Model Investasi RRT di Indonesia Melanggar TAP MPRS/NO.XXV/1966

Model Investasi RRT di Indonesia Melanggar TAP MPRS/NO.XXV/1966

Seluruh pinjaman yang diberikan pada Indonesia ada klausul bahwa pinjaman tersebut dapat dikonversi dalam kepemilikan Equity (saham)


Investasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di indonesia yang didukung penuh oleh negara komunis China baik melalui equity placement pada sektor perbankan, meupun pada sektor corporasi, sektor infrastruktur adalah merupakan sektor yang paling banyak diminati oleh Pemerintah Komunis China, disamping sektor pertambangan dan Energi, mekanisme Investasi Pemerintah komunis China dilakukan baik melalui investasi langsung, joint venture dengan BUMN, Swasta maupun private partnership Participation.

Sejarah Investasi Asing di Indonesia di mulai sejak tahun 1967, di tandai dengan berdirinya Freeport di timika, pada waktu pertama kalinya Freeport dibangun tidak ada warga negara Amerika berbondong bondong datang ke Indonesia untuk bekerja dan membangun freeport di timika, sangat kontras dengan model investasi China di indonesia saat ini.

Besarnya Investasi swasta China di Indonesia yang didukung pemerintah komunis China pada Tahun 2015 adalah USD 26,4 milliar atau 12,5% dari total budget Investasi China keluar Negeri yaitu 220 Milliar USD, kalau di tambah dengan pinjaman dalam bentuk bilateral antara pemerintah China dengan Indonesia sebesar USD$60 milliar, dan dalam bentuk billateral Currency Swap Agreement sebesar USD$23 milliar, serta equity placement conversi pada Perbankan Nasional sebesar USD$3 milliar, Republik Rakyat Tiongkok memiliki GDP 9,2 Triliun USD, dan memiliki cadangan devisa 3,37 Triliun USD, bandingkan dengan Indonesia hanya memiliki cadangan devisa USD$110 milliar.

Di lihat dari postur ketersedian cadangan devisa dari sisi agregat pinjaman tersebut telah melampaui kapasitas fiskal Nasional Indonesia, sehingga untuk mengcover pinjaman China tersebut sudah pasti Indonesia tidak sanggup membayar kembali pinjaman tersebut. Pinjaman pemerintah China tersebut hanya dapat dibayar dengan cara mengkoversi pinjaman tersebut menjadi kepemilikan Saham pada sektor korporasi BUMN.

Konversi pinjam tersebut menjadi kepemilikan Pemerintah China terhadap BUMN nasional akan membawa pengaruh buruk terhadap bahaya laten komunis pada sektor produksi, ini melanggar TAP MPRS/ NO.XXV/1966, tentang penyebaran paham komunis di seluruh wilayah kedaulatan Negara Republik Indonesia adalah dilarang.


Pemerintah China Versus TAP MPRS/ NO.XXV/1966

Tiongkok butuh Indonesia, untuk penyerapan tenaga kerjanya serta barang barang produk China, di samping itu RRT membutuhkan pengaruh lebih besar pada politik Indonesia untuk menguasai politik dunia khususnya pada dunia Islam, besarnya jualan RRT pada Indonesia dalam bentuk Cash, mesin mesin dan tenaga kerja.

Tentu hal ini membutuhkan kekuasaan politik yang stabil untuk menjamin bahwa Pinjaman, investasi serta kerja sama antara Indonesia dengan pemerintahan China komunis secara politik berkesimbungan.

Model pinjaman dan persyaratan investasi RRT di Indonesia adalah tidak lazin,kenapa Pengusaha RRT yang melakukan Investasi ke Indonesia dengan cara memboyong kepentingannya seperti Tenaga kerja, mesin mesin dan modal, dan idiologi komunis, saya katakan ini tidak sesusi dengan persyaratan OECD, karena memang China tidak masuk dalam kelompok Negara Negara OECD, dalam prinsip investasi harus ada persyaratan lokal content, membangun sebuah power plant dengan kapasitas 500 MW mengapa harus mendatangkan tenaga kerja kasar dari China sampai 1000 orang.

Ini yang saya katakan tidak lazim, pada hal untuk membangun Power plant dengan kapasitas 500 MW cukup membutuhkan tenaga kerja expert 50 Orang. Ada kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh pemerintah China komunis pada Indonesia, serta Investasi swasta China pada Indonesia bersifat convertible.

Artinya bahwa seluruh pinjaman yang diberikan pada Indonesia ada klausul bahwa pinjaman tersebut dapat dikonversi dalam kepemilikan Equity (saham), tentu untuk dapat mengkoversi pinjaman tersebut menjadi kepemilikan China pada berbagai Asset produksi Milik Negara Indonesia membutuhkan dukungan politik dan kekuasaan, sektor produksi mana saja yang berpotensi akan di kuasai Pemerintah komunis China terhadap Assets Negara Indonesia:

PLN, Pertamina, jalan Toll, konstruksi, pertambangan, perkebunan, perbangkan, Industri, Oil dan Gas, transportasi, kemaritiman dan properti, ini bisa kita lihat bahwa Sektor perbankan pemerintah China menempatkan Dana cash segar pada Bank Mandiri, BNI, BRI sebesar 3 milliar USD dalam bentuk equity placement.

Kalau dana ini di konversi jadi saham maka pemerintah China mempunyai kepemilikan pada ke tiga bank tersebut senilai 35%, ditambah injeksi tambahan modal dengan membeli obligasi recap yg di berikan pemerintah Indonesia tahun 2001 pada ketiga Bank tersebut maka kepemilikan Pemerintah China naik menjadi 52% minimal, demikian juga pada sektor konstruksi, total pinjaman yang diberikan pada perusahaan jasa kostruksi sebesar PT. Adhi Karya USD$ 1,6 milliar, wijaya karya USD$ 4,06 milliar.

Kalau pinjaman ini dikonversi jadi kepemilikan maka pemerintah China komunis memiliki 56% kepemilikan pada sektor jasa kontruksi BUMN, bagaimana mana dengan sektor Energy dan pertambangan, Pemerintah China komunis memberikan pinjaman pada PLN sebesar USD$ 10 milliar, kalau pinjaman pemerintah China komunis ini di konversi jadi saham maka kepemilikan pemerintah China komunis bisa mencapai 52%. Demikian juga pada PT. Pelabuhan Indonesia pinjaman yang diberikan oleh pemerintah China Komunis adalah USD$3,76 milliar, PT Aneka Tambang sebesar USD$5,92 milliar, dan ternyata hampir semua sektor BUMN menerima pinjaman konversi dari pemerintah China.

Instalasi hutang Pemerintah China komunis pada Pemerintah Indonesia, pemerintah China saya khawatir Pemerintah China meminta negatif convenant agar pinjaman tersebut harus di konstruksi dalam sistem politik idiologi,dan kekuasaan, konstruksi ini tentu memasukan hal hal yang historis seperti pengusaha etnis Tionghoa dan warga tionghoa indonesia di berikan hak hak yang sama dalam kekuasaan politik Indonesia, tentu ini di dasari kepentingan RRT untuk menjadikan indonesia sebagai bagian dari pasar ekonominya termasuk memasarkan ideologi komunis di Indonesia sebagai bagian dari sejarah yang terputus.

Dari penjelasan di atas bahwa sesungguhnya Indonesia setiap saat dapat dibeli Pemerintah Komunis China kapan saja mereka mau jika Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik, dan kita harus sadar bahwa krisis politik dan krisis ekonomi pemerintah China bisa mereka ciptakan dengan mudah, dan ini sekaligus bahwa pinjaman tersebut berpotensi sebagai bom waktu bagi NKRI.

Kondisi ini sangat berat, kedaulatan Negara Republik Indonesia jadi taruhan pinjaman Pemerintah China komunis tersebut, pengaruh Investasi cash ini memiliki implikasi bahaya laten komunis pada BUMN, dan ini akan semakin berbahaya mana kala benar benar pinjaman tersebut di konversi jadi kepemilikan saham pada BUMN.

Secara legal korporasi akan menempatkan komposisi dewan direksi, akibatnya penyebaran paham komunis akan memasuki BUMN, ini jelas melanggar TAP/MPR/NO.XXV/1966 tentang pelarangan penyebaran paham komunis di Indonesia baik melalui kedok Investasi maupun lewat orang perorangan maupun organisasi apapun juga.

Tenaga Kerja China Versus TAP MPRS/ NO. XXV/1966.

Pemberian bebas visa pada Negara seperti RRT dimana Idiology Negara tersebut pernah melakukan pemberontakan idiologi komunis di Indonesia, bebas VISA pada RRT sangat mengancam kestabilan politik dalam Negri, Indonesia mengalami traumatik idiologi komunis atas kejahatan kemanusian dimulai tahun 1948 dan puncaknya mereka membunuh 7 Jendral Angkatan Darat.

Pemerintah Indonesia memasukan China sebagai salah satu Negara yang menerima bebas VISA, dan semua Rakyat Indonesia tau bahwa China menganut Idiologi komunis, dimana berdasarkan TAP MPRS/ NO. XXV/ 1966 dengan jelas melarang segala faham komunis di Indonesia. TAP MPRS tersebut secara tegas melarang warga negara Indonesia menganut Idiologi Komunis termasuk menggunakan artribut serta dilarang mendirikan dan menyebarkan paham komunis maupun organisasi dalam bentuk apapun yang beraliran komunis.

Pemberian bebas visa pada China secara historis dan konstitusi adalah pelanggaran sejarah dan Konstitusi dan sangat membahayakan NKRI, bangkitnya kembali paham komunisme di Indonesia salah satu trigernya adalah aliran investasi RRT ke Indonesia, serta masifnya aliran tenaga kerja warga negara China masuk ke Indonesia yang sudah menghawatirkan, masuknya tenaga kerja warga negara China secara massive, sistimatis dan terstruktur, mereka masuk secara ilegal, memalsukan dokumen warga negara, bahkan memasukan bakteri pada bibit capai.

Bulum pernah ada dalam sejarah modern umat manusia bahwa ada negara yang melakukan Investasi di Indonesia dengan memasukan warga negaranya sebagai tenaga kerja rendah secara massive kecuali Negara China komunis. TAP MPRS/ NO. XXV/ 1966 adalah merupakan payung hukum tertinggi tentang pelarangan penyebaran paham komunis di seluruh wilayah hukum Negara Kedaulatan Republik Indonesia.

Masuknya tenaga kerja warga Negara China yang menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, adalah sangat menghawatirkan dan rentan terhadap penyebaran paham komunis pada daerah tempat mereka bekerja, kalau warga negara Indonesia saja dilarang menyebarkan paham komunis di Indonesia apalagi warga negara China komunis, oleh sebab itu pemberian bebas Visa pada Negara China adalah merupakan penghianatan terhadap sejarah Bangsa Indonesia serta pelanggaran berat terhadap TAP MPRS/ NO. XXV/1966. (Habil Marati)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda