Filsafat Jawa Ubo Rampe mulai ditinggalkan

Filsafat Jawa Ubo Rampe mulai ditinggalkan


Banyak hal yang menjadi penyebab orang meninggalkan prosesi ritual atau selamatan yang telah di lakukan secara turun temurun, salah satunya adalah trasfer pewarisan prosesi tersebut tidak di ikuti dengan penjelasan maksud,tujuan serta simbol-simbol yang terkandung di dalamnya.

Aura semiotika (ilmu tanda) dari macam-macam syarat (ubo rampe) dalam sebuah konsep ritual peringatan dalam masyarakat Jawa merupakan sebuah pesan yang tersandikan. Berangkat dari sebuah local genius, nenek moyang telah memberikan pesan-pesan yang terselubung, tinggal bagaimana kita mampu memahami dan memaknai dari tiap pesan yang sengaja  dikirimkan oleh para leluhur untuk kita agar lebih mencintai dan mengambil manfaat dari hasil sebuah warisan budaya.


Nenek moyang orang jawa percaya adanya Allah yang maha Esa sebagai gusti kang moho tunggal, gusti kang moho widhi, gusti kang murboing jagad, gusti kang moho suci, dan seterusnya sebagai mana sifat-sifat Allah yang di yakini penganut agama islam pada umumnya.

Terlepas dari perlu tidaknya upacara tradisional dan ritual di gelar, yang jelas untuk memahami umborampe atau perlengkapan sajen upacaranya saja masyarakat zaman sekarang banyak yang tidak tahu, bahkan tidak sedikit orang menilai munculnya uborampe sajen dalam upacara tradisi dan ritual jawa justru di anggap sebagai cermin memuja setan, meskipun tidak sedikit pula yang menepis bahwa uborampe sajen justru menjadi manifestasi rasa syukur atau perlambang suatu permohonan kepada tuhan yang maha Esa (Allah).


Tradisi Nasi Tumpeng
Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang).

Tumpeng adalah hidangan tradisional yang terbuat dari nasi yang dimasak bersama santan dan dibentuk menjadi kerucut yang menyerupai gunung. sekelilingnya dihias dengan sayuran dan lauk pauk.

Biasanya dihidangkan ketika ada acara seremonial/upacara tertentu. Misalnya acara selamatan Pernikahan, Khitanan,Bersih Desa/Merti Bumi, bahkan untuk ulang tahun dan peresmian/pembukaan suatu tempat.Puncak kerucut sebagai simbol Tuhan. Sayuran dan lauk pauk yang mengelilinginya sebagai simbol alam dan lingkungannya. Warna Kuning pada nasi menandakan tingginya kekayaan dan kemuliaan.



  • Jenis Nasi Tmpeng

Tumpeng Robyong
Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai.

Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang.

Tumpeng Pungkur
Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.

Tumpeng Putih
Warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral.

Tumpeng Nasi Kuning
Warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.

Tumpeng Nasi Uduk
Disebut juga tumpeng tasyakuran. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.


To be continued "Makna dari bagian-bagian Ubo Rampe sebuah ritual Jawa"

For example :
Sekapur sirih melambangkan segala persoalan yang dihadapi oleh manusia dalam hidupnya. Maksud dari penyajian sekapur sirih ini adalah agar kita selalu siap dan kuat dalam menghadapi segala cobaan dan benturan dalam hidup.
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda