Pengesahan RUU Tax Amnesty inkonstitusi, sama dengan melindungi kejahatan Ekonomi

Pengesahan RUU Tax Amnesty inkonstitusi, sama dengan melindungi kejahatan Ekonomi

potensi penerimaan tax amnesty sebesar Rp165 triliun tidak sebanding dengan besarnya potensi dana yang digelapkan selama puluhan tahun


Awan Santosa, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menilai, rencana pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) bertentangan dengan perintah Undang-Undang Dasar 1945.

Sebab, ujar Awan, kebijakan tax amnesty justru menjadi dasar bagi pemerintah untuk melindungi kejahatan ekonomi trans-nasional.

"Kekayaan yang digelapkan tersebut semestinya diusut bagian mana yang sejatinya aset nasional dan harus dikembalikan," kata Awan Santosa melalui keterangan tertulisnya, Senin (27/6).

Menurut Awan, yang juga Direktur Mubyarto Institute itu, potensi penerimaan tax amnesty sebesar Rp165 triliun tidak sebanding dengan besarnya potensi dana yang digelapkan selama puluhan tahun.

Ia mengungkapkan, jumlah dana yang dilarikan wajib pajak nakal ke luar negeri ditaksir berkisar Rp 4.500 triliun - Rp 11.400 triliun berdasarkan berbagai hasil penelusuran.

"Oleh karenanya, aset tersebut harus ditelusuri dan dikembalikan, bukan dengan memberikan pengampunan," tegasnya.

Awan menegaskan, negara tidak boleh kalah oleh orang per orang. Kekayaan Indonesia yang luar biasa sekira tidak dikelola dengan cara-cara timpang akan memberikan kesejahteraan dan keadilan sosial melalui tata kelola perpajakan yang baik dan benar.

"Soal dana penggelapan pajak yang parkir di luar negeri maka kita bisa urus dengan Sistem Pertukaran Informasi Otomatis yang sudah ditandatangani Pemerintah RI berlaku tahun depan, yang tidak memungkinkan lagi dana pajak disembunyikan di luar. Tidak ada lagi tempat bagi para pengemplang, dana ribuan triliun pun bisa kita selamatkan," jelasnya.

Ia menambahkan, sebenarnya pendapatan nasional Indonesia tidak kurang bila tidak terhisap dalam struktur ekonomi yang timpang.

"Alih-alih tax amnesty, yang kita perlukan adalah realisasi Nawacita untuk melakukan demokratisasi perekonomian. Kita memerlukan reformasi perpajakan dengan basis negara yang memegang kontrol atas sektor strategis ekonomi nasional, sehingga tidak banyak lagi kekayaan yang tersedot ke luar atau masuk ke kantong kantong orang per orang," paparnya.

Awan Santosa menyebutkan ekonomi Indonesia masih terjerat ketimpangan struktural. Segelintir elit pemodal menguasai berbagai sektor-sektor vital perekonomian, tentu dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh Undang-Undang Dasar.

Mode ekonomi yang timpang, tidak adil, dan tidak demokratis ini, kata dia, akhirnya memunculkan berbagai kejahatan ekonomi lanjutan, seperti penggelapan pajak, pencucian uang, bisnis offshore, dan berbagai kejahatan berkedok transaksi perbankan.

"Pajak sebagai instrumen redistribusi kesejahteraan belum efektif mengingat mode ekonomi yang tidak sejalan dengan amanat konstitusi," ucapnya. (ags/gen)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda