Saat ini, kita hidup di era Revolusi Industri Keempat (Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, 2017).
Era yang diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), era super komputer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis, inovasi, dan perubahan yang terjadi dalam kecepatan eksponensial yang akan mengakibatkan dampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, politik, bahkan membuka perdebatan atas definisi manusia itu sendiri.
Era yang menegaskan dunia sebagai kampung global (Marshall McLuhan, The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man, 1962).
Indonesia tentu tak mau ketinggalan dengan beragam kebijakan global.
Sebagaimana Jokowi juga telah secara resmi meluncurkan peta jalan "Making Indonesia 4.0" pada tanggal 4 April lalu di sela-sela Indonesia Industrial Summit 2018.
Peta jalan tersebut digagas oleh Kementerian Perindustrian yang pada intinya ditujukan untuk mengupayakan revitalisasi industri nasional secara komprehensif.
Globalisasi pendidikan dan revolusi industri 4 tak terelakkan dan harus dihadapi generasi milenial hari ini. Didahului fenomena globalisasi sekitar satu dekade lebih awal, dan kemudian disusul Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0) sejak Forum Ekonomi Dunia di Davos tahun 2016.
Bagaimana keterlibatan intelektual pendidikan tinggi untuk menyukseskan agenda tersebut? Terkait pelaksanaan program prioritas nasional, Menurut Nasir, Kemenristekdikti tetap melakukan secara relevan dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0.
Program terkait riset dan pengembangan diarahkan pada penciptaan teknologi masa depan yang mendukung revolusi industri 4.0, sedangkan program terkait inovasi diarahkan pada pemanfaatan teknologi maju dan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, membebaskan nomenklatur prodi untuk mendukung pengembangan kompetensi industri serta membangun teaching factory industri 4.0 (link sumber)
Pelaksanaan beragam konsep di atas menghasilkan kaum intelektual yang semakin tersibukkan dengan ambisi-ambisi yang diaruskan secara sistemik dalam dunia pendidikan.
Pendidikan dalam arus kapitalistik semakin menjerat intelektual dan mengarahkannya menjadi budak-budak kapitalisme-neoliberalisme.
Dunia pendidikan diibaratkan sebagai pasar, tempat para akademisi kampus bertransaksi, menggadaikan ilmu yang didapat untuk kepentingan-kepentingan korporasi.
Maka wajar jika didapati bahwa hari ini dengan kesibukan luar biasa yang dihadapi oleh sebagian besar mahasiswa menjadikan mereka semakin terlena dengan urusan duniawi.
Banyaknya kompetisi, proyek, baik itu sokongan dari swasta maupun dari pihak kampus yang semakin digencarkan cukup menggiurkan bagi mahasiswa. Berlomba mengejar predikat juara dan dana yang sebenarnya tak seberapa menjadi fenomena yang mengisi dunia mahasiswa.
Melalui program-program Revolusi Industri 4 menjadikan salah satu cara menyibukkan intelektual untuk berpartisipasi dalam euphoria yang ditanamkan kapitalis di benak mereka. (*)
Kiriman dari Rssfeed
Penulis Fitri Firda Sari
Edited by Code Lab News