BI: Indonesia tidak bisa hidup tanpa utang, Faisal Basri: Utang RI lebih banyak untuk bayar pegawai

BI: Indonesia tidak bisa hidup tanpa utang, Faisal Basri: Utang RI lebih banyak untuk bayar pegawai

Utang ini merupakan sesuatu yang wajar, negeri ini tidak bisa hidup tanpa utang. Sama dengan kita sebenarnya, kita juga punya KPR dan kredit mobil.


Indonesia Tidak Bisa Hidup Tanpa Utang

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan pentingnya utang luar negeri untuk kemajuan Indonesia. Menurutnya, dana dari dalam negeri saja tidak dapat diandalkan.

“Kalau hanya membangun dari dana dalam negeri, pertumbuhan kita mungkin hanya setengah dari sekarang,” katanya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (2/4).

Ia mengatakan, jika menjumlahkan dana dari perbankan domestik seperti Bank Mandiri, BTN, Bank Danamon, dan lainnya, hanya berjumlah 35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Lalu apabila ditambahkan dengan dana pensiun, asuransi, dan semacamnya, hanya akan menghasilkan 50% dari PDB.

“Makanya utang ini merupakan sesuatu yang wajar, negeri ini tidak bisa hidup tanpa utang. Sama dengan kita sebenarnya, kita juga punya KPR dan kredit mobil. Yang penting adalah menjaga rasio yang sehat,” lanjutnya.

RI Utang Banyak Bukan untuk Infrastruktur

Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengkritik penggunaan utang luar negeri pemerintah yang selama ini dinarasikan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Padahal, menurut data yang ia kumpulkan, utang luar negeri paling banyak digunakan untuk belanja pegawai.

Menurut datanya, proyeksi belanja pegawai pada 2018 adalah sebesar Rp 366 triliun, atau naik 28% sejak 2014. Sementara di posisi kedua adalah belanja barang sebesar Rp 340 triliun atau naik 58% sejak 2014.

Sementara infrastruktur, yang masuk dalam kategori capital, berada di urutan ketiga yakni sebesar Rp 204 triliun atau naik 36% sejak 2014.

"Infrastruktur itu paling banyak dibiayai dari utang BUMN, yang tidak masuk dalam kategori utang yang direncanakan," katanya di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Selasa (3/4)

Proyek-proyek besar, menurutnya, kebanyakan dilakukan dengan penugasan kepada BUMN. Sebagian kecil dimodali dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan selebihnya BUMN disuruh mencari dana sendiri.

"Beberapa BUMN pontang-panting membiayai proyek-proyek pemerintah pusat dengan dana sendiri sehingga kesulitan cash flow, mengeluarkan obligasi, dan pinjaman komersial dari bank. Selanjutnya, BUMN menekan pihak lain dengan berbagai cara," katanya.

Sementara pengeluaran modal untuk sosial malah menurun sebesar 44% sejak tahun 2014. Proyeksi expenditure untuk sektor ini adalah sebesar Rp 81 triliun pada 2018.

"Kita termasuk negara dengan social safetiness terburuk se-Asia Pasifik," katanya.

Data Bank Indonesia hingga akhir Januari 2018 menunjukkan utang luar negeri Indonesia meningkat 10,3% (year on year/yoy) menjadi USD 357,5 miliar atau sekitar Rp 4.915 triliun (kurs: Rp 13.750). Rinciannya, Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan Rp 2.394 triliun utang swasta. (k)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel