Jokowi masih butuh pencitraan untuk menutupi kebohongannya

Jokowi masih butuh pencitraan untuk menutupi kebohongannya

Jokowi menyasar kelas menengah ke atas yang kritis. Kalau kelas bawah bisa ditipu oleh media yang sudah menjilat Jokowi Jokowi sangat memperhatikan pencitraan sehingga butuh pegiat di media sosial.


Jokowi yang mengundang dua kali pegiat media sosial (medsos) menandakan mantan Wali Kota Solo itu butuh pencitraan untuk menutupi kebohongannya.

“Di medsos, Twitter khan bebas, banyak membongkar berbagai kebohongan Jokowi mulai proyek mangkrak, kasus kereta cepat, ini yang membuat Jokowi khawatir, maka diundanglah pegiat sosial agar mereka menjadi buzzer di Twitter atau beropini di medsos lainnya,” ungkap pengamat politik Muslim Arbi kepada suaranasional, Selasa (2/2).

Kata Muslim, Jokowi sangat memperhatikan pencitraan sehingga butuh pegiat di media sosial. “Yang disasar ini kelas menengah ke atas yang kritis. Kalau kelas bawah bisa ditipu oleh media yang sudah menjilat Jokowi,” ungkap Muslim.

Menurut Muslim, kondisi realitas tidak bisa dibohongi dimana rakyat sudah banyak teriak dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kalangan bawah. “Contoh harga daging mahal, dulu janjinya murah. Rakyat kecil sudah berbicara di pasar-pasar,” pungkas Muslim. [sn]


"Seru!" Begitu ciutan Iwan Setyawan, pengguna akun @iwanS10A, seusai bertemu dan dijamu makan siang Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/1). Iwan merupakan salah satu dari 30 penggiat sosial media yang siang itu diundang menikmati hidangan yang sudah disiapkan petugas dari Bagian Jamuan Sekretariat Presiden, kompleks Istana Kepresidenan.

Dengan masih terkekeh saat keluar dari pelataran Istana Negara, Iwan yang juga penulis buku 9 Summers 10 Autumns terus berkomentar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Presiden Jokowi ternyata memang kocak," tuturnya dengan wajah Tawan.

Iwan yang aktif menggunakan media sosial mengaku terus memantau pernyataan Presiden di dunia maya. Setelah bertemu dengan Presiden Jokowi langsung, Iwan mengatakan tidak menemukan kesan yang sama saat berkomunikasi dengan Presiden lewat Twitter, Facebook, ataupun laman resmi www.presidenri.go.id.

Komunikasi yang dibangun Presiden di sosial media dinilai cenderung formal. Banyak berisi tentang pernyataan resmi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, juga kegiatan formal Presiden.

Pertanyaannya, mengapa Presiden menjadi begitu formal dan resmi jika di sosial media. Padahal warga menginginkan Presiden sesekali "usil" terhadap apa pun yang dipikirkan atau dikerjakannya dan dituangkan dalam sosial media. Tentu, sisi kemanusiaan seperti itu sangat dirindukannya. "Rasanya akan semakin dekat, seperti siang ini," kata Iwan.

Kesan serupa dirasakan Alexander Thian, pemilik akun Twitter @aMrazing. Pengguna internet, menurut Alexander, sangat menginginkan komunikasi yang akrab antara Presiden dan rakyatnya di dunia maya. Bahkan, dijamin, siapa pun akan tetap menaruh hormat kepada Jokowi sebagai Presiden ketika keakraban itu terjalin dalam sosial media. [kompas]


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda