Pengamat masalah ibukota, Prijanto meyakini KPK sebenarnya sudah menemukan dua alat bukti kasus pembelian lahan Yayasan Sumber Waras. Namun, KPK disebut sebagai sedang 'olah lidah'. Apa itu?
"Saya berpendapat KPK sudah menemukan dua alat bukti kasus lahan Yayasan Sumber Waras. Sekarang KPK sedang olah lidah belum temukan niat jahat atau korupsinya Ahok," ujar Prijanto melalui pesan tertulis, Kamis (31/3/2016) di Jakarta.
Namun Prijanto siap membantu KPK untuk menemukan niat jahat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BAP) atau Ahok dalam skandal tersebut. Menurut Prijanto, tidak sulit menemukan fakta-fakta yang mendukung niat jahat Ahok dalam kasus tersebut.
"Jika Ahok berniat baik, maka tidak akan melanggar UU, Perpres, Keputusan Mendagri dalam membeli tanah Yayasan Sumber Waras. Tidak perlu Ahok keluyuran rapat dengan pemilik tanah untuk menentukan harga ," ujar Prijanto.
Sebagai Gubernur, menurut Prijanto, Ahok seharusnya fokus melakukan perencanaan, kajian hingga membentuk Tim yang menangani hal tersebut. Bukan malah memaksakan agar pembelian lahan Yayasan Sumber Waras masuk dalam RAPBD-P 2014.
Jika berniat baik, menurut Prijanto, Ahok seharusnya tidak membayar harga tanah tersebut lebih mahal dibanding harga PT CKU (Rp 500 M dengan peruntukan komersil). Seharusnya Ahok menekan harga dibawah PPJB antara PT CKU dengan YKSW, bukan malah membayar seharga Rp 800 Miliar.
"Seharusnya Ahok tidak menaikkan NJOP. Sebagai Gubernur, Ahok memiliki kewenangan soal NJOP. Menjadi aneh karena NJOP tahun sebelumnya sebesar Rp 12 juta, saat terjadi pembelian tanah YKSW menjadi Rp 20 juta/meter persegi," papar Prijanto.
Prijanto juga mengungkapkan, jika Ahok tidak berniat jahat seharusnya tidak buru-buru melunasi pembayaran pada pukul 20.00, 31 Desember 2014. Sebab, pemilik tanah masih menunggak PBB sebesar Rp 6 Miliar dan ada 15 bangunan milik RSSW di atas tanah tersebut.
"Jika tidak berniat jahat maka Ahok tidak membeli tanah tersebut dengan harga mahal. Sebab lokasinya tidak strategis dan banjir tidak sesuai kajian teknis Dinkes. Dilain pihak Pemprov DKI Jakarta memiliki aset lahan yang sesuai. Jadi uang Rp 800 miliar itu seharusnya sudah bisa untuk membangun RS Jantung lengkap," ujar Prijanto. (ris)
"Saya berpendapat KPK sudah menemukan dua alat bukti kasus lahan Yayasan Sumber Waras. Sekarang KPK sedang olah lidah belum temukan niat jahat atau korupsinya Ahok," ujar Prijanto melalui pesan tertulis, Kamis (31/3/2016) di Jakarta.
Namun Prijanto siap membantu KPK untuk menemukan niat jahat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BAP) atau Ahok dalam skandal tersebut. Menurut Prijanto, tidak sulit menemukan fakta-fakta yang mendukung niat jahat Ahok dalam kasus tersebut.
"Jika Ahok berniat baik, maka tidak akan melanggar UU, Perpres, Keputusan Mendagri dalam membeli tanah Yayasan Sumber Waras. Tidak perlu Ahok keluyuran rapat dengan pemilik tanah untuk menentukan harga ," ujar Prijanto.
Sebagai Gubernur, menurut Prijanto, Ahok seharusnya fokus melakukan perencanaan, kajian hingga membentuk Tim yang menangani hal tersebut. Bukan malah memaksakan agar pembelian lahan Yayasan Sumber Waras masuk dalam RAPBD-P 2014.
Jika berniat baik, menurut Prijanto, Ahok seharusnya tidak membayar harga tanah tersebut lebih mahal dibanding harga PT CKU (Rp 500 M dengan peruntukan komersil). Seharusnya Ahok menekan harga dibawah PPJB antara PT CKU dengan YKSW, bukan malah membayar seharga Rp 800 Miliar.
"Seharusnya Ahok tidak menaikkan NJOP. Sebagai Gubernur, Ahok memiliki kewenangan soal NJOP. Menjadi aneh karena NJOP tahun sebelumnya sebesar Rp 12 juta, saat terjadi pembelian tanah YKSW menjadi Rp 20 juta/meter persegi," papar Prijanto.
Prijanto juga mengungkapkan, jika Ahok tidak berniat jahat seharusnya tidak buru-buru melunasi pembayaran pada pukul 20.00, 31 Desember 2014. Sebab, pemilik tanah masih menunggak PBB sebesar Rp 6 Miliar dan ada 15 bangunan milik RSSW di atas tanah tersebut.
"Jika tidak berniat jahat maka Ahok tidak membeli tanah tersebut dengan harga mahal. Sebab lokasinya tidak strategis dan banjir tidak sesuai kajian teknis Dinkes. Dilain pihak Pemprov DKI Jakarta memiliki aset lahan yang sesuai. Jadi uang Rp 800 miliar itu seharusnya sudah bisa untuk membangun RS Jantung lengkap," ujar Prijanto. (ris)