Kapal sapi Jokowi kamuflase pencitraan atau sekedar bagi-bagi proyek ?

Kapal sapi Jokowi kamuflase pencitraan atau sekedar bagi-bagi proyek ?

Direktur Utama PD Dharma Jaya menilai pengangkutan sapi dari NTT ke Jakarta menggunakan kapal ternak tidak efisien


Direktur Utama PD Dharma Jaya Marina Ratna Dwi Kusumajati menilai pengangkutan sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Jakarta menggunakan kapal ternak tidak efisien.

Dia mengatakan daripada mengangkut sapi hidup, sebaiknya pengiriman sapi dalam bentuk daging beku. Selain lebih efisien, cara tersebut dapat membuat usaha pemotongan daging di NTT berkembang.

"Jika niatnya benar ingin memajukan peternak lokal, bisa dilakukan dengan ini, karena di NTT juga ada bisnis breeding, pembiakan, fetening hingga pemotongan," kata dia pada diskusi Bincang-Bincang Agraria.

Ia menguraikan, satu ekor sapi NTT yang diangkut dengan Kapal Camara memakan biaya Rp 1,2 juta. Kapal ternak mensubsidi Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per ekor.

Hal itu memang tampak menjadi efisien, tapi tetap ada uang keluar dari kantong negara. Sesampainya di Jakarta pun keberadaannya tak lantas menurunkan harga sapi karena jumlahnya yang terbatas.

Peternak sapi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengaku rugi mengirim sapi ke Jakarta menggunakan kapal ternak yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Harga jual Sapi yang diangkut menggunakan kapal ternak hanya dibeli dari peternak sebesar Rp 35 ribu per kg sapi hidup, sedangkan peternak menginginkan harga Rp 41 ribu per kg sapi hidup.

"Harganya terlalu murah sehingga kami rugi jika mengirim menggunakan kapal itu," kata seorang pengusaha sapi, Buce Frans, kepada wartawan, Senin, 25 Januari 2016.

Akibat peternak sapi enggan menjual sapi yang akan diangkut menggunakan kapal ternak, kapal ternak KM Camara Nusantara I dua kali pulang kosong ke Jakarta. [bt]

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi meminta pemerintah menghentikan saja program kapal ternak untuk mengangkut sapi dari NTT.

Dia menilai program tersebut hanya akan menimbulkan inefisiensi. "Apalagi kalau kapalnya kosong, karena cari sapinya pun susah," katanya dalam acara Bincang-Bincang Agraria pekan ini.

Ia melihat tujuan pemerintah baik karena berniat menyederhanakan tata niaga distribusi sapi. Tapi konsekuensinya pemerintah harus mensubsidi sapi hidup di kapal hingga Rp 500 ribu per ekor.

Artinya, uang negara hilang tapi ternyata tidak bisa menurunkan harga daging di pasar karena populasinya sedikit. [bt]

*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda