Kesalahan Bakrie dimata Sri Mulyani

Kesalahan Bakrie dimata Sri Mulyani


Kesalahan Bakrie dimata Sri Mulyani adalah karena pemerintah SBY-JK mengintervensi penjualan saham PT Bumi Resource Tbk yang notabene adalah milik keluarga Bakrie. Pada Oktober 2008 silam, bersamaan krisis finansial dunia, saham- saham perusahaan nasional di BEI jatuh bebas tidak terkendali.

Saham BUMI yang 3 bulan sebelumnya mencapai Rp 7000 per saham, anjlok dibawah Rp 1000 per saham. Tapi, pihak otoritas saham tiba-tiba menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham bumi hanya karena adanya ‘titipan’ dari Menko Kesra Aburizal Bakrie.

Sri Mulyani yang memegang kendali masalah keuangan (termasuk pasar modal) jadi berang. SMI meminta pencabutan penghentian sementara perdagangan saham PT Bumi Resources Tbk pada 7 Oktober 2008. Padahal yang perintah penghentian suspensi saham Bakrie berasal dari Pemerintah Republik Indonesia (Kontan, Okt/2008.).

Atas kasus ini, beredar kabar bahwa Menkeu Sri Mulyanisngat berang jika SBY masih terus melindungi saham Bakrie. Kesalahan Bakrie dimata Sri Mulyani adalah pembangkangan royalti batubara yang dilakukan perusahaannya.

Sri Mulyani geram karena sejumlah perusahaan dengan begitu berani menghindari pajak/royalti dan bahkan menunggak bertahun-tahun. Perusahaan batubara Bakrie setidaknya menunggak 2-5 triliun royalti Batubara hasil akumulasi sejak 2002/2003.

Tidak hanya sampai disitu, SM juga membuat keputusan pencekalan terhadap sejumlah petinggi perusahaan batu bara Bakrie. Sri Mulyani juga merasa kesal ketika Bakrie berencana menguasai saham 14% PT Newmont Nusa Tenggara. Mengingat potensi yang besar dari Newmont, Sri Mulyani menolak keinginan Bakrie membeli 14 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Saat menjabat pelaksana tugas Menko Perekonomian,

Sri Mulyani meminta agar seluruh saham divestasi Newmont dibeli oleh perusahaan negara. Meski begitu, ketika jabatan Menteri Koordinator Perekonomian berpindah ke Hatta Rajasa, melalui Multicapital akhirnya Bakrie bisa mendapatkan 75 persen dari 14 persen saham Newmont. Keinginan Bakrie terwujud walau tak sampai 100 persen.

Perang Terbuka di Mulai Tanpa perlu berpikir banyak, sudah dapat dipastikan bahwa Bakrie selama ini merasa kepentingan bisnisnya yang ‘liar’ dicekal oleh Menkeu Sri Mulyani. Sri Mulyani yang ingin lembaganya profesional tentu berusaha untuk tidak tolerir dengan pejabat negara atau politisi yang berusaha memanfaatkan fasilitas negara.

Namun, ambisi besar Sri Mulyani untuk ‘menertibkan’ usaha Bakrie terpental ditangan ‘majikan’-nya. Bakrie yang berkontribusi besar dalam menyumbang biaya kampanye Presiden SBY-JK pada pemilu 2004 membuat SBY berhutang budi.

Selain Bakrie, dapat dipastikan bahwa Menkeu Sri Mulyani tidak disukai oleh sejumlah oknum pejabat dan politisi yang selama ini melakukan money laundring melalui rekening liar di departemen. Pada tahun 2007 silam, Menkeu Sri Mulyani memerintahkan menutup rekening-rekening liar milik berbagai departemen. Hingga tahun 2008, jumlah rekening liar yang berhasil ditutup mencapai 2.086 rekening dengan total total nilainya keuangan negara yang diselamatkan mencapai Rp 7,28 triliun.

Ketegasan Menkeu Sri Mulyani ini tentu membuat para pejabat korup merasa kegerahan. Setali tiga uang dengan para pengusaha/kontraktor nakal. Selama Menkeu dijabat Sri Mulyani, banyak reformasi yang dilakukan terkait mekanisme pelelangan proyek pemerintah. Sebagai catatan, Sri Mulyani bersama timnya mengelola sedikitnya Rp 700 triliun uang negara per tahun.

Sepertiga dari dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang dan jasa, yang mana para konglomerat/pengusaha bermain proyek didalamnya. Selama ini, banyak pengusaha yang melakukan cara pintas untuk mendapat proyek, dengan menyuap pejabat pelelangan dan departemen keuangan.

Dengan uraian ini, maka sangatlah mungkin bahwa ada orang yang tidak senang dengan ketegasan yang dilakukan Sri Mulyani di departemennya. Banyak pihak berharap agar Sri Mulyani lengser lalu digantikan dengan orang yang mau ‘berkompromi’ atas pundi-pundi anggaran negara yang lebih Rp 700 triliun tersebut.
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda