Tipuan matematis untuk pembenaran,
Jangan lihat nominalnya, tapi manfaat yang akan diperoleh.
Jokowi menilai, pelemahan ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini berada di level Rp 14.300.
"Sekarang kisaran Rp 14 ribu, tapi ingat, tahun 1998 dari Rp 1.800 loncat jadi Rp. 15 ribu," ucap Jokowi ketika berbicara dihadapan diaspora Indonesia yang berada di Qatar pada Senin malam 14 September 2015 di Wisma Duta, Doha.
Jokowi menjelaskan kenapa nilai tukar rupiah dapat menembus kisaran Rp 14 ribu. Selain dipengaruhi kondisi perekonomian global, faktor lainnya adalah karena terlalu banyak mengimpor. "Oleh karenanya, yang kita kejar saat ini adalah subsitusi dari barang impor," ujarnya.
Barang-barang impor itu tidak melulu barang elektronik, tetapi juga tidak sedikit sayuran yang masih perlu diimpor seperti jagung, bawang merah, termasuk gula dan garam.
Seandainya Indonesia tidak perlu mengimpor barang-barang itu, nilai tukar rupiah tidak akan melemah seperti saat ini. Untuk itu, Jokowi menekankan pentingnya melakukan transformasi dari sektor konsumsi ke sektor produksi, sehingga akan terjadi penguatan di sektor produksi, seperti peningkatan produksi beras, kedelai, jagung, gula dan daging, meski semuanya memerlukan waktu.
"Menteri pertanian saya perintahkan untuk urusan beras, kedelai, jagung dalam 3 tahun, gula 5 tahun, daging memerlukan waktu lebih dari lima tahun," ucapnya.
Hal lainnya yang menjadi perhatian pemerintah adalah masalah infrastruktur. "Misalnya jalan tol trans Sumatera, kalau tidak segera mulai, bila ditunda akan semakin mahal harganya, nanti pembebasan lahan menjadi mahal," kata Jokowi. republika
Coba kita simak sejarah perjalan emas sebagai nilai tukar.
Emas adalah logam mulia yang sejak zaman dahulu kala sudah digunakan oleh umat manusia sebagai simbol kemakmuran dan kekuasaan. Para penguasa zaman dahulu, seperti para raja dan ratu, firaun, kaisar, khalifah dan pemimpin masyarakat lainnya, menggunakan emas sebagai aset yang paling berharga.
Mereka menjadikan emas sebagai bahan pembuat mahkota raja dan barang berharga lainnya. Kala itu emas juga digunakan sebagai alat tukar dan investasi. Penggunaan koin emas sebagai mata uang sudah dimulai sejak zaman romawi kuno. Kerajaan–kerajaan besar dimasa lalu, termasuk Kerajaan Mesir Kuno, juga selalu dikaitkan dengan kekayaan berupa cadangan emas yang melimpah.
Pada perkembangan berikutnya hingga abad ke 20, emas dipakai sebagai cadangan aset Negara yang juga difungsikan sebagai penjamin mata uang kertas. Namun, fenomena semacam itu berubah sejak 1971 ketika Presiden Amerika Serikat (AS) kala itu, Richard Nixon, membuat kebijakan baru yang tidak lagi menggunakan cadangan emas sebagai jaminan mata uang dollar AS.
Penguatan nilai mata uang ditentukan oleh kondisi perekonomian suatu negara.
Sejak saat ini nilai dolar AS ditopang sepenuhnya oleh tingkat kepercayaan pasar global terhadap kondisi perekonomian AS. Jika kondisi perekonomian AS sedang membaik, nilai dolar AS punya kecenderungan untuk ikut menguat, begitu pula sebaliknya.
Kebijakan AS tersebut kemudian banyak diikuti berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Saat ini nilai mata uang suatu negara lebih banyak ditentukan oleh kondisi perekonomian masing–masing negara. Kebijakan fiscal (anggaran) dan moneter setiap negara sangat menentukan naik turunnya nilai mata uang.
Negara yang tidak bijak atau berhati-hati dalam menentukan kebijakan fiskal dan moneter dapat terjerumus dalam krisis moneter dan krisis keuangan yang ujung-ujungnya memperlemah nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan.
Sebagai contoh, pada waktu krisis moneter 1997/ 1998, nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 3.000 an per dollar AS (Sebelum krisis), menjadi Rp 16.000 per dolar AS (pada puncak krisis).
Pada masa krisis tersebut, banyak utang luar negeri yang berasal dari sektor negara dan swasta mengalami gagal bayar akibatnya kepercayaan pelaku pasar terhadap mata uang Rupiah menurun. Dengan terpaksa Indonesia harus meminta bantuan keuangan dari IMF dan Bank Dunia.
Krisis ekonomi ternyata tidak ikut menjatuhkan harga emas, bahkan harga logam mulia ini meningkat tajam. Pada tahun 1998 harga emas sekitar Rp 62.000 per gram. Sekarang 2015 harga emas sekitar Rp 519.000-an per gram, berarti dalam kurun waktu 19 tahun harga emas naik sekitar Rp 457.000 per gram.
Pada kurun waktu yang sama, nilai mata uang rupiah justru mengalami penurunan tajam dari Rp 2.000 per dolar AS (1996) menjadi Rp 16.000 per dolar AS saat puncak krisis (1998).
Kesimpulan :
Kita bisa membadingkan dengan harga emas ketika puncak krisis (1998) dengan saat ini (2015) dimana dollar terus melemah. tentu akan menghasilkan nilai yang fantastis.
Misalnya 2015, nilai dollar dikisaran 14.400, dan harga emas 519.000 /gram
Saat puncak krisis 1998 nilai dollar 16000, dan harga emas 62.000/gram
Sekarang kita asumsikan (2015) memiliki uang 10 dollar @ 14.400 jika dirupiahkan 144.000
Saat puncak krisis (1998) juga sama memiliki uang 10 dollar @ 16000 jika dirupiahkan 160.000. Nominalnya lebih banyak, tapi..
Jika dibelanjakan emas akan mendapatkan :
Dengan uang sebesar 144.000 kita mendapat 0.27 gram emas
Dengan uang sebesar 160.000 kita mendapat 2.50 gram emas.
Fakta tersebut menjadi bukti keperkasaan emas dalam menghadapi inflasi dibandingkan dengan mata uang kertas seperti rupiah. Sehingga wajar jika masyarakat awam lebih menyukai emas sebagai investasi jangka panjang ketimbang uang tunai.
Jadi jangan dilihat dari nominalya tapi manfaat yang akan diperoleh, dari nominal uang yang sama, sehingga tidak tertipu secara matematik.
Dari perhitungan sederhana diatas dapat disimpulkan bahwa kemerosotan rupiah atas dollar akibat perekonomian yang tidak baik, hal ini tentu ada kaitannya dengan kepemimpinan Jokowi.