Dan PT.KAI) sebesar USD825 juta atau Rp11,55 Triliun. Sedangkan China Railway Corporation menanggung USD550 juta atau Rp7,7 Triliun.
Selanjutnya Tri juga mengatakan, pada saat pembahasan rancangan APBN untuk tahun 2016, ada permintaan anggaran oleh kementerian BUMN untuk memberikan PMN kepada perusahaan tersebut.
“Nah ini bukti kebohongan publiki dari pemerintah khususnya Jokowi dan Meneg BUMN Rini Soemarno yang mengatakan pembangunan proyek Kereta Cepat tidak pakai APBN,” tegasnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan pemerintah tidak transfaran dan akutanbel terkait pendanaan proyek Kereta Cepat Bandung-Jakarta.
Dia meminta Banggar DPR RI untuk tidak menyetujui permintaan PMN untuk PT Wijaya Karya dan PT Jasa Marga pada pembahasan APBN-P 2016, karena sesuai pernyataan pemerintah yang tidak akan mengunakan APBN untuk membangun proyek Kereta Cepat. [konfrontasi]