Jika ingin aman berbisnis, pasang mantan jendral atau pejabat tinggi

Jika ingin aman berbisnis, pasang mantan jendral atau pejabat tinggi

Luhut Pandjaitan mengaku bahwa penyebutan nama-nama perusahaan pembakar hutan tidak bisa dilakukan karena menyangkut ekonomi pejabat


Para aktivis lingkungan hidup mendesak pemerintah untuk segera mengungkap siapa saja perusahaan yang jadi tersangka pembakar hutan dan lahan di Indonesia. Namun anehnya pemerintah malah menutup informasi tersebut.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengaku bahwa penyebutan nama-nama perusahaan pembakar hutan tidak bisa dilakukan karena menyangkut ekonomi negara.


"Kita tidak bisa sembarangan mempublikasikan nama perusahaan yang menjadi tersangka. Karena itu terkait dengan kegiatan ekonomi negara," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan di Graha BNPB, Jalan Pramuka Raya, Jakarta Timur, Rabu (28/10/2015) lalu.


Menurut Luhut, ada beberapa pertimbangan ekonomi dalam hubungan perusahaan dengan negara. Dampaknya akan panjang jika nama perusahaan dipublikasikan. Bahkan, bisa menimbulkan permasalahan baru.

Sebaliknya, kata Luhut, pemerintah akan bertindak keras. "Segera pemerintah akan ambil tindakan tegas. Perusahaan besar yang tidak memiliki sistem penanganan kebakaran hutan akan ditindak," tegasnya.

Tak cuma Luhut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) juga menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mengumumkan para tersangka pelaku pembakar hutan yang menyebabkan bencana asap, baik perorangan maupun perusahaan. Hal itu pun disesalkan oleh Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Abdulhamid Dipopramono.


"Harusnya jika sudah diketahui dan terbukti pelakunya, segeralah diumumkan ke publik. Itu hak publik untuk mengetahui. Apalagi publik sudah banyak dirugikan akibat kebakaran hutan tersebut," kata Abdulhamid dalam rilisnya.

Menurutnya, kebakaran hutan kali ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah Indonesia, baik dilihat dari luasan maupun durasi terjadinya, dan sudah menimbulkan banyak korban. Korban sudah jatuh, baik nyawa dan kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, musnahnya keanekaragaman hayati, perlambatan ekonomi, terganggunya proses belajar-mengajar dan interaksi sosial masyarakat.

Tak cuma itu, nama baik Indonesia di dunia internasional. Bahkan lawatan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat pun harus dipercepat akibat asap yang terus mengepul.


Energi bangsa juga banyak tersedot untuk menangani penyebab dan dampak bencana kebakaran/asap. Padahal jika tidak ada kebakaran ini maka energi, waktu, dan biaya bisa untuk percepatan pembangunan dan hal-hal yang strategis lainnya.

Mestinya laju pertumbuhan ekonomi akan lebih baik jika energi, waktu, dan biaya bangsa tidak untuk mengurusi bencana yang diciptakannya sendiri.

Secara peraturan terkait keterbukaan informasi publik, memang ada pasal yang mengatakan bahwa suatu informasi publik tidak boleh disampaikan atau diberikan ke publik apabila dikhawatirkan jika diberikan akan mengganggu proses penegakan hukum.

Seperti yang tercantum di dalam Pasal 17 huruf a Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Namun jika proses itu sudah selesai, informasi hasil penegakan hukum harus disampaikan ke publik.

"Dalam konteks penegakan hukum pembakaran hutan ini kan tidak rumit, pelakunya bisa segera diketahui dan ditetapkan, sehingga harus segera diumumkan," terangnya.

Lalu mengapa pemerintah terkesan takut untuk membongkar nama-nama perusahaan pembakar hutan yang menyebabkan sepertiga wilayah Indonesia tertutup kabut asap itu?

Di tengah tanda tanya tersebut, sosiolog Imam B Prasodjo kemarin mengunggah sebuah gambar di akun Facebooknya. Dalam gambar yang dia unggah, tertulis ucapan selamat dari PT Wilmar Grup kepada Presiden Terpilih Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla.


Dalam ucapan selamat itu juga ditulis parfa menteri kabinet kerja. Namun yang cukup mengejutkan adalah susunan dewan komisaris PT Wilmar Grup yang banyak berderet jenderal berbintang.

Dalam foto tersebut ada nama ada nama Jenderal (purn) Sutanto, Komjen (purn) Nanan Sukarna, Mayjen TNI (Purn) Hendardji Soepandji, Abdul Rahman Saleh dan sederet nama lain yang duduk sebagai dewan komisaris PT Wilmar Grup.

"Sudah dapat diduga, yang paling berat dalam mengatasi bencana asap hingga ke akar akarnya adalah komplikasi hukum dan kaitan tarik menarik kekuatan kepentingan yang ada di dalamnya.

Coba perhatikan! Mungkinkah penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) akan mampu bertindak tegas dalam melakukan tindakan hukum bila di dalam raksasa perusahaan perusahaan perkebunan yang memiliki potensi terkait dengan "pembakaran hutan" ternyata di belakangnya ada komisaris para mantan pembesar dalam lembaga penegak hukum?

"Sebagai bangsa, kita menangis atas kenyataan ini. Di tengah kehidupan rakyat yang begitu banyak masih dalam derita, jutaan petani dan buruh yang bergaji tak cukup menyambung hari, hingga jutaan perempuan Indonesia terpaksa harus mengais tetesan rizki menjadi kuli, babu, TKI,

Belum lagi di dalam hutan sana juga ada ratusan ribu kehidupan suku suku pedalaman yang selama ini dengan setia menjaga hutan sumber kehidupan warisan ribuan tahun nenek moyang,

Dan tak juga terbayang jutaan kekayaan alam, keragaman flora dan fauna yang menjadi sumber kekayaan bangsa, dan banyak lagi, ternyata hancur dalam cengkraman raksasa bisnis yang entah untuk kemakmuran siapa.

Lihatlah hutan dibakar, digadaikan, diobral untuk kemewahan dan kerakusan di atas derita orang orang yang harusnya pemilik paling sah negeri ini," tulis Imam.

Tulisan Imam Prasodjo itu pun telah dishare lebih dari 5 ribu pengguna Facebook. Bahkan 900 lebih orang telah ikut berkomentar atas tulisan dan foto yang diunggah oleh Imam.


Lalu benarkah foto tersebut yang membuat pemerintah ciut nyali untuk mengumumkan para pembakar hutan yang telah membuat banyak rakyat terpapar kabut asap? [merdeka, mongabay]
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda