Kasus liputan investigasi tentang penyimpangan penyaluran BLBI kepada beberapa bank oleh InfoBank (1998-1999), barangkali bisa dijadikan contoh tentang pemasok informasi yang tidak kredibel tapi data dan informasi akurat.
Salah seorang yang ketika itu bekerja sebagai wartawan InfoBank memperoleh data dan dokumen dari pejabat yang dikenal sebagai anak buah yang loyal dari Presiden Kedua RI, Soeharto.
Posting ini merupakan lanjutan dari Melihat cara kerja penulis berita atau wartawan profesional
Di awal-wal reformasi, orang-orang Soeharto adalah pihak yang paling banyak ditolak oleh publik karena dianggap bagian dari jaringan KKN Orde Baru dan karena itu kredibilitas mereka diragukan. Pembocor informasi itu (seorang bekas menteri), punya kepentingan politik dan ekonomi dengan pemberitaan penyimpangan soal BLBI: ingin menggoyang pemerintahan reformasi yang baru terbentuk.
Wartawan tersebut lalu menyodorkan data, dokumen dan informasi dari bekas menteri itu kepada banyak pihak yang mengerti tentang BLBI dan perbankan untuk diverifikasi dan dianalisis. Hasilnya: tidak satupun pihak-pihak itu yang membantah dan sebaliknya malah membenarkan sebagian atau keseluruhan data dan dokumen yang miliki sang wartawan sebagai dokumen otentik.
Ketika ditulis oleh InfoBank, liputan penyimpangan penyaluran dana BLBI itu mendapat apresiasi dari banyak pihak termasuk para pengambil keputusan di bidang perbankan. Dicopotnya Keluarga Eka Tjipta Widjaja sebagai pemilik BII, dan para direksi BII dari BII oleh Bank Indonesia, salah satunya berkat informasi yang ditulis oleh InfoBank.
Hal yang sama juga terjadi pada Keluarga Harjono pemilik Bank Aspac. Dua informasi tentang BII dan Aspac itu disampaikan oleh salah satu petinggi BI, kepada wartawan tersebut.
Dengan kalimat lain, semua pemasok informasi awal, harus diperlukan dengan sama. Data, informasi atau dokumen awal yang diperoleh wartawan bisa diperoleh dari siapa saja. Perlakuan sama terhadap semua pemasok informasi, juga menunjukkan independensi wartawan.
Hal utama yang harus dilakukan terhadap semua informasi dari pemasok; mengecek akurasinya. Angka, nama, tempat kejadian, saksi, nilai otentik dokumen, bukti-bukti lain dan sebagainya adalah hal-hal penting yang harus mendapat prioritas sudah jelas sejak awal sebelum memulai liputan. Riset dan analisa mendalam dalam hal ini juga memegang peran penting.
Untuk mengetahui akurat atau tidaknya dari sebuah informasi, maka harus dilakukan verifikasi. Semakin banyak pihak yang dimintakan verifikasi maka sebuah hasil liputan akan semakin akurat.
Verifikasi, antara lain bisa dilakukan dengan melakukan investigasi pendahuluan; penyusunan hipotesis; pendalaman dan penelusuran literatur; wawancara dengan pakar atau peneliti; penjajakan dokumen-dokumen; dan sebagainya.
Pemasok informasi atau data juga bisa dikonfirmasi ulang tentang akurasi data mereka ketika ternyata ada fakta atau data yang berbeda atau berlawanan. Jika di tengah jalan, terlihat atau terasa bahwa informasi atau datanya meragukan maka tidaklah keliru untuk menunda liputan.
Dalam beberapa kasus jika informasi atau datanya sama sekali tidak akurat dan berpotensi menyesatkan, sebaiknya informasi dari pembocor disimpan di laci meja.
Pilih dan Tentukan Sumber Berita
Menentukan sumber untuk liputan merupakan soal yang tidak sederhana. Salah menentukan sumber, bisa berakibat fatal pada liputan. Wartawan yang baik yang teruji mental dan kualitasnya, sejak awal (ketika menerima informasi dari pemasok) akan sudah bisa menentukan siapa saja calon sumber untuk liputannya. Wartawan yang buruk adalah wartawan yang tidak tahu dan tidak bisa menentukan sumber liputan.
Ada cara paling sederhana untuk menentukan siapa saja yang harus menjadi sumber liputan. Langkah awal setelah semua informasi (baik yang berbentuk informasi lisan, data atau dokumen) memperoleh verifikasi kebenaran dan akurasinya– adalah dengan membuat outline atau semacam ikhtisar berita, lalu diskusikan di redaksi.
Langkah ini akan memudahkan wartawan untuk memetakan lebih jelas duduk persoalan dari informasi yang diterima dan akhirnya menentukan siapa saja yang harus menjadi sumber liputan. Seperti halnya cerita di film, novel dan sebagainya, setiap informasi pasti mengandung unsur: pelaku utama, pemeran pembantu, pemain figuran dan sebagainya.
Pelaku utama adalah unsur yang paling menentukan jalannya liputan. Dalam liputan investigasi, pelaku utama adalah orang yang diduga paling bertanggungjawab menyebabkan kerugian pada publik.
Jika sebuah liputan investigasi gagal mendapatkan keterangan dari pelaku utama, besar kemungkinan liputan investigasi akan berkurang nilainya. Bahkan bisa jadi akan sama sekali tidak berarti. Pelaku utama adalah sumber utama yang wajib diwawancara dan urutan prioritas wawancaranya adalah terakhir dari sekian sumber yang direncanakan.
Dilanjutkan...
Wartawan harus sanggup menembus sumber berita siapapun orangnya