Ada keanehan pada jejak perjalanan Ramlan Butarbutar alias kapten pincang, otak dibalik perampokan dan penyekapan di rumah mewah Pulomas, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu yang menyebabkan tewasnya enam orang.
Berdasarkan catatan kejahatannya yang dimiliki Ramlan, seharusnya Ramlan kini mendekam dalam penjara bersama dua anak buahnya, Johny Sitorus dan Posman Sihombing. Ketiganya, ditangkap anggota Polres Depok Kota, atas aksi perampokan dan penyekapan di rumah warga negara Korea Selatan, yang terjadi pada 12 Agustus 2015.
Johny Sitorus dan Posman Sihombing sendiri telah divonis oleh Pengadilan Negeri Depok, masing-masing dikenai hukuman tujuh tahun dan enam tahun penjara. Sementara, Ramlan sebut polisi sebagai otak dari perampokan tersebut, tidak jelas statusnya.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dari Kejaksaan Negeri Kota Depok, Priatmaji, mengatakan penyidik kepolisian pada kala itu, telah menjerat Ramlan, Johny Sitorus dan Posman Sihombing dengan Pasal 365 ayat 2 atas kasus pencurian dengan kekerasan dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara.
“Jadi saat itu berkas SPDP masuk ke kita tanggal 18 Agustus 2015. Kejadian (peristiwa perampokannya) Agustus 2015 sekitar pukul 14.30 WIB. Masuk ke sini dengan penunjukan jaksa, A.B Ramadan dan Erna,” ucap Priatmaji seperti dikutip dari Vivanews, Kamis, 29 Desember 2016.
Ketika itu aku Priatmaji, dalam berkas perkara yang dilimpahkan penyidik kepolisian, tertera tiga nama tersangka perampokan yang dapat diperkarakan jaksa di pengadilan, yakni Ramlan Butarbutar, Johny Sitorus dan Posman Sihombing.
Namun, seiring dengan berjalannya kasus tersebut, hanya Johny Sitorus dan Posman Sihombing yang harus berhadapan dengan meja pengadilan. Sementara Ramlan sendiri, tidak diadili karena Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Depok Kota, saat itu, mengirimkan surat yang berisi permohonan pembantaran atau perawatan atas nama Ramlan.
“Namun berjalannya penyelidikan ada surat dari Kasat Reskrim Polresta Depok dengan nomor surat, B/ 1530/IX/2015 yang isinya permohonan pembantaran (dirawat) di RS Polri untuk tahanan atas nama Ramlan Butarbutar. Iya, isinya permohonan untuk melakukan pemeriksaan medis karena yang bersangkutan dalam keadaan tidak sehat dan sering mengeluhkan sakit,” ungkap dia.
Merujuk pada surat itu, lanjut Priatmaji pada tanggal 2 September 2015, dilakukan pembataran. “Berkasnya kemudian dipisah dari tiga orang itu, dua dimajukan untuk penuntutan satu lagi masa perawatan, ya Si Ramlan itu. Yang disidang Johny divonis selama 7 tahun dan Sihombing divonis 6 tahun,” jelas Priatmaji.
Sejak perawatan itu tambah dia, jaksa menyatakan berkas perkara Ramlan sudah lengkap alias P21 dan meminta penyidik kepolisian untuk menyerahkan Ramlan ke kejaksaan beserta barang bukti. Tetapi, penyidik kepolisian tidak juga menyerahkan Ramlan.
“Jadi sejak dibantarkan kemudian oleh jaksa di P21 kemudian berkas dinyatakan lengkap dan kami panggil lagi dengan P21 tipe A, belum diserahkan lagi tersangka dengan barang buktinya. Berdasarkan SOP kami, maka kami kembalikan berkas perkara berikut SPDP yang kami terima ke penyidik. Artinya berkas perkara dikembalikan lagi harus dengan tersangka,” jelas Priatmaji.
Anehnya, dalam kurun waktu setahun, Ramlan diketahui kembali beraksi di rumah Dody Triono. Bersama tiga anak buahnya, Ramlan merampok pengusaha tersebut. Pihak kepolisian kemudian menyebut jika saat beraksi merampok rumah pengusaha itu, Ramlan memang sedang diburu karena masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polresta Depok.
Tentu saja hal ini berbeda dengan apa dibeberkan Priatmaji, Pasalnya Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Pol Muhammad Iriawan. menyebut jika Ramlan telah diadili atas kasus di Depok itu.
“Ramlan Butarbutar telah diadili dan divonis selama delapan bulan penjara, setelah keluar dia kembali melakukan kejahatan di wilayah Depok, dia masuk DPO, sampai diketahui lagi merampok di Pulomas,” jelas Iriawan, Kamis, 29 Desember 2016.
Kapolda justru tidak mengetahui jika Ramlan dibantarkan, dia akan mengecek dan mendalami informasi itu. (Dedy Kusnaedi)