Tito Karnavian menolak pembubaran Detasemen Khusus 88

Tito Karnavian menolak pembubaran Detasemen Khusus 88

Nurdin meninggal seketika oleh 3 kali tembakan di kepala saat ia sedang sujud menunaikan shalat Ashar. Kepala Nurdin pecah, darah bersimbah di lantai dan sajadah


Kutipan berita Densus hanya gerombolan peneror umat Islam
Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengomentari meninggalnya Nurdin di Dompu NTB oleh kebiadaban Densus88 saat melakukan penindakan hukum, mengindikasikan kuat bahwa Densus 88 tak lebih dari gerombolan peneror umat Islam.

Harits mengatakan supremasi hukum tidak lagi menjadi doktrin penegak hukum.Cara kerja dengan dasar dendam kusumat lebih menonjol pada kasus terbunuhnya Nurdin ditangan Densus88.


Sekitar pukul 15.20 WITA, pasukan Densus 88 menggerebek rumah yang ditempati Nurdin dan mendapatinya sedang shalat Ashar. Nurdin meninggal seketika oleh 3 kali tembakan di kepala saat ia sedang sujud menunaikan shalat Ashar. Kepala Nurdin pecah, darah bersimbah di lantai dan sajadah.

Dian, istri korban bersama anaknya Zakiyatunnisa (1,7 tahun), terkejut ketika tiba-tiba puluhan anggota Densus 88 mendatangi rumahnya dan memaksmnya untuk keluar. [arrahmah]

Sementara itu..
Siyono dijemput setelah Shalat Maghrib di Mesjid dekat rumahnya dala keadaan segar bugar, kini Siyono dinyatakan tewas oleh kepolisian. Alasan korban tewas, menurut Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto, adalah karena kelelahan setelah berkelahi dengan Densus 88 di dalam mobil.

Tak masuk akal...,
Boro-boro berkelahi. Terduga menggerakkan tangan saja, kemungkinan sudah ditembak mati karena dianggap melawan.

Setetelah ditangkap dengan kasar, biasanya terduga langsung diborgol, dilakban mukanya. Bahkan, kaki dan tangannya, 100% tidak mungkin dapat bergerak bebas, karena memborgol kaki dan tangan adalah standard baku Densus.


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) M Tito Karnavian menolak pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang selama ini menangani kasus terorisme di Indonesia.

"Kalo densus dibubarkan, ya kelompok-kelompok radikal ini nanti tambah bebas. Sekarang saja ditekan masih bebas," kata Tito kepada wartawan usai dilantik sebagai Kepala BNPT oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Ia mengatakan Densus 88 Antiteror Polri telah memiliki data lengkap tentang jaringan terorisme di Indonesia yang tidak dimiliki oleh lembaga lain.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengatakan Densus 88 Antiteror Polri telah mengikuti jaringan terorisme sejak 2000 sehingga hanya Densus yang paling tahu tentang karakter jaringtan terorisme.

"Kalau dibubarkan, siapa yang kerjakan dan mau 'start' dari nol lagi. Ini akan berat," katanya menegaskan.

Kendati Densus memiliki datang lengkap, BNPT tidak hanya bergantung kepada polisi khusus antiteror itu karena BNPT juga memiliki Satgas Bom yang menangani kasus teror juga.

Bahkan, Tito juga akan bekerja sama dengan kekuatan antiteror lain dari unsur TNI sehingga timbul kerja sama antarlembaga dalam menanggulangi teror.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mempertanyakan "standard operational procedur" (SOP) atau prosedur standar operasnonal saat penangkapan Densus 88 Antiteror dalam penanganan terorisme, terkait tewasnya Siyono yang ditangkap oleh Densus 88, Rabu (9/3).

"Kasus tewasnya Siyono mengingatkan saya pada kejadian penyiksaan yang dialami lima orang korban salah tangkap di Poso pada 2013 lalu," kata Nasir Djamil di Jakarta, Rabu.

Nasir mengingatkan Densus kerap kali melakukan tindakan penyiksaan sejak tahapan penangkapan.

Menurut Nasir, tindakan penyiksaan yang dilakukan Densus 88 ini dilakukan dengan menutup mata kepada terduga pelaku teroris, serta memukul bagian tubuh dan kepala dengan senjata.

"Padahal pelaku yang ditangkap belum tentu menjadi tersangka dan bahkan sering terjadi salah tangkap," ujarnya.

Dia mengatakan tindakan itu sulit diproses secara hukum karena korban tidak melihat langsung siapa yang menyiksa.

Nasir mengatakan dirinya sebagai anggota Pansus Revisi UU Terorisme, akan mempertegas pengaturan prosedur penangkapan dan bahkan mengurangi kewenangan Densus 88 dalam penangkapan.

"Densus 88 seringkali melakukan pendekatan penyiksaan kepada terduga teroris," kata Nasir.

Menurut dia, jika ditemukan ada celah Densus 88 melakukan tindakan penyiksaan, maka Komisi III akan membatasi ketentuan penangkapan dalam revisi UU Terorisme.

"Saya khawatir, pelaku penyiksaan sulit terungkap karena penyiksaan dilakukan oleh internal Polri, dan kemungkinan sulit mencari saksi di luar polri yang melihat kejadian tersebut," ujarnya. [kb]


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda