UU Tax Amnesty mulai menimbulkan keresahan masyarakat

UU Tax Amnesty mulai menimbulkan keresahan masyarakat

Setelah gagal menarik Rp 4.000 triliun uang yang parkir di luar negeri, Kini pemerintah menjadikan rakyatnya sebagai target tax amnesty


Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty sudah efektif berlaku sejak awal Juli lalu dan terus bergulir sampai sekarang. Namun, selang dua bulan berjalan, tax amnesty justru dianggap menjadi teror bagi rakyat.

“Presiden bahkan dalam beberapa kali pidatonya selalu mengatakan bahwa sudah mengantongi nama, alamat dan tempat penyimpanan dana di luar kini tak mampu menarik dana tersebut,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Menurutnya, mimpi indah pemerintah yang merasa akan mampu menarik uang Rp4.000 triliun yang parkir di luar, kini beralih jadi menyasar rakyatnya sendiri yang sedang kesulitan pertumbuhan ekonomi dan bahkan bekerja keras untuk sekedar mampu bertahan di tengah ketidakpastian yang ada. Sehingga berubah menjadi jadi mimpi buruk dan jadi jargon teror

“Presiden bahkan seperti mengancam dan menakut-nakuti secara halus para pemilik uang tersebut, tapi presiden sepertinya lupa bahwa kepastian politik dan kepercayaan pada pemerintah adalah modal utama arus modal masuk, dan inilah yang tidak dimiliki oleh pemerintah,” ungkap dia.

Dia melanjutkan, setelah gagal menarik uang dari luar, sekarang pemerintah menjadikan rakyatnya jadi target tax amnesty. Pemerintah menjadikan aset sebagai sesuatu yang harus dipajak berganda.

“Memangnya semua orang punya NPWP? bukankah PBB tanah dan rumah, PKB kendaraan serta pajak-pajak lain itu adalah bentuk pelaporan harta kepada negara? Mengapa sekarang jadi masalah dan dengan akal-akalan tax amnesty seolah rakyat yang menyembunyikan asetnya?,” tulis dia.

“Lazimnya, pajak itu adalah untuk produktivitas, untuk hasil atau pendapatan bukan kepada aset. Lama-lama sendok garpu di dapur juga harus masuk laporan tax amnesty. Yang paling parah, bisa jadi isi septick tank juga harus lapor pajak karena dianggap aset oleh rezim ini,” ungkap dia. (okz)

Cuplikan berita yang lain :

Kebijakan pengampunan pajak atau amnesti pajak (tax amnesty) mulai memantik keresahan di tengah masyarakat. Penyebabnya, semua wajib pajak harus melaporkan harta yang dimilikinya sekarang jika tidak mau dikenakan denda dalam jumlah besar setelah rampungnya masa pengampunan pajak Maret tahun depan.

Namun, jika mengikuti program amnesti pajak, masyarakat berpendapatan menengah ke bawah tentu terbebani oleh kewajiban membayar tarif tebusan.

Keresahan itu tergambar dalam sosialisasi pengampunan pajak yang digelar Direktorat Jenderal Pajak kepada Ikatan Manager Artis Indonesia (Imarindo) dan sejumlah artis, beberapa hari lalu. Ketua Imarindo Nanda Persada mengatakan keterbatasan wawasan membuat artis memiliki tunggakan pajak. Nilainya cukup besar, dari mulai Rp 1 juta hingga Rp 1 miliar.

Selain pajak penghasilan, wajib pajak tersebut juga harus membayar denda atas harta tambahannya sebesar 2 persen selama maksimal 24 bulan, atau 48 persen. Lebih berat lagi jika hartanya tidak dilaporkan. Sanksinya bisa terkena denda hingga 200 persen, hingga pidana. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Untuk menghindari sanksi berat ini, tidak ada pilihan lain selain ikut program pengampunan pajak (tax amnesty). Dengan mengikuti program ini, wajib pajak akan memperoleh fasilitas penghapusan pajak yang seharusnya terhutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana perpajakan untuk kewajiban pajak hingga 2015

Ikut tax amnesty pun tetap saja ada konsekuensinya. Peserta program pengampunan pajak harus membayar uang tebusan atas harta tambahan yang diungkapkan. Tarifnya beragam, mulai 2 persen hingga 10 persen, tergantung program yang diikuti dan periode waktunya. (ktd)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda