Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akhirnya menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Honggo Wendratno. Padahal, tersangka kasus korupsi penjualan kondensat negara itu diduga sudah berada di luar negeri sejak lama.
DPO itu diterbitkan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) 26 Januari 2018. Ditandatangani Wakil Direktur Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitonga.
Foto Honggo yang dicantumkan di DPO tidak mengenakan kacamata. Padahal, berdasarkan foto yang beredar, pria kelahiran 12 September 1946 itu mengenakan kacamata.
Di situ juga dicantumkan nomor paspor, nomor KTP hingga sangkaan pidana yang dilakukan bekas pemilik Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) itu.
"Draft DPO sudah disebar, didistribusikan ke seluruh Polda dan kepolisian di seluruh wilayah Indonesia," kata Daniel. Masyarakat yang mengetahui keberadaan Honggo diimbau untuk memberitahukannya ke kantor polisi terdekat.
Hingga kini, Bareskrim masih berkutat mencari Honggo di Tanah Air, dengan menyambangidan menggeledah kediamannya di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan.
Padahal, Honggo sudah pergi ke Singapura ketika kasus kondensat mulai disidik di era Kepala Bareskrim Budi Waseso 2015 lalu.
Direktur Tipideksus Bareskrim saat itu, Brigadir Jenderal Victor Edinson Simanjuntak langsung menggebrak dengan menggeledah kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dulu bernama Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Tak hanya itu, Victor memanggilHonggo Wendratno. Namun bekas pemilik dan Direktur Utama TPPI itu selalu mangkir dan mengundur-undur pemeriksaan. "Kuasa hukum bilang setelah tanggal 29 (Mei) saja," kata Victor dalam keterangan pers 22 Mei 2015.
Diam-diam, Honggo pergi ke Singapura dengan dalih hendak berobat. "Penasihat hukumnya minta diperiksa di Singapura karena yang bersangkutan sakit. Ada surat dari penasihat hukumnya, Ariyanto SH," lanjut ungkap Victor, 8 Juni 2015.
Victor mengaku dua kali menerima surat keterangan medis (medical certificate) dari dokter Singapura yang diserahkan kuasa hukum Honggo. Surat itu menyatakan Honggo sakit dan perlu menjalani operasi bedah jantung.
"Dikhawatirkan, kalau kembali ke Indonesia nanti akan lebih fatal. Dia (Honggo) berjanji kalau sudah operasi akan kembali ke Indonesia," kata Victor.
Namun Bareskrim justru mempercepat pemeriksaan sebelum Honggo dioperasi. Penyidik pun dikirim ke Singapura. "(Pemeriksaan) di Kedutaan Besar Indonesia di negara itu. Hasil pemeriksaan harus diketahui, ditandatangani dan dicap kedutaan. Akan dilakukan sebelum operasi," ujar Victor.
Sejak pemeriksaan itu, Honggotak pernah lagi pulang ke Tanah Air. Hingga Budi Waseso dan Victor lepas jabatan dari Kepala Bareskrim dan Direktur Tipideksus.
Pengganti Victor, Brigjen Bambang Waskito melanjutkan penyidikan. Upaya membawa pulang Honggo tak membuahkan hasil hingga Bambang menyerahkan tongkat komando Direktur Tipideksus kepada Agung Setya.
Agung, bekas Wakil Direktur Tipideksus pernah mengirim penyidik ke Singapura untuk melalui pemeriksaan tambahan terhadap Honggo.
Pemeriksaan ini untuk melengkapi berkas perkara setelahdikembalikan kejaksaan. "Dibutuhkan keterangan lanjutan dari tersangka yang kini sakit di Singapura," kata Agung. Namun penyidik gagal memeriksa Honggo.
Setelah penyidikan lebih dari dua tahun, Kejaksaan Agung akhirnya menyatakan berkas perkara kondensat lengkap. Kejaksaan pun meminta Bareskrim menyerahkan tersangka.
Permasalahan pun muncul. Honggo belum bisa dibawa pulang. Sementara kejaksaan meminta semua tersangka diserahkan sekaligus.
Pelimpahan tersangka Raden Priyono (bekas Kepala BP Migas) dan Djoko Harsono (bekas Deputi Finansial, Ekonomi dan Pemasaran BP Migas) pun batal. Padahal, keduanya sudah memenuhi panggilan Bareskrim.
Kilas Balik
Kejaksaan Bisa Sidangkan Perkara Kondensat Tanpa Kehadiran Tersangka
Berkas perkara kasus korupsi penjualan kondensat jatah negara oleh Trans Pacific Petrochemical Indotama (TTPI) sudah dinyatakan lengkap atau P21. Bareskrim ditagih menyerahkan tersangka kasus itu ke kejaksaan.
Termasuk Honggo Wendratno, bekas pemilik TPPI yang diketahui bermukim di Singapura. "Harapan kita kepada penyidik (Bareskrim) tentunya supaya tidak ada kesan disparitas, usahakan si Honggo ini diserahkan di Indonesia. Diserahkan pada kita supaya penyelesaiannya bisa dilakukan secara serentak," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Menurut Prasetyo, Honggo bisa saja disidangkan secara in absentia jika tak bisa dibawa pulang. "Kita sudah pernah melakukan persidangan in absentia. Jangan kaget nanti kalau misalnya in absentia," kata Prasetyo.
Jika sampai Honggo disidang secara in absentia, dia bakal dikenakan hukuman lebih berat lantaran dianggap menghambat proses hukum.
"Saya tentunya mengimbau kepada Honggo yang sekarangdi Singapura, pulanglah keIndonesia. Pertanggungjawabkan perbuatan supaya proses hukumnya selesai," imbau Prasetyo.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menyatakan berkas perkara kasus kondensat telah lengkap.
Kejaksaan menerima pelimpahan dua berkas perkara dari penyidik Bareskrim pada 18 Desember 2017.
Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu Raden Priyono (bekas Kepala Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas/BP Migas) dan Djoko Harsono (bekas Deputi Finansial, Ekonomi dan Pemasaran BP Migas).
Sedangkan berkas kedua atas nama tersangka bekas Direktur Utama sekaligus pemilik TPPI Honggo Wendratno.
Kasus ini diduga menyebabkankerugian negara hingga 2,716 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp 35 triliun.
"Ada sekitar enam pelanggaran hukumnya dalam kasus ini. Tapi saya tidak buka. Karena itu strategi jaksa membawa perkara ini ke pengadilan," kata Adi.
Setelah berkas perkara P21, kejaksaan tinggal menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Bareskrim.
"Segera pelimpahan tahap dua: barang bukti dan tersangkanya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya.
Termasuk Honggo yang saat ini masih di Singapura. "Pasti akan diserahkan semuanya (tersangka)," tandas Agung.
Agung mengatakan akan mengirim tim untuk membawa pulang Honggo. Namun dia belum memastikan kapan tim Bareskrim berangkat ke negara tetangga itu.
Sebelumnya, Bareskrim menjalin kerja sama dengan otoritas Singapura untuk bisa membawa pulang Honggo. Honggo bermukim di negara singa putih untuk perawatan sakit jantung. Ia sempat menjalani operasi. Namun kini tak diketahui lagi kondisi kesehatannya. (rml)
Termasuk Honggo Wendratno, bekas pemilik TPPI yang diketahui bermukim di Singapura. "Harapan kita kepada penyidik (Bareskrim) tentunya supaya tidak ada kesan disparitas, usahakan si Honggo ini diserahkan di Indonesia. Diserahkan pada kita supaya penyelesaiannya bisa dilakukan secara serentak," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Menurut Prasetyo, Honggo bisa saja disidangkan secara in absentia jika tak bisa dibawa pulang. "Kita sudah pernah melakukan persidangan in absentia. Jangan kaget nanti kalau misalnya in absentia," kata Prasetyo.
Jika sampai Honggo disidang secara in absentia, dia bakal dikenakan hukuman lebih berat lantaran dianggap menghambat proses hukum.
"Saya tentunya mengimbau kepada Honggo yang sekarangdi Singapura, pulanglah keIndonesia. Pertanggungjawabkan perbuatan supaya proses hukumnya selesai," imbau Prasetyo.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menyatakan berkas perkara kasus kondensat telah lengkap.
Kejaksaan menerima pelimpahan dua berkas perkara dari penyidik Bareskrim pada 18 Desember 2017.
Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu Raden Priyono (bekas Kepala Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas/BP Migas) dan Djoko Harsono (bekas Deputi Finansial, Ekonomi dan Pemasaran BP Migas).
Sedangkan berkas kedua atas nama tersangka bekas Direktur Utama sekaligus pemilik TPPI Honggo Wendratno.
Kasus ini diduga menyebabkankerugian negara hingga 2,716 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp 35 triliun.
"Ada sekitar enam pelanggaran hukumnya dalam kasus ini. Tapi saya tidak buka. Karena itu strategi jaksa membawa perkara ini ke pengadilan," kata Adi.
Setelah berkas perkara P21, kejaksaan tinggal menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Bareskrim.
"Segera pelimpahan tahap dua: barang bukti dan tersangkanya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya.
Termasuk Honggo yang saat ini masih di Singapura. "Pasti akan diserahkan semuanya (tersangka)," tandas Agung.
Agung mengatakan akan mengirim tim untuk membawa pulang Honggo. Namun dia belum memastikan kapan tim Bareskrim berangkat ke negara tetangga itu.
Sebelumnya, Bareskrim menjalin kerja sama dengan otoritas Singapura untuk bisa membawa pulang Honggo. Honggo bermukim di negara singa putih untuk perawatan sakit jantung. Ia sempat menjalani operasi. Namun kini tak diketahui lagi kondisi kesehatannya. (rml)