Ahok terancam tidak bisa ikut dalam pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017

Ahok terancam tidak bisa ikut dalam pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017

Nusron : Ahok mengedukasi warga agar jangan mau dibohongi oleh orang yang mempolitisasi agama. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, permintaan maaf Ahok tidak bisa serta merta menyelesaikan perkara hukum


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terancam tidak bisa ikut dalam pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017. Apabila Ahok terbukti melakukan dugaan penistaan agama.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, permintaan maaf Ahok tidak bisa serta merta menyelesaikan perkara hukum yang sedang berjalan di kepolisian.

"Ini sudah memasuki wilayah hukum, menurut saya tidak hanya hukum terbatas juga bisa hukum terpidana," tegas Agus, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/10).

Sementara itu

Mantan ketua tim pemenangan Ahok, Nusron Wahid melakukan pembelaan bahwa sesungguhnya tidak ada unsur pelecehan pada pernyataan Ahok.

"Yang ada justru Ahok memberikan edukasi kepada rakyat agar memilih secara cerdas. Ahok mengedukasi warga agar jangan mau dibohongi oleh orang yang mempolitisasi agama dalam hal ini dengan menggunakan ayat al-Quran surat al-Maidah," ujar Nusron di Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Menurut Nusron ahok tidak menitikberatkan persoalan pada surat al-Maidah ayat 51 yang dikutipnya. Tetapi, kata dia, sebenarnya Ahok ingin mengungkapkan tentang adanya sejumlah pihak yang berusaha membohongi masyarakat dengan cara mempolitisasi ayat dalam al-Quran tersebut.

"Jadi yang dituju pidato Ahok adalah orang yang membohongi. Bukan berarti ayat al-Maidah yang bohong. Justru Ahok menempatkan ayat suci secara sakral dan adiluhung. Bukan alat agitasi, dan kampanye yang mendiskreditkan," ungkapnya.

Dan menurut MUI


Majelis Ulama Indonesai (MUI) mengeluarkan pernyataan resmi mengenai komentar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang diduga menistakan Islam karena menafsirkan surat Al Maidah ayat 51.

MUI memutuskan bahwa Ahok telah menghina Al-Quran dan ulama. Berikut pernyataan MUI:

Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, "Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya". Dengan ucapannya tersebut MUI menilai sudah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:

1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.

2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.

3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.

4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, "hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran".

5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.

Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.

Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :

1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.

3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.

5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.

Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
DR. KH. MA’RUF AMIN

Sekretaris Jenderal
DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg

(ICL)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda