Belanjalah ke Mini Mart Milik Umat, jargon baru jaringan tengkulak menggusur usaha rakyat kecil

Belanjalah ke Mini Mart Milik Umat, jargon baru jaringan tengkulak menggusur usaha rakyat kecil

“Homo homini Lupus“ Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya, ternyata benar terjadi dihadapan rakyat kecil yg berusaha mengais sedikit Rizki


Dengan adanya demo 2012 di Jakarta yang dihadiri jutaan umat Islam agar Ahok dipenjara karena dianggap menista agama, ternyata para tengkulak mendapat ide untuk berbisnis ritel yang akan mendatangkan profit menggiurkan dengan jargon Belanjalah ke Mini Mart Milik Umat. 

Melihat antusias para tengkulak dalam membangun ritel modern ini, maka secara tak langsung akan menambah gerai ritel yang sudah ada dan menjamur di pelosok negeri ini. Hal tersebut tentu akan berdampak semakin cepatnya warung atau toko milik rakyat kecil mati suri, mati segan hidup tak mampu karena kalah modal untuk bersaing.

Pesan simpatik ternyata hanya bualan !, cuplikan berita :

Pegiat gerakan Belanja di Warung Tetangga (BDWT) menyerukan warga Desa Wanayasa, Purwakarta, mengurangi belanja di minimarket berjejaring.

Hasil penelitian pegiat BDWT selama 2016, uang warga yang masuk ke satu minimarket saja di Desa Wanayasa mencapai angka miliaran rupiah.

Data itu mereka peroleh berdasarkan hasil neraca keuangan satu minimarket dan wawancara kepada pembeli di minimarket.

Koordinator pegiat BDWT, Ikhsan Firmansyah, mencontohkan dalam lima hari kerja saja uang yang masuk per hari mencapai Rp 30 juta hanya dari satu minimarket di satu desa.

Pihaknya juga membandingkan pemasukan uang ke minimarket pada momen Ramadan dan saat Lebaran Idul Fitri 2016. Ia merinci, uang warga masuk ke satu minimarket di desa itu pada puasa selama 20 hari sekitar Rp 600 juta dan pada akhir pekan sebesar Rp 240 juta.

Pemasukan uang warga ke minimarket pada momen menjelang lebaran atau selama dua hari saja, kata dia, angkanya fantastis yakni senilai Rp 400 juta. (tribunnews)


"Belanjalah di warung tetangga", demikian pesan H. Mudjiono, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Bali.

Dalam arahannya, H. Mudjiono berharap agar para pengurus dan kadernya dapat menyusun program kerja yang realistis dan tidak teoritis. Ia memberikan contoh apa yang dilakukan oleh salah satu kader PKS Kota Denpasar, H.Nur Asyur yang senantiasa mengagendakan membeli kebutuhan harian rumah tangganya di warung tetangga.

Tidak hanya berdampak pada ekonomi kerakyatan, tetapi ini juga dapat menjadi ajang silaturahim bagi kader PKS dengan para tetangga. "Bukankah Islam juga mengajarkan ummatnya untuk senantiasa berbuat baik kepada tetangganya?", tambah H. Mudjiono. (mudjiono)

Bisnis yang menggiurkan bagi para tengkulak

Indonesia merupakan surga bagi pelaku industri ritel, tak terkecuali pemain ritel dunia. Pasar Indonesia menjadi perhatian pemain ritel dunia. Apalagi, jumlah penduduk Indonesia mencapai 255 juta dengan capaian gross domestic product (GDP) Rp 4.000 triliun lebih.

Berdasarkan data dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pada 2005, omzet ritel modern tercatat Rp 42 triliun, kemudian meningkat lagi pada 2006 menjadi Rp 50,8 triliun dan pada 2008 meningkat menjadi Rp 58,5 triliun.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan kenaikan omzet ritel pada 2017 kurang lebih sebesar 10% dengan nilai omzet kurang lebih mencapai Rp 219 triliun, diluar nilai makanan dan minuman olahan. Ketua Umum Aprindo Roy Mandey dalam jumpa pers mengatakan bahwa dengan target pertumbuhan ekonomi pada 2017 sebesar 5%-5,4% diharapkan mampu mendorong daya beli masyarakat khususnya pada sektor ritel modern.

"Pada 2017 diharapkan ada kenaikan, paling tidak sama dengan tahun 2016 yakni 10 persen atau lebih," kata Roy, di Jakarta. Berdasarkan data Aprindo, tercatat bahwa omzet ritel pada 2015 sebesar Rp181 triliun dan diperkirakan meningkat pada 2016 menjadi sebesar Rp199,1 triliun. Nilai tersebut diluar transaksi makanan dan minuman olahan yang pada 2015 mencapai Rp1.430 triliun. (okezone)

Toko dan warung rakyat kecil mati segan hidup tak mampu.

Pasar Tradisional yang selama ini menopang para pelaku industri seperti terlupakan, mereka tergerus oleh pelaku industri itu sendiri dimana banyak pelaku industri melakukan kebijakan harga dan marketing support yang hanya memberikan keuntungan bagi Ritel Modern.


Koperasi Syariah 212

Ketua 1 Koperasi Syariah 212 Ustadz Valentino Dinsi menerangkan, pada dasarnya konsep Kita Mart tidak akan jauh berbeda dengan minimarket lain yang ada di Indonesia.

Menurut Valentino, perbedaan  Kita Mart yaitu cara memiliki yang tergolong mudah, serta bisnis berbasis komunitas yang bisa dimiliki lebih dari satu orang.

"Sebab dana yang dibutuhkan untuk bisa memiliki Kita Mart dibagi menjadi tiga tipe. Tipe A Rp 175 juta, tipe B Rp 300 juta, dan tipe C yang paling besar Rp 400 juta," ujar pimpinan Majelis Taklim Wirausaha (MTW) tersebut. (republika)

Yang jadi pertanyaan lalu apa bedanya jika isi toko yang dijual sama dengan yang dijual oleh pedagang baik di pasar, toko atau warung-warung  kecil ? bukankah dengan berdirinya convenience store yang berlabel Islam tak beda dengan pembunuh, seperti halnya mart-mart yang lain, Walaupun dengan embel-embel milik umat, tentu umat yang berduit.

Kesimpulanya :

Tengkulak berjaring akan tetap diuntungkan, karena seluruh isi kebutuhan ritel akan di pasok oleh jaringannya ! mereka akan mengambil ongkos distribusi dan potongan khusus dari produsen besar.

Dan... kita tau hampir 80 persen produsen pabrikan adalah milik konglo Cina, berarti usaha ritel akan semakin memperkaya sang taipan dengan semakin banyaknya distributor (reseller) yang bermunculan.

Mini mart OK OC milik Sandiaga Uno


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda