Tipuan gaya Cina yang harus diwaspadai, suatu saat, bila proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merugi atau mengalami krisis keuangan, mustahil pemerintah tak turun tangan. Cina pasti tahu itu.
Pemerintah dengan mudah menerima proposal Cina untuk membangun jalur kereta cepat Jakarta-Bandung karena negara terbesar di dunia ini tak minta jaminan pemerintah untuk proyek yang sebagian besar dibiayai oleh banknya. Cina juga sepakat proyek tersebut direalisasikan berdasarkan prinsip business to business sehingga tak membeani APBN.
Mengingat biaya yang demikian besar, Cina tentu tidak bodoh untuk mau menanggung sendiri bila ternyata proyek tersebut berantakan di tengah jalan atau merugi besar. Dilihat dari pengalamannya berbisnis selama ini, Cina jelas paham betul apa itu calculated risk. Yakni memperhitungkan semua risiko yang mungkin terjadi agar bisa dihabisi, dibagi atau bahkan diubah menjadi peluang.
Dalam hal ini, mustahil bila Cina mau menanggung semua risiko atas dana US$ 5 miliar yang dikucurkan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Meski proyek ini tanpa jaminan pemerintah RI dan dilakukan berdasarkan prinsip Busines to Business.
Cina tentu tahu bahwa begitu proyek ini jalan, apalagi bila sudah rampung, jalur kereta ini akan berada dalam posisi ‘terlalu besar untuk gagal.’ Dalam arti, bila nanti terjadi masalah serius, pemerintah akan terpaksa mengucurkan dana dari koceknya untuk menyelamatkan jalur kereta ini.
Selain itu, bila proyek ini ternyata merugi besar, pemerintah juga akan dipaksa oleh keadaan untuk menyelamatkan PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VIII, BNI, BRI, dan Bank Mandiri yang terlibat di dalamnya. Setidaknya pemerintah tidak akan membiarkan BUMN-BUMN tersebut menghadapi krisis keuangan yang bisa membuat mereka dalam keadan bahaya.
Ingat, sebagian bahkan sebagian besar dana yang dipakai oleh BUMN-BUMN tersebut adalah kredit dari Cina. Dengan demikian, pembayaran cicilan dan bunganya harus tetap dibayar sesuai jadwal meski proyek kereta Jakarta-Bandung mangkrak di tengah jalan atau merugi. Bila gagal bayar dan pemerintah tetap menolak untuk membantu, para kreditor dari Cina tentu berhak untuk masuk sebagai pemegang saham saham BUMN-BUMN tersebut.
Sampai sekarang belum jelas, langkah-langkah antisipasi apa yang telah dipersiapkan oleh pemerintah menghadapi kemungkinan-kemungkinan di atas. Sejauh ini, para menteri terkait menunjukkan rasa puas atas keberanian Cina mengucurkan US$ 5 miliar dolar tanpa jaminan dari pemerintah. Bisa jadi, mungkin mereka berpikir, kalau nanti ada apa-apa, tanggung jawabnya toh tidak berada di tangan pemerintah atau menteri yang sekarang.
Cara berpikir ini memang wajar karena setiap lima tahun Indonesia menyelanggarakan Pilpres. Maka tak mengherankan bila sekarang pemerintah masih bernafsu besar membangun proyek-proyek infrastruktur yang studi kelayakannya belum jelas.
Dalam hal ini tak ada salahnya bila Indonesia bercermin pada Cina. Salah satu penyebab krisis ekonomi Cina yang masih mengganas sampai sekarang adalah jor-joran di bidang infrastuktur. Akibatnya, banyak jaringan infrastruktur seperti jalan raya, listrik dan sebagainya menganggur meski telah menghabiskan sangat banyak dana. Tak pelak ‘kota hantu,’ yaitu kawasan pemukiman tak berpenghuni, pun bermunculan.
Untuk semua itu, menurut hasil riset Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional Cina, pemerintah Cina telah menyiakan investasi sebesar US$ 6,8 trliun selama 2009 sampai 2014. Tak cuma salah perhitungan, dana sebesar itu disia-siakan akibat korupsi yang merajalela di Cina.
Menurut catatan Jay Hoenig, mantan ketua Kamar Dagang Amerika di Shanghai, Cina, konstruksi di Cina selalu berada di peringkat teratas dalam jumlah dan frekuensi dalam soal penipuan. Setelah itu disusul oleh bidang pertahanan, Migas, dan perbankan dan keuangan. Di bidang konstruksi, masih menurut Hoenig, 70% proyek diselesaikan terlambat, 73%kelebihan anggaran, dan sampai 20% dari modal hilang akibat penipuan, pencurian, dan kecerobohan.
Indonesia sesungguhnya mengalami hal-hal semacam itu dalam proyek-proyek pembangunan pembangkit listrik yang ditangani perusahaan Cina. Maka, bila dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pemerintah masih saja percaya begitu saja kepada Cina, jangan-jangan ada juga orang besar kita yang ikut bermain. Siapa dia? (Ir)