Kepopuleran serta kefavoritan perang konvensional yang mengerahkan militer secara terbuka, pasca berakhirnya Perang Dunia II (1939-1945) akhirnya meredup.
Kini muncul perang asimetris, suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra dimana merupakan paduan antara trigatra (geografi, demografi, dan sumber daya alam) dan pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya).
“Perang asimetris dapat dideskripsikan sebagai sebuah konflik dimana dari dua pihak yang bertikai berbeda sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya.
Pejuang yang lebih lemah berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangan yang dimiliki dalam hal kualitas atau kuantitas.” (Tomes, Robert, Spring 2004, Relearning Counterin surgency Warfare, Parameter, US Army War College).
“Asymmetric warfare merupakan perang murah meriah tapi kehancurannya lebih dahsyat dari bom atom. Jika Jakarta di bom atom, daerah-daerah lain tidak terkena tetapi bila dihancurkan menggunakan asymmetric warfare maka seperti penghancuran sistem di negara ini, hancur berpuluh-puluh tahun dan menyeluruh,” ujar Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryaccudu.
Perang asimetris merupakan metode peperangan gaya baru secara nirmiliter (non militer) namun daya hancurnya tidak kalah bahkan dampaknya lebih dahsyat daripada perang militer. Ia memiliki medan atau lapangan tempur luas meliputi segala aspek kehidupan. Sasaran perang non militer tak hanya satu aspek tetapi juga beragam aspek, dapat dilakukan bersamaan, atau secara simultan dengan intensitas berbeda.
Sasaran perang asimetris ini ada tiga:
- Membelokkan sistem sebuah negara sesuai arah kepentingan kolonialisme
- Melemahkan ideologi serta mengubah pola pikir rakyatnya
- Mnghancurkan food security [ketahanan pangan] dan energy security [jaminan pasokan dan ketahanan energi] sebuah bangsa, selanjutnya menciptakan ketergantungan negara target terhadap negara lain dalam hal food and energy security.
“Control oil and you control nations, control food and you control the people.” (Kontrol minyak maka anda mengendalikan negara, kendalikan pangan maka anda menguasai rakyat). Betapa efek perang ini sungguh dahsyat karena berdampak selain kelumpuhan menyeluruh bagi negara bangsa, juga membutuhkan biaya tinggi dan perlu waktu yang relatif lama untuk proses recoverynya (pemulihan kembali) kelak.
Bersambung ke Sifat dan Bentuk Perang Nirmiliter