Kalijodo, Tempat Pesta Orang Cina
Waktu terus berputar. Kebiasaan mencari pasangan yang dilakukan orang Cina di pinggiran Kali Angke pun terus berlangsung hingga tahun 1900-an. Sebagian orang Cina malah meyakini bahwa Kalijodo bisa mendatangkan hoki untuk usaha.
Karena itulah, akhirnya orang-orang Cina yang terpengaruh oleh keyakinan itu seringkali mengadakan upacara sebagai rasa terimakasih mereka. Upacara itu digelar setiap hari ke-100 penanggalan China. Mereka pun memberi nama Peh Cun.
Di kalangan orang-orang Cina-Indonesia Peh Cun adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Yakni festival perahu yang sudah berlangsung sejak Dinasti Zhou. Dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun.
Peh Cun itulah yang kemudian diadopsi oleh orang Cina Batavia sebagai festival perahu, sekaligus mencari wanita yang diinginkannya.
Sejak saat itulah, menurut Budayawan Betawi Ridwa Saidi, merupakan awal penamaan Kalijodo. (tidak seperti diungkapkan Remi Sylado).
Dalam festival itu, kemudian disebut pesta air. Acara itu banyak dihadiri oleh kaum wanita dan pria. Tidak hanya dari kalangan orang Cina, tapi juga dari berbagai etnis, termasuk pribumi dan sebagian orang Belanda.
Mereka menaiki perahu di aliran kali Angke. Setiap perahu biasanya diisi tiga atau empat orang. Ada yang diisi oleh laki-laki ada juga yang diisi perempuan.
Saat itulah kesempatan bagi pria dan wanita saling mencari calon pasangannya. Jika si laki-laki sudah merasa terpaut oleh seorang wanita, maka dia akan melemparkan kue tiong cu pia. Kue yang terbuat dari terigu berisi kacang hijau.
Jika si wanitanya memberikan respon positif, maka kue itu atau kue sejenisnya akan dilemparkan balik ke lelaki yang melempar tadi. Jika sudah seperti ini, maka mereka akan menepi ke pinggir kali untuk saling berkenalan.
Namun, sejak tahun 1958, tepatnya ketika Jakarta dipimpin oleh Wali Kota Sudiro yang menjabat pada 1953-1960 (setingkat Gubernur), tradisi upacara Peh Cun dan Imlek tidak lagi dirayakan. Pemerintah mengeluarkan aturan tentang pelarangan merayakan hari-hari besar China.
Walaupun pemerintah sudah melarang kegiatan festival, tapi aktivitas mencari jodo di Kali Angke terus berlanjut. Karena, orang Cina tetap meyakini adanya hoki di sana.
Keyakinan itu diungkapkan Koh Ahwat, 72, warga Pasar Baru, Jakarta Pusat. Menurut Koh Ahwat, kalau orang Cina sedang ada masalah, biasanya mereka ke Kalijodo, nyari pasangan.
“Tak lama kemudian, pasti keuntungan bisa diperoleh,” aku Koh Ahwat yang mengaku sering mendatangi Kalijodo kalo ingin mendapat untung.
Ramainya Kalijodo, menjadikan kawasan itu sebagai tempat transaksi jual beli cinta. Wanita-wanita berlebel penghibur pun berdatangan dari berbagai daerah untuk mengadu nasib. Sampai akhirnya, kawasan itu dijadikan sebagai kawasan transaksi esek-esek oleh orang-orang yang ingin mencai keuntungan.
Mereka mengumpulkan para wanita Pekerja Seks Komersial untuk dijadikan barang dagangan. Apalagi, setelah pemerintah DKI Jakarta menutup kawasan prostitusi Kramat Tunggak pada tahun 1999. Maka, bertambah ramailah ajang percintaan haram di Kalijodo sampai sekarang.