Jokowi perlu menjelaskan dengan gamblang ihwal proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ke publik. Muncul anggapan proyek tersebut sarat pelanggaran aturan perundang-undangan dan markup(penggelembungan) harga.
“Sudah dipastikan Jokowi tidak bisa memberikan jawaban. Makanya Jokowi tidak akan siap memberikan penjelasan pada rakyat,” ujar politisi Partai Gerindra Arief Poyuono, Rabu (3/2).
Menurut Arief, proyek kereta cepat yang digagas Menteri BUMN Rini Seomarno menjadi skandal besar sebab melabrak aturan perundang-undangan yang ada dan sarat markup. Meski begitu, Jokowi sepertinya tersirep dan sangat bernafsu dengan aksi Rini.
Berbagai paper dan kajian terkait biaya pembangunan kereta cepat di Eropa dapat disimpulkan bahwa biaya 5,5 miliar dolar AS yang dikeluarkan Indonesia terlalu mahal.
Arief membandingkan, berdasarkan data tahun 2012 biaya pembangunan kereta cepat di Jerman dengan panjang lintasan 250 Km dengan kecepatan rolling stock minimum 250 Km perjam hanya menghabiskan 2,145 miliar Euro.
Biaya itu dibutuhkan untuk medan lintasan yang sangat buruk, sedangkan dengan medan lintasan yang medium skenario hanya menghabiskan 990 juta Euro, dan untuk medan lintasan skenario yang terbaik senilai 495 juta Euro.
Biaya sebesar 5,5 miliar dolar AS meliputi biaya konstruksi dengan panjang lintasan sejauh 150 Km dengan 4 stasiun pemberhentian, dan pembelian rolling stock dengan kecepatan 250 Km perjam untuk kereta cepat Jakarta-Bandung juga kelewat mahal bila dibandingkan proyek serupa di China.
Padahal menurut arrolling stock, kata Arief, pembangunan dalam skenario medan lintasan yang sangat buruk per Km-nya dibutuhkan hanya 10 juta dolar AS. Belum lagi, biaya yang dikeluarkan pemerintah Indonesia belum termasuk biaya maintenance lintasan, biaya maintenance rolling stock dan biaya pengoperasiannya.
“Jokowi jangan dong terpengaruh gerakan-gerakan Rini Soemarno yang akan membuat negara bertambah hutang,” saran Arief.
“Ingat loh waktu krisis 98 semua hutang luar negeri swasta ditanggung oleh pemerintah. Apa lagi ini, lima BUMN terlibat dalam pinjaman luar negeri, apa nanti bukan negara yang nanggung. Jokowi, agak waraslah berpikir,” tukas Arief yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu [Rmol]