Era rezim Jokowi, tukang gali kuburanpun akan didatangkan dari Cina

Era rezim Jokowi, tukang gali kuburanpun akan didatangkan dari Cina

Warga setempat mengaku, sangat kecewa atas penempatan buruh rendah dari Cina dalam jumlah besar dipekerjakan di areal proyek pembangunan PLTU seluas 160 hektar


Jaringan listrik Sumatera Utara-Aceh akan segera mendapatkan tambahan pasokan daya listrik sebesar 2x150 Megawatt (mw). Tambahan itu akan didapat dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang akan dibangun di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

PLTU tersebut akan dibangun oleh PT Mabar Elektrindo, sebuah perusahaan yang sahamnya dipegang oleh perusahaan asal China, Shanghai Electric Power Construction Co Ltd (SEPC).

Zhang mengaku, untuk pembangunan PLTU itu pihaknya menyiapkan total investasi hingga USD 560 Juta. Pembangunan dan operasional PLTU itu juga akan menyerap ribuan tenaga kerja. "Sekarang saja untuk pembangunan sudah 200 tenaga kerja terserap. Nanti untuk operasionalnya juga akan banyak yang kita rekrut. Termasuk mahasiswa lokal," tukasnya. (okz)

Kenyataannya :
Proyek pembangunan PLTU di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, lagi-lagi diprotes warga. Kalau sebelumnya soal konservasi lahan dan penutupan anak sungai dikecam warga. Kali ini, giliran keberadaan 2.000 orang buruh asing asal Tiongkok, ditolak warga, Minggu (17/7).

Rusmayadi (34), warga setempat mengaku, sangat kecewa atas penempatan buruh asing dalam jumlah besar dipekerjakan di areal proyek pembangunan PLTU seluas 160 hektar. Sedangkan, untuk buruh local jumlahnya tidak sebanding dengan tenaga kerja asing (TKA) yang ada.

"Kalau cuma buruh kasar, di kampung ini juga banyak yang bisa. Tapi anehnya, untuk tukang sapu saja, malah di datangkan dari Tiongko," katanya.

Meski proyek pembangkit listrik berkapasitas 2 x 150 MW dibangun oleh PT Mabar Elektrindo dan perusahaan asal Tiongkok yakni Shanghai Electric Power Construction Co Ltd, namun penyerapan buruh asing yang diperkirakan mencapai 2.000 orang, jelas telah menimbulkan dampak sosial dan kecemburuan bagi masyarakat sekitar.

"Coba kalian cek, mayoritas pekerjanya dari Tiongkok itu ilegal, paspor mereka pelancong (wisatawan) dan sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia," beber, Rusmayadi.

Penuturan serupa dikatakan, Saidi (55) warga lainnya. Menurut pria yang beprofesi sebagai nelayan ini, pihak investor asal Tiongkok tersebut bukan baru kali ini mengecewakan masyarakat. Tapi, ketika penimbunan 11 anak sungai, warga juga diberi janji konfensasi palsu.

"Mereka itu pembohong, dulu kami dijanjikan uang konpensasi. Terus, dijanjikan kalau mayoritas pekerja di PLTU warga setempat. Tapi, kenyataannya pekerja lokal cuma 30 persen, dan 70 pekerja asing," ungkapnya. (sumutpos)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda