Bodohnya pemikiran Agus Raharjo ketua KPK Jilid IV

Bodohnya pemikiran Agus Raharjo ketua KPK Jilid IV

Masa iya ada kerugian negara namun tak ada yang di untungkan ? Beginilah cara pemuja Ahok dalam menyinkapi kasus RS Sumber Waras, mereka membodohi masyarakat dengan mengalihkan isu yg tak mendasar


Siapa yang bilang Kasus Sumber Waras sudah Clear? Siapa yang bisa menjamin bahwa urusan Lahan Bermasalah itu sudah selesai? Ini bukan bicara soal Pilgub DKI 2017. Ini bukan bicara Hater dan Lover. Ini bicara soal Law Enforcement.

Jadi tolong jangan sampai ada yang bilang atau bertanya : Sampai kapan mau membahas Sumber Waras. Saya bicara begini karena punya data dan punya analisa. Saya berani berdebat dengan siapapun (lewat tulisan) tentang Kasus Sumber Waras, bahkan dengan Ketua KPK jilid 4 sekalipun.

Mengapa begitu, karena saya tahu bahwa Komisioner-komisioner KPK Jilid 4 adalah Tidak Profesional. Merekalah yang membuat saat ini KPK menjadi Masuk Angin.

BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga tinggi resmi Negara yang diakui integritasnya selama ini. Belum pernah terjadi yang namanya Audit Investigasi yang dikeluarkan BPK itu ngawur dan bermasalah.

Dan belum pernah terjadi selama belasan tahun yang namanya KPK menyepelekan Hasil Audit Investigasi yang dilakukan oleh BPK. Keberadaan BPK ada pada Konstitusi kita, tepatnya pada Pasal Pasal 23E UUD 1945 yang berbunyi:

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan / atau badan sesuai dengan undang-undang.

Dengan keberadaannya yang jelas tercantum dalam Konstitusi dan dengan Integritasnya selama ini secara Kelembagaan tentu saja BPK mempunyai kedudukan yang tidak bisa digantikan oleh Lembaga manapun juga saat ini.

Rekomendasi yang dikeluarkan BPK dijamin Konstitusi. Melawan atau membangkang Rekomendasi yang dikeluarkan BPK adalah melanggar Konstitusi alias Membangkang terhadap Negara. Itulah logikanya.

Akhir tahun 2015 BPK telah merekomendasikan bahwa Pembelian Lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI harus dibatalkan karena berpotensi merugikan Negara senilai Rp. 191 Milyar. Bila tidak dibatalkan maka Pemprov DKI harus mengembalikan kerugian Negara senilai Rp.191 Milyar.

Saya tahu persis dan sangat yakin bahwa para Ahoker yang membaca tulisan berhuruf tebal diatas tidak akan bisa menerimanya. Seperti biasa mereka itu culun-culun dan kekanak-kanakan.

Sangat mirip dengan Ahok yang tidak pernah mengakui kesalahannya. Mereka akan mendebat prinsip tersebut diatas. Mereka akan membantah ketentuan bahwa Membangkang Rekomendasi BPK adalah Membangkang terhadap Negara.

Jawaban Mereka :Siapa yang bisa menjamin Kebenaran Audit Investigasi BPK? Ahok itu tidak mungkin salah dan tidak akan pernah salah. “Manusia sesuci” Ahok tidak mungkin melakukan Korupsi.

Lalu mereka melanjutkan lagi : BPK itu tidak benar. BPK itu sama dengan DPR dimana isinya orang-orang tidak benar. Argumennya adalah Ketua BPK orang Partai (Bekas Kader Golkar). Ketua BPK terlibat Panama Papers sehingga semua rekomendasi yang dikeluarkan BPK itu harus diragukan kebenarannya.

Dan mendengar debat mereka seperti itu tentu saja membuat saya akan tertawa terbahak-bahak lagi. Hahahahaha. Sanggahan Culun dari orang-orang yang Culun dan Kekanak-kanakan.

Bahwa kalau mereka itu waras pastilah bisa menerima logika bahwa Mungkin saja Ahok itu Bersalah. Itu yang pertama. Bahwa Ahok itu bukan Mahluk Suci yang bebas dari kesalahan. Itulah logika yang harus diakui terlebih dahulu.

Yang Kedua, bahwa Audit Investigasi BPK bisa saja salah. Itu adalah Pemikiran yang logis. Apa konsekwensinya? Kalau yakin ataupun terindikasi bermasalah, Gugat saja Hasil Audit Investigasi tersebut. Hak siapapun dijamin konstitusi untuk itu.

Seperti halnya sebuah Putusan Pengadilan, Hasil Audit Investigasi bisa digugat. Tetapi bila tidak digugat maka apapun Rekomendasi BPK harus dijalankan oleh pihak yang diberi rekomendasi. Tidak menjalankan Rekomendasi BPK adalah Membangkang terhadap Konstitusi. Itulah Hukum Tata Negara yang berlaku.

Yang repotnya kemudian, para Ahoker itu tidak mau menggugat Hasil Audit Investigasi tetapi malah membuat polemic.

Mereka meributkan hal tersebut di media-media social. Mereka sudah Percaya 100% kata Ahok bahwa BPK Ngawur. Inilah repotnya menghadapi Umat Ahok tersebut. Kepercayaan mereka sangat teguh terhadap “Nabi”nya. Mereka pun mempermasalahkan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan Substansi Masalah.

Mereka malah meributkan soal Harry Azhar yang mantan kader Golkar dan Harry Azhar yang ditengarai terlibat Panama Papers. Bodoh dan tidak waras. Karena dengan logika apapun tentu saja tidak ada hubungannya antara Hasil Audit BPK dengan Kepentingan Politik Golkar pada Ahok. Begitu juga tidak ada yang bisa dihubungkan antara Hasil Audit Investigasi BPK dengan bisnis Ketua BPK di luar negeri.

Nanti kalau semua dihubung-hubungkan akan berlaku juga Pendapat Hukum bahwa Jaksa Agung itu tidak benar. Jaksa Agung itu orang partai (Nasdem).

Lalu berlaku juga hukum bahwa yang mendukung Ahok di Pilgub DKI baik Golkar, Nasdem dan Hanura itu adalah orang-orang yang tidak benar semua karena mereka orang partai.

Tentu saja ini logika yang sangat bodoh bila menghubungkan masa lalu kepartaian seseorang dengan kinerja kelembagaan / institusi secara keseluruhan.

Soal Panama Papers juga mana bisa urusannya disangkut-pautkan dengan Hasil Audit Investigasi BPK. Kalau menghubungkan Panama Papers dengan Hasil Audit Investigasi BPK itu sama saja menghubungkan Semua Kebijaksanaan JK dengan Panama Papers. Kita tahu bersama beberapa nama keluarga JK ada di Panama Papers.

Begitu juga dengan adik bungsu Ahok yang namanya ada di Panama Papers. Hanya orang-orang Culun saja yang menghubungkan Panama Papers dengan Audit Invesigasi BPK. Siapa yang Culun? Ya tentu saja para Cyber Army Ahok yang ngotot mempermasalahkan Keterlibatan Harry Azhar di Panama Papers. Biasalah namanya juga Pengalihan Isu.

Tadi siang hingga sore, Ketua KPK Agus Raharjod datang menyambangi kantor BPK untuk membicarakan Kasus Sumber Waras. Dari beberapa jam pertemuannya ternyata kedua pihak tetapi berbeda menyikapi Kasus Sumber Waras.

Sebelumnya para Netizen sudah mencibir Agus Raharjo yang mengumumkan Sumber Waras tidak ada unsur korupsinya. KPK dianggap Pengecut karena mengumumkan Hasil Penyelidikan Kasus tersebut tidak langsung ke Publik tetapi lewat Lembaga Politik DPR.

Apa alasan Agus Raharjo tidak mengumumkan Hasil Penyelidikan KPK tentang Sumber Waras secara langsung ke public? Kenapa tidak seperti KPK-KPK sebelumnya yang mengumumkannya secara langsung di Gedung KPK? Agus takut apa sebenarnya?

Dan beginilah Pernyataan Konfrensi Pers hari ini dari BPK terkait Kasus Sumber Waras yang disebut KPK tidak ada unsur Korupsinya.

Ketua BPK Harry Azhar secara tegas menyatakan : Audit BPK untuk Kasus Sumber Waras sudah Final. Tidak melaksanakan Rekomendasi yang dikeluarkan BPK adalah Melanggar Konstitusi.

"Ada indikasi kerugian negara yang ditulis dalam laporan (LKPD BPK) itu Rp 191 miliar, itu yang harus dikembalikan. Itu kewajiban UU oleh Pemprov DKI. Kalau tidak dikembalikan itu ada sanksinya," kata Harry saat menggelar konferensi pers di Media Center BPK, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (20/6/2016).

Berbeda dengan Ketua BPK yang dengan tegas menyatakan Hasil Rekomendasi BPK secara Kelembagaan, Ketua KPK Agus Raharjo malah terkesan menganulir keputusan KPK sebelumnya bahwa Kasus Sumber Waras tidak ada unsur Pidananya. Rencananya KPK akan mendalami lagi kasus ini.

Di tempat yang sama dan waktu yang bersamaan, Ketua KPK menyatakan :

"Nah itu tadi kita sudah sepakat akan didalami oleh tim teknis. Mudah-mudahan dengan pendalaman itu nanti kita sudah lihat (kesimpulannya). Ya kan bisa saja itu ada penyimpangan administrasi, tapi penyimpangan administrasi belum tentu otomatis menjadi tindak pidana, jadi kita mau mendalami itu,"kata Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Media Center BPK, jalan Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Senin (20/6/20160.

Bagaimana mungkin seseorang sekelas Ketua KPK bisa berubah-ubah menyatakan pendapatnya tentang sebuah Kasus?

Sebelumnya KPK sudah menyatakan Berdasarkan Hasil Penyelidikan KPK terhadap Kasus Sumber Waras selama setahun terakhir disimpulkan bahwa Pembelian Lahan Sumber Waras tidak ada unsur Korupsinya. Tetapi pernyataan tersebut akhirnya dianulir dengan menyatakan bahwa Bisa Saja ada Mall Administrasi Tetapi Belun Tentu Tindak Pidana. Catat ini kawan.

Kata “Bisa Saja” itu menyiratkan Belum Ada Keputusan Final. Masih harus diselidiki lagi. Masih harus didalami lagi. Itulah yang saya katakan bahwa KPK Jilid 4 Masuk Angin dan Tidak Profesional. Lembaga Penegak Hukum sekelas KPK ini tiba-tiba menjadi plintat-plintut didalam membuat pernyataan.

Lalu kita bicara dengan Substansi berikut. “Ada Pelanggaran Administrasi Yang berpotensi menimbulkan Kerugian Negara Rp.191 Milyar tetapi belum tentu ada korupsinya”. Catat ini kawan.

Pahami dulu istilah Korupsi, kawan. Defenisi Korupsi adalah Setiap Tindak Perbuatan yang dilakukan Pejabat Negara yang merugikan Negara. Inilah Defenisi Korupsi yang paling mudah dipahami.

Mengapa Pejabat yang menerima Gratifikasi dengan nilai diatas Rp.300 ribu dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan Korupsi?

Jawabannya adalah Karena dengan menerima Gratifikasi sejumlah tersebut maka dapat diindikasikan Pejabat tersebut kemudian akan membalas kebaikan hati si Pemberi Gratifikasi. Dengan wewenang yang dimiliki pejabat yang Menerima Gratifikasi tersebut akan ada potensi untuk melakukan suatu kebijaksanaan yang menguntungkan Pihak Pemberi Gratifikasi sekaligus Merugikan Negara. Sederhana kan?

Jangankan sudah dalam bentuk Gratifikasi, baru menerima janji untuk mendapatkan Gratifikasi saja sudah dapat dikenai pasal Korupsi. Contoh kasus adalah Lutfhfi Hasan Issac dari PKS. Luthfi Hasan tidak merugikan Negara dan Uang Gratifikasinya belum diterimanya (yang Rp. 1 Milyar tersebut) tetapi sudah didakwa melakukan Korupsi.

Jadi Kesimpulannya Korupsi itu bukan sesederhana Hanya Unsur Memperkaya Diri Sendiri saja. Setiap Pejabat yang memperkaya orang lain atau Memfasilitasi Pihak Lain dengan menggunakan Jabatannya dan berpotensi merugikan Negara sudah termasuk dalam kategori Melakukan Tindak Pidana Korupsi.

BPK sudah menyatakan secara Final bahwa Negara Telah Dirugikan senilai Rp.191 Milyar. Logika Waras kita akan menyimpulkan bahwa : Dengan kondisi tersebut maka Pasti ada Pihak lain juga yang diuntungkan senilai angka tersebut.

Masa iya ada yang dirugikan tetapi tidak ada yang diuntungkan? Negara telah dirugikan jadi Logika Warasnya adalah pasti ada Pihak Yang diuntungkan baik oleh Pejabatnya atau Suatu Pihak Lain. Dan siapapun yang menyebabkan hal tersebut bisa dikenai Pasal Korupsi. Itulah Logika Waras seharusnya.

Tetapi KPK Jilid 4 ini memang Lucu. Sama halnya dengan Kasus PT. Brantas terakhir dimana Penyuapnya sudah ditangkap KPK dan jadi Tersangka tetapi Penerima Suapnya ternyata belum bisa disimpulkan (Ditengarai Kajati dan Jampidsus) dan tidak bisa disebut sebagai Tersangka oleh KPK. Begitulah KPK Jilid 4 kita saat ini sehingga sudah banyak pihak yang menyebutnya sebagai Masuk Angin.

Dan kembali ke Kasus Sumber Waras, bahwa dengan Logika Agus Raharjo yang mengatakan bisa ada pelanggaran Administrasi dengan Kerugian Ratusan Milyar Rupiah tetapi belum tentu ada unsur Korupsinya itu adalah Logika Terbodoh yang pernah diucapkan oleh seorang Ketua KPK.

Revaputra Sugito

Referensi tulisan :
Pemrov DKI harus kembalikan kerugian keuangan negara
Agus Raharjo mengatakan pemda DKI bisa saja ada kesalahan adminsitrasi, namun belum tentu pidana


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda