Encik Meliana si pemicu kerusuhan Tanjung Balai tak dijadikan tersangka

Encik Meliana si pemicu kerusuhan Tanjung Balai tak dijadikan tersangka

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) akan memberikan bantuan hukum berdasarkan pendekatan profesi sebagai advokat, dengan adanya warga dibawah umur yang ditetapkan sebagai tersangka


Aneh tapi nyata, Meliana yang disebut sebagai ‘biang kerok’ kerusuhan hingga terjadi aksi pengerusakan dan pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai, lolos dari jeratan tersangka. Pasalnya, nama Meliana tak muncul dari 12 tersangka yang sudah ditetapkan polisi.

Informasi yang diperoleh menyebutkan, pada Selasa, (2/8), terkait kerusuhan di Tanjung Balai, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumut membentuk tim untuk turun ke Kota Kerang tersebut. Selain itu, PWM Sumut meminta aparat kepolisian menegakkan UU No 7/2012 tentang penanganan konflik sosial.

Menurut Wakil Ketua PWM Sumut, Abdul Hakim Siagian, terkait peristiwa kerusuhan di Tanjung Balai itu, PWM Sumut mendorong semua instansi termasuk kepolisian untuk memberikan perhatian serius dan melakukan penyelesaian secara tuntas.

“Tim sudah turun ke Tanjung Balai untuk ikut berkontribusi. Penyelesaian ini harus
dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Penanganan konflik dalam UU No 7 tahun 2012 ini sudah dilengkapi dan dikuatkan dalam PP No 2 tahun 2015.

Hemat kami, itu sudah cukup komprehensif,” kata Abdul Hakim didampingi Ketua Majelis Hukum dan HAM PWM, Faisal di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jalan Sisimangaraja, Medan.

Abdul meminta aparat penegak hukum yang melakukan penyidikan untuk memegang teguh UU No 7/2012 tentang penanganan konflik tersebut. Menurutnya, melalui pendekatan kepada semua tokoh yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, persoalan itu dapat diselesaikan.

Dia juga menyatakan, roda perekonomian di Tanjung Balai itu dikenal tinggi dan melaju pesat. Selain itu, lumbung Dai dan Qori internasional juga banyak berasal dari Tanjung Balai.

Abdul menambahkan, etnis China yang disebut Tionghoa pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lolos dari sasaran. Artinya, saat gejolak reformasi, tempat ibadah di Tanjung Balai jauh dari gangguan.

Menurutnya, Tanjung Balai juga sebagai pintu masuk Sumut melalui pesisir. Alhasil, sejumlah barang ilegal maupun narkoba, dapat bebas masuk dari Tanjung Balai.


“Penyelesaian Tanjung Balai seharusnya menggunakan asas-asas UU penyelesaian konflik sosial yang bertumpu dengan kearifan lokal dan melibatkan tokoh masyarakat,” kata Abul Hakim.

Dia mendesak, aparat penegak hukum dapat menegakkan norma-norma UU tentang penyelesaian konflik tersebut. Jika melalui pendekatan normatif, kata Abdul Hakim, tak dapat menuntaskan persoalan. Melainkan, akan menyulut konflik lebih lanjut ke luar daerah Tanjung Balai.

“Melalui penanganan konflik sosial, maka problem Tanjung Balai akan tuntas dari hulu ke hilir. Harapannya, memandang Tanjung Balai jangan hanya di ujung kuku. Jangan di akhir satu rangkaian beberapa peristiwa. Latar belakang, sebab musababnya juga harus dilihat. Gunakan UU penanggulangan konflik untuk mengatasi dan mnyelesaikannya,” kata dia.

Tentang adanya sejumlah warga di bawah umur yang ditetapkan sebagai tersangka, PWM Sumut akan memberikan bantuan hukum. “Kalau benar, kami juga merespon berdasarkan pendekatan profesi sebagai advokat.

Tim advokat dari akademisi komplit sudah ke sana. Kalau misalnya ini masih misalnya ya, yang diproses anak di bawah umur, maka aparat penegak hukum tak boleh melanggar hukum. Prinsip moral juga dijunjung tinggi,” ujarnya.

Lebih lanjut, saat disinggung soal warga keturunan bernama Meliana yang disebut-sebut sebagai ‘biang kerok’ kerusuhan, menurutnya, hal itu perlu didalami oleh aparat kepolisian. Bahkan, kata dia, penyulut dan pemicu konflik di Tanjung Balai itu bukan hanya Meliana.

Baca Juga : Inilah penyebab pemicu kerusuhan di Tanjung Balai
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda