Jika pilihan politik tak sejalan, harus siap menghadapi jebakan dan jeratan

Jika pilihan politik tak sejalan, harus siap menghadapi jebakan dan jeratan

Politik bobrok ini juga terjadi karena tidak terlepasnya Indonesia dari tangan asing. Dengan penerapan Sistem Kapital, politik dijadikan jalan untuk meraup keuntungan dan kepentingan materi


Penangkapan Irwandi adalah Permainan elit politik nasional dan lokal

Ratusan masyarakat Aceh menggelar aksi menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera membebaskan Gubernur Aceh yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap Dana Otonomi Khusus (DOK).

Aksi yang diinisiasi oleh Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) itu berlangsung di jalan di depan Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Senin 9 Juli 2018.

Para pengunjuk rasa yang datang dari berbagai kabupaten/kota di Aceh menyesalkan penangkapan Irwandi Yusuf yang terkesan memaksakan diri. Pasalnya menurut mereka, tuduhan OTT yang disampaikan KPK sangat tidak beralasan karena saat ditangkap Irwandi tengah berada di pendopo dan tidak sepeserpun bukti bersamanya. (Mercinews)

Aceh, salah satu daerah di Indonesia yang menerapkan syariat Islam sebagai salah satu perangkat peraturan daerahnya. Meski di Aceh suasana Islami begitu kentara. Namun tak di pungkiri longgarnya syariat bisa terjadi disana.

Politik Aceh pun memiliki tempat khusus permasalahannya. Mulai dari persaingan, konspirasi hingga para elit politik Aceh memperlihatkan lakon yang tidak sejalan. Sebagaimana yang terjadi dalam perjalanan politik Aceh saat ini yang semakin memperlihatkan persimpangan.


Berawal dari terciduknya Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf. Seperti yang diberitakan oleh Media. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf sebagai tersangka setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa (3/7/2018).

Kasus ini mengundang reaksi masyarakat. Senin (9/7/2018) Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) menggelar aksi unjuk rasa di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. KMAB menuntut KPK dan Pemerintah Pusat untuk membebaskan Gubernur nonaktif Irwandi Yusuf.

Aksi itu menyisakan satu misteri yang menarik perhatian masyarakat. Pernyataan bahwa Irwandi hanya korban konspirasi dan melibatkan Nova Iriansyah, kini menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, sebagai dalang dibalik kasus penangkapan Irwandi. "Kami mencurigai Nova Iriansyah, kami mencurigai anda," kata Fahmi Nuzula, salah seorang orator aksi.

Politik Sistem Kapitalis Menjebak dan Menjerat

Tak dipungkiri indikasi politik persaingan memang ada, meski dalam satu partai sekalipun. Sebagaimana kecurigaan dan pernyataan Fahmi Nuzula bahwa Nova Iriansyah seakan-akan terlibat dan bermain dalam kasus ini. Namun, Nova Iriansyah membatah pernyataan Koordinator Aksi Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu tersebut.

Begitu juga adanya konspirasi dalam politik. Sesuai yang dilansir dari Mercinews.com, Jakarta 6 juli 2018. Irwandi merasa dijebak dan menyatakan banyak orang di Aceh yang kerap menjual namanya dengan memeras pengusaha. Biasanya, menurut Irwandi, orang-orang itu dulunya termasuk relawan atau tim sukses pemenangannya.

Sudah menjadi rahasia umum pasca perundingan Helsinki Partai Aceh pecah menjadi beberapa kubu, dan ini cukup mempengaruhi sensitifnya perhelatan Pilkada di Aceh.

Hubungan kemitraan para elit politik DPR Aceh kurang sepaham, antara DPRA dan Gebernur nonaktif Irwandi terlihat tidak sejalan yang pada akhirnya di tahun 2018 Irwandi mendekap dalam kurungan.

Tidak hanya di Aceh, sepak terjang politik sering kali terlihat dalam pemerintah saat ini. Mulai dari persaingan jabatan hingga jebakan Sistem dimainkan untuk menjatuhkan lawan hingga terjerat dalam kurungan. Bahkan tak sedikit menjadi korban "senjata makan tuan".

Politik bobrok ini juga terjadi karena tidak terlepasnya Indonesia dari tangan asing. Dengan penerapan Sistem Kapital, politik dijadikan jalan untuk meraup keuntungan dan kepentingan materi. Kebebasan berpolitik tanpa aturan membuat mereka mengejar tampuk kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

Maka wajar, lawan akan menjadi kawan ketika kepentingan bisa berjalan. Saling berjabat tangan, saling menutup kesalahan, hingga satu hati ketika ujung-ujungnya adalah uang. Namun sebaliknya, kawan akan menjadi lawan ketika kepentingan itu hilang. Maka bila tak lagi sejalan akan ditendang alias disingkirkan.

Walhasil kewajiban pemimpin mengurusi urusan umat terabaikan, kewajiban penerapan aturan Islam malah tergadaikan, kehidupan umat hari ini jauh dari kesejahteraan.

Penulis Jasmyne Sabiya
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel