Pengamat ekonomi politik Salamuddin Daeng mengingatkan, Lion Air Group akan menjadi “air mata” bagi bangsa Indonesia. Perusahaan ini cepat lambat akan menjadi “pukulan telak” yang akan melumpuhkan kedaualatan NKRI dan ketahanan sektor penerbangan.
“Bagaimana tidak, perusahaan ini mewariskan beban yang luar biasa besar bagi ekonomi Indonesia,” ungkap Salamuddin (08/03).
Salamuddin mengatakan, Lion Air Group bagaikan “vacuum cleaner” yang menyedot ekonomi rakyat Indonesia untuk dikirimkan ke Singapura, Amerika dan Eropa.
“Perusahaan yang dibangun dengan utang segunung telah digaransi oleh pemerintah melalui skema export credit agencies (ECA). Berapa utang perusahaan yang dijamin oleh pemerintah ini? Yakni seluruh utang yang digunakan untuk pembelian pesawat Boeing dan Airbus,” ungkap Salamuddin.
Menurut Salamuddin, PT. Lion Mentari Airlines telah mendapatkan utang dalam bentuk 230 pesawat dari Boeing Co Amerika Serikat senilai USD 22.4 miliar dan 234 Airbus jet dari Eropa senilai USD 24 miliar dolar. “Sebuah pinjaman tanpa studi kelayakan sama sekali, apakah ini layak untuk Indonesia atau tidak,” tanya Salamuddin.
Salamuddin menyimpulkan, utang perusahaan Lion yang dijamin oleh pemerintah Indonesia atas segala resiko operasi dan politik mencapai Rp. 603 triliun lebih pada tingkat kurs saat ini. “Utang yang tidak akan sanggup dibayarkan oleh seluruh penumpang pesawat terbang di negeri ini. Utang dengan skema ECA adalah utang yang sangat beresiko sehingga negara menjaminnya,” ungkap Salamuddin.
Lebih lanjut Salamuddin membeberkan skenario utang dengan skema ECA. “Suatu hari jika terjadi provokasi yang berlanjut pada sengketa antara Lion Air dengan Pemerintah Indonesia, yang kemudian membawa resiko bagi operasi Lion Air, maka itu akan menjadi kesempatan emas bagi Lion untuk mengubah utang mereka menjadi utang pemerintah Indonesia, sebagaimana perjanjian export credit agencies (ECA) dengan alasan pemerintah tidak menjalankan prinsip investment protection,” ungkap Salamuddin.
Diberitakan sebelumnya, aset pertahanan strategis TNI Angkatan Udara yakni Bandara Halim Perdanakusuma, telah diambil alih asing. Perusahaan yang mengambilalih Halim PK adalah perusahaan penerbangan swasta Lion Air yang diduga adalah milik Singapura.
“Proses ini terjadi setelah Lion Air memenangkan sengketa atas Bandara Halim Perdanakusuma di Mahkamah Agung (MA) melawan Koperasi TNI Angkatan Utara dan PT Angkasa Pura,” pungkas Salamuddin Daeng. [IN]