Kedaulatan Indonesia sudah diserahkan Jokowi kepada Cina

Kedaulatan Indonesia sudah diserahkan Jokowi kepada Cina

Perekonomian nasional makin sulit diandalkan karena ketergantuan yang demikian besar kepada Cina. Merosotnya inflasi akibat daya beli menurun sudah mulai menekan BI,


Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN, Achmad Hafisz Tohir mengatakan bahwa seluruh proyek infrastruktur pemerintahan Jokowi akan dibiayai Cina.

Demikian disampaikannya saat menanggapi pinjaman yang dilakukan tiga bank milik BUMN kepada China Development Bank (CDB) beberapa waktu lalu.

"Cina akan salurkan pinjaman pada Indonesia sebesar 20-50 Milyar Usd untuk pembiayaan proyek infrastruktur secara bertahap," kata dia usai lakukan rapat tertutup dengan tiga petinggi bank BUMN itu di DPR RI Jakarta, Senin (22/02/2016).

Jadi, lanjut dia, pinjaman yang dilakukan tiga bank BUMN tersebut merupakan salah satu bagian dari nilai total pinjaman tersebut di atas.

"Yang 3 milyar USD itu adalah tahap awal dari nilai total pinjaman yang akan diberikan China untuk proyek infrastruktur di Indonesia lainnya," ungkap dia. [ts]


Suku bunga perbankan bakal merosot akibat daya beli masyarakat menurun. Perdagangan internasional Indonesia bahkan sudah rontok.

Merosotnya inflasi akibat daya beli menurun sudah mulai menekan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga secara konsisten. Penarikan dana perbankan pun bakal sulit dihindari. Apalagi ada kekhawatiran bahwa BI akan dipaksa untuk mengikuti jejak bank sentral Jepang yang telah memberlakukan suku bunga negatif.

Para pemilik duit tentu juga merasa bahwa perekonomian nasional makin sulit diandalkan karena ketergantuan yang demikian besar kepada Cina. Padahal, perekonomian Cina sendiri sampai sekarang belum menunjukkan tanda membaik. Yang ada malah sebaliknya, dimana aktifitas industrinya terus merosot sampai entah kapan.

Bisa jadi, mereka meniru orang-orang kaya di Cina. Yakni mentransfer duit ke luar negeri secara beramai-ramai. Tujuannya adalah negara-negara maju, yang untuk jangka menengah dan panjang lebih bisa diandalkan untuk menyelamatkan duit mereka. Mereka juga memburu mata uang kuat dunia seperti dollar, euro, dan yen.

Seperti Cina, di awal tahun ini, perekonomian Indonesia memang memprihatinkan. Lihat saja, pada Januari lalu, perdagangan internasional merosot tajam akibat merosotnya harga Migas, dan berbagai komoditas lainnya.

Nilai ekspor bulan lalu rontok 20,72 persen menjadi US$ 10,50 miliar atau terendah sejak 2009, dan menunjukkan kemerosotan selama 16 bulan berturut-turut. Padahal, menurut Reuters, para ekonom pada umumnya meramalkan kemerosotan sebesar 15,40 persen.

Masih di Januari, nilai impor anjlok 17,15 persen, atau hampir dua kali lipat dari yang diramalkan oleh para ekonom. Menurut catatan BPS, hal ini menyebabkan perdagangan internasional Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 50,6 juta. Pelemahan impor disebabkan oleh merosotnya pembelian barang modal, sementara impor barang konsumsi malah naik.

Sementara itu, kian banyak dana pemerintah dan swasta bakal terserap untuk membayar cicilan utang karena kian gandrung berburu uang di pasar komersial. Akibatnya, belanja pemerintah dan swasta menjadi kurang efektif untuk memicu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.

Bayangkan, menurut BPS, sudah lebih 50 persen perolehan dari ekspor nasional dipakai untuk mencicil utang.

Mengingat bahwa perburuan utang masih berlanjut, upaya pemerintah untuk meningkatkan konsumsi publik agar pertumbuhan bisa mencapai 5,3 persen tahun ini tampakknya bakal sulit.

Apalagi pemerintah sendiri sudah menyatakan akan tetap mempercepat pembangunan infrastruktur meski ketergantungannya pada komponen impor sangat tinggi.

Tak kalah merunyamkan adalah kenyataan bahwa pembangunan infrastuktur sekarang ini didominasi oleh para kontraktor dari Cina. Sudah terbukti berkali-kali bahwa para kontraktor ini sangat mengandalkan tenaga dari manajemen, tenaga ahli, sampai kuli yang didatangkan dari Cina.

Maka, jangan heran bila banyak kredit dari Cina tak hanya kembali ke Cina untuk belanja komponen. Para pekerja dari Cina juga rajin menambung untuk dibawa pulang ke kampung halaman masing-masing.

Pemerintah Cina, yang telah menjanjikan utang lebih US$ 100 miliar untuk pembangunan infrastuktur di Indonesia tentu sudah memperhitungkan semua itu.

Sayang tak jelas, sejauh mana keseriusan pemerintah untuk menggusur pekerja dari Cina dengan bangsa sendiri yang sedang kalang-kabut karena maraknya PHK. Yang pasti, para pekerja kini makin rajin berdemonstrasi untuk melawan PHK sambil menuntut kenaikan upah. [irev] [kk]
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda