Yusril Ihza Mahendra benar. Ketika mantan Menteri Sekretaris Negara di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini berujar, "Jangan mudah mempercayai orang", kita mengiyakannya. Yusril benar.
Kebenaran ujaran Yusril itu sahih karena bertumpu pada pengalaman terbarunya.
Berbulan-bulan berjuang dengan segala upaya merontokkan elektabilitas petahana, di akhir perjuangannya di bulan kedelapan, harapan yang erat dipegangnya ternyata kosong belaka.
Memang tidak cukup jelas siapa yang kemudian tidak dipercayai Yusril dalam kasus ini.
Yusril hanya menyebut, setelah perjuangannya selama delapan bulan membuat elektabilitas petahana melemah, tiba-tiba di tikungan ada orang lain yang mulai ambil start.
Yusril "tidak mudah mempercayai orang" setelah tiga partai politik, yang semula memberinya harapan, balik badan di tengah malam.
Kontrak politik Jokowi sebelum menjadi Gubernur :
Setelah menjadi gubernur bahkan presiden
Harapan Yusril kepada tiga partai politik itu terbukti kosong di hari terakhir pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Janji yang menumbuhkan harapan tidak sesuai realita.
Tiga partai itu adalah Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan. Hingga seminggu sebelum harapannya ternyata kosong, Yusril masih yakin dengan janji pencalonan.
Dini hari saat sebagian besar warga Jakarta terlelap tidur, di kediaman Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, tiga partai itu ditambah Partai Amanat Nasional mengumumkan nama lain.
Rektorika saat sedang mencalonkan ada kemiripan dengan kontrak politik Jokowi
Ini yang mungkin dimaksud Yusril sebagai tikungan atas upaya gigihnya selama delapan bulan.
Nama lain itu adalah Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203/Arya Kemuning Mayor (Inf) Agus Harimurti Yudhoyono. Anak sulung SBY ini dipasangkan dengan Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Sylviana Murni.
Setelah mengumumkan Agus-Sylvi, Yusril tidak disebut-sebut lagi. Namanya seperti tidak dikenali dan hilang bersamaan dengan pekatnya dini hari.
Ahok hitung Yusril
Diakui atau tidak, kehadiran dan kegigihan Yusril saat semua partai politik kebingungan mencari calon penantang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok cukup merepotkan petahana.
Dari semua calon yang mengemuka saat itu, Ahok beberapa kali menyebut Yusril sebagai penantang paling tangguh. Ia menyebut Yusril layak diperhitungkan dan ditakuti.
Ungkapan Ahok bukan tanpa dasar. Sejumlah pengalaman jadi pijakan.
Kita masih ingat bagaimana pernyataan Yusril sebagai pakar hukum tata negara membuat Ahok yang semula ingin maju lewat jalur independen berpikir ulang. Kejelian Yusril melihat kelemahan lawan mengikis rasa percaya diri Ahok yang kerap berlebihan.
Pernyataan Yusril tentang pengumpulan dukungan lewat kartu tanda penduduk (KTP) tidak sah jika hanya menyebut calon gubernur adalah salah satunya.
Ahok mendengar dengan seksama apa yang dikemukakan Yusril. Kepada KPUD Jakarta, Ahok lantas berkonsultasi yang berujung pada perubahan formulir yang diedarkan "Teman Ahok".
Berdasar pernyataan Yusril yang dikemukakan medio Februari 2016 ini, Ahok dan "Teman Ahok" mengulang dari nol pengumpulan fotokopi KTP dengan menyertakan nama calon wakil gubernur.
Karena pernyataan Yusril ini, muncul nama Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budihartono.
Oleh "Teman Ahok", nama Heru lantas dicetak dalam kolom nama wakil gubernur saat mencari dukungan untuk maju secara independen.
Kita semua tahu, drama "Teman Ahok" soal calon independen ini berakhir lantaran risiko gagal yang besar jika dilanjutkan.
Teman (lama) Ahok yang tergabung dalam Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Golkar pasang badan dengan menyediakan tiket untuk pencalonan Ahok di jalur partai politik.
Drama tiga Teman Ahok ini juga kemudian berakhir setelah PDI-P tampil sebagai penyedia tiket untuk pencalonan Ahok. Tiga Teman Ahok dan "Teman Ahok" lantas ikut serta mendukung pencalonan Ahok oleh PDI-P itu.
Heru yang disebut-sebut sebagai calon wakil gubernur independen otomatis hilang. Oleh PDI-P, Ahok dipasangkan dengan wakilnya saat ini yaitu Djarot Saiful Hidayat.
Mickey Mouse tersenyum
Kegigihan Yusril tidak berhenti pada kritik soal pengumpulan fotokopi KTP yang ternyata benar.
Tidak lama setelah Ahok dan "Teman Ahok" mengikuti apa yang dikatakan Yusril, popularitas Yusril meningkat. Sisi lain Yusril yang tidak banyak diketahui publik juga mengemuka dan memikat.
Kita masih ingat bagaimana sosial media ramai mempercakapkan Yusril yang berbeda. Pengacara yang terkenal serius dan dan jarang tersenyum ini tampil tersenyum di tengah-tengah pasar dengan kaus bergambar Mickey Mouse tersenyum.
Sosok Yusril yang kompak dengan anak perempuannya tergambar dari kaus yang dikenakan. Sisi lain ini muncul dan menarik perhatian lantaran memiliki nilai berita: popularitas atau ketenaran dan keganjilan atau keunikan.
Sosok Yusril yang jarang tersenyum, cenderung murung dan bikin bete orang di sekitarnya terkikis. Modal untuk lebih banyak disukai mulai mengemuka. Yusril ternyata bisa tersenyum, tertawa, dan bikin ceria orang di sekitarnya.
Yusril berubah. Atau lebih tepatnya, cara kita melihat Yusril mulai berubah karena lebih banyaknya perhatian kita yang tercurah.
Saat terjadi konflik antara warga dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta terkait kawasan Luar Batang, Yusril juga tampil di depan.
Kesan pengacara yang hitung-hitungan dan mematok tarif mahal tidak ditemukan.
Yusril merasa iba lantaran didatangi warga Luar Batang yang membutuhkan bantuan hukum. Yusril mengaku tetap akan membela warga yang datang meskipun tidak ada pilkada. Kemuliaan etika profesi sebagai pengacara dinyatakan.
Pada posisi ini, popularitas Yusril sebagai penantang Ahok meningkat. Peningkatan ini dibarengi dengan tingginya elektabilitas Yusril dibandingkan dengan para penantang Ahok seperti Sandiaga Uno berdasarkan survei yang dilakukan Charta Politika.
Mengetahui apa yang dilakukannya berdaya guna, upaya gigih Yusril untuk melucuti elektabilitas petahana tidak surut. Perlawanan dilakukan di semua arena yang memungkinkan.
Awal Agustus 2016, saat Ahok mengajukan uji materi (judicial review) perihal cuti kampanye di Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), Yusril mengajukan diri sebagai pihak terkait.
Seperti Ahok yang potensial menjadi cagub, Yusril mengajukan diri sebagai pihak terkait lantaran potensial juga menjadi cagub. Harapannya masih menyala-nyala berdasar pada komunikasi politiknya dengan para petinggi partai politik yang memberi janji.
Namun, setelah dipotong di tikungan saat dini hari, Yusril mundur sebagai pihak terkait di MK.
Karena tidak menjadi cagub, Yusril sadar tidak lagi memiliki legal standing untuk maju sebagai pihak terkait atas uji materi yang diajukan Ahok.
Agar tidak kecewa
Yusril pasti kecewa dengan keputusan para petinggi partai politik yang semula menumbuhkan harapan di dadanya. Ungkapan kekecewaan itu mengemuka setelah pengumuman di Cikeas dan tidak ada disebut namanya.
Jangan mudah memercayai orang. Pelajaran ini digenggam erat-erat oleh Yusril sebagai ganti harapan yang menguap dan memunculkan kecewa saat melihat realita.
Tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Dari kiri ke kanan: Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saeful Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Tanpa Yusril, Jakarta kini memiliki tiga pasang calon yaitu Ahok-Djarot, Agus-Sylvi, dan Anies-Sandi. Pasangan terakhir dicalonkan Partai Gerindra dan PKS. Mirip Agus, Anies muncul tiba-tiba di tikungan juga.
Meskipun tanpa Yusril, pelajaran yang dipetiknya setelah delapan bulan gigih berupaya bisa jadi landasan juga untuk warga Jakarta pemilik hak suara.
Jangan mudah memercayai orang juga para kandidat yang hendak memperebutkan Jakarta dengan buaian kata-kata semata. Cek kata-kata atau janji-janji mereka dalam realita agar kelak tidak terlalu kecewa.
Pengalaman Yusril adalah pelajaran amat berharga, juga buat warga Jakarta.
- Menurut KBBI : kata munafik adalah berpura-pura percaya dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua