Drama perampokan di Pondok Indah mendapatkan liputan yang besar padahal ini skalanya kriminal biasa, sementara staf ahli Wapres dan seorang konglomerat yang jelas-jelas melanggar hukum dan menjadi pengemplang pajak, yang merupakan representasi elit nasional dan berskala strategis, justru dianggap tidak penting.
Dua peristiwa ini tidak bisa ditangkap oleh media sebagai peristiwa secara jernih dan berjarak.
Melihat hal ini, betul adanya kata Brian McNair ketika mengevaluasi peran jurnalisme di ruang publik dalam mendorong demokratisasi, kini media mengalami "dumbing down" (makin bego) -- maaf kalau terjemahannya menjadi begitu karena dumb memang artinya "bodoh".
Kasus elit pengemplang pajak dianggap kurang unsur infotainment (drama)-nya dibanding kasus penyanderaan di Pondok Indah oleh media (terutama TV), makanya tak perlu mendapatkan liputan yang besar.
Namun yang lebih mengecewakan lagi adalah media seperti Kompas, media arus utama yang dianggap rujukan kelas menengah, justru berpihak ke pelanggar hukum dalam pembingkaian beritanya.
Lalu ke mana rakyat kebanyakan ini akan mencari rujukan moral kalau media saja yang berkuasa menentukan kebenaran sudah tidak jelas pemahamannya akan mana yang penting dan tidak dan mana yang benar dan tidak?
Jadi rakyat makin tak enak saja di negeri ini.