Pengacara Otto Hasibuan, Demi Keadilan Rela Tak Dibayar

Pengacara Otto Hasibuan, Demi Keadilan Rela Tak Dibayar

Menurut gosip yang beredar Anda dibayar mahal oleh Jessica?Mereka keliru, sangat-sangat keliru jauh panggang dari api. Ini urusan kemanusiaan.


Otto Hasibuan merupakan sosok yang sederhana, ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja
Otto Hasibuan adalah salah satu pengacara ternama di Indonesia. Ia banyak menangani kasus-kasus besar. Saat ini ia menjadi sorotan media karena menjadi salah satu kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, terdakwa atas kematian Wayan Mirna Salihin.

Meski sudah menjadi pengacara sukses, Otto merupakan sosok yang sederhana, ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Baginya, hidup bukan untuk mencari kepuasan materi, jabatan, lalu menjadi lupa dan sombong dengan apa yang sudah dihasilkan, kesombongan menurutnya hanya milik Tuhan semata. Ia juga rela tidak dibayar demi kemanusiaan.

Dalam menapaki karier, Otto yang lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 5 Mei 1955, memiliki prinsip hidup harus memulai semuanya dari bawah dan tidak pernah melompat jauh meski ada kesempatan.

Ia menganalogikan anak tangga. Ketika dirinya berada di atas anak tangga pertama, ia tetap melangkah ke tangga kedua, ketiga dan seterusnya kendati kesempatan untuk dapat menaiki tangga yang lebih tinggi tersedia. Menurutnya akan sangat berisiko jika tidak memperkuat pondasi dari bawah. “Tapi itu semua adalah pilihan. Masing masing orang kan berbeda,” katanya.

Dari kecil Otto sudah membiasakan diri menjadi pribadi yang ulet dan rendah hati. Itu tak terlepas dari peran orangtuanya yang mendidik kedisiplinan. Ia dari kecil sudah akrab dengan organisasi, baik di dalam maupun di luar sekolah.

Di perguruan tinggi dan setelah menjadi pengacara pun demikian, Otto yang sudah senang mengorganisir sejak kecil, membawanya dalam posisi penting di sebuah organisasi besar seperti di Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), Ikatan Advokasi Indonesia (Ikadin) dan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Ia juga ketua marga Hasibuan.

Di Peradin ia sempat menjadi komisaris. Kemudian di Ikadin sempat menjadi Ketua Umum DPP Ikadin periode 2003-2007 dan dipercaya kembali pada priode 2007-2012. Ia juga aktif sebagai anggota International Bar Association (1985) dan anggota Inter Pacific Bar Association. Selain itu, Otto adalah salah satu pendiri dan dipercaya sebagai Ketua umum Peradi dari tahun 2005 sampai 2015.

Setelah tamat dari SMA di Pematang Siantar, ayah empat anak dan sudah memiliki empat cucu ini, sempat kesulitan memilih bidang apa yang akan ditekuninya. Sebelum memilih kuliah di Fakultas Hukum, Otto sempat memilih kuliah di fakultas teknik karena ingin menjadi insinyur. Namun sayang, ia sempat mengalami kegagalan, tidak diterima di seluruh Universitas yang diinginkannya.

Setahun kemudian atas saran ayahnya dan memang keinginannya, Otto memutuskan kuliah di Fakultas Hukum. Ia diterima Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Berhasil memperoleh gelar Sarjana Hukum, Otto kemudian mengambil studi Comparative Law di University Technology of Sydney. Selepas itu, ia juga meraih gelar Doktor di UGM.

Tak lama setelah lulus, ia langsung mendapat pekerjaan di sebuah kantor pengacara ternama di Jakarta. Setelah mapan, ia memilih membuat firma hukum sendiri dengan nama Otto Hasibuan & Associates. Selain berprofesi sebagai pengacara, hingga saat ini, Otto masih aktif mengajar di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Jayabaya. Pada Oktober 2014 lalu, Otto mendapat gelar Profesor Kehormatan dari Universitas Jayabaya atas jasanya dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia. Pertimbangan lainnya terhadap penganugerahan itu adalah pengabdiannya selama 32 tahun sebagai advokat.

Otto sempat tidak diterima di berbagai universitas. ia pun sempat ditawarkan menjadi pendeta atau mengenyam pendidikan hukum oleh ayahnya. Berikut petikan wawancara secara eksklusif dengan Otto Hasibuan;

Seperti apa masa kecil Anda?

Masa kecil saya sebenarnya biasa saja, cuma dari kecil saya suka organisasi. Berbagai macam organisasi. Semasa SD, dulu ada namanya PORSEDA (Persatuan Olah Raga Sepeda), saya jadi ketua. Kemudian saat di SMP mendirikan perkumpulan sepakbola, klub Putra Andalas. Saya juga aktif di organisasi sekolah, sempat jadi ketua OSIS, Senat, sampai advokat. Memang hobi saya suka berinteraksi dengan banyak orang .

Sejak kapan Anda ingin jadi pengacara?

Zaman saya lulus SMA tahun 1973 belum Hits dunia hukum . Insinyur yang lagi tren, sehingga saya ikut-ikutan, meski bertentangan dengan hati. Akhirnya saya mulai melamar di fakultas teknik berbagai universitas. Tapi satu pun nggak ada yang masuk. Akhirnya tahun berikutnya orangtua saya bilang , ‘nak kamu itu cocoknya jadi pendeta dan kedua jadi hakim’ artinya dunia hukum karena dahulu hanya hakim yang terkenal. Meski dahulu dunia hukum nggak menarik untuk masa depan, tapi hati memang ingin sekali. Akhirnya saya ikutin saran orangtua saya, saya tes fakultas hukum, eh diterima. Saya kuliah di Universitas Gajah Mada.

Anda di dalam ruang sidang terlihat tenang, apakah itu sudah menjadi pembawaan Anda?

Saya pikir saya tidak pernah berpikiran untuk menang setiap menangani perkara. Saya lakukan best effort dahulu karena menang dikabulkan atau tidak, ada di tangan hakim. Urusan lawyer adalah berbuat yang terbaik membela klien. Jadi tidak grasak-grusuk, tidak perlu emosional dan tetap dalam koridor yang normal. Tapi kalau sudah berpikir harus menang, harus menang itu nanti akhirnya kita jadi emosional.

Anda terlihat sangat sederhana meski sudah menjadi pengacara sukses?

Hidup ini kan sementara saja. Tuhan betul-betul bermurah hati dan kita nggak boleh sombong. Karena nggak ada gunanya kesombongan itu. Saya bertemu dengan orang biasa, saya jadi orang biasa, kalau bertemu dengan orang berpendidikan, saya jadi orang yang berpendidikan.

Menyewa jasanya sebagai pengcara, Otto yang sudah menjadi pengacara ternama dikenal memasang tarif sangat mahal sekali. Tapi demi kemanusiaan, ia rela tidak dibayar.

Apakah Anda dalam menangani setiap kasus lebih mementingkan materi?

Tidak ya, saya waktu kuliah sudah menawarkan jasa hukum kepada masyarakat di pedesaan dan kalau menang itu saya dikasih beras, pisang setandan, rasanya senang sekali bisa membantu. Demikian juga dengan kasus Jessica. Saya suka rela. Karena ini proyek kemanusiaan. Menurut saya dari bukti yang ada tidak ada alasan bagi Jessica untuk menjadi terdakwa, terlepas hakim berbeda pendapat dengan saya, terus terang aja saat saya menangani kasus ini banyak yang membully saya, klien saya keberatan, teman , saudara. Istri saya juga bilang begitu. Mereka kan tidak tahu yang sebenarnya, jadi yah sudah tahan dahulu untuk di bully.

Apa dengan maksud Anda Proyek Kemanusiaan ? Bukankah menurut gosip yang beredar Anda dibayar mahal oleh Jessica?


Mereka keliru, sangat-sangat keliru jauh panggang dari api. Ini urusan kemanusiaan. Nggak mungkin mereka sanggup bayar saya dengan urusan yang capai begini. Saya bukan mau merendahkan keluarga Jessica ya, mereka orang biasa seperti kita. Ini urusan kemanusiaan. Saya bahkan di bully oleh teman-teman saya karena mengambil kasus ini. Saya membela Jessica ini untuk keadilan, soal kata orang biarlah mereka berkata. Masa saya yang sudah berusia uzur ini tidak mau berbuat baik. Akhirnya sekarang terbukti kan berbeda kan, dahulu saya diteriakin di ruang sidang. Sekarang pengunjung sering kasih roti, makanan sama Jessica.

Lho kalau sukarela, kok Anda bisa mendatangkan saksi ahli begitu banyak, bahkan ada yang dari luar negeri?

Kalau saya bisa mendatangkan saksi dari luar negeri, saya bilang ke mereka saya juga membantu mereka secara sukarela tidak ada urusan bisnis di sini, 'kalau kamu bantu, saya akan hargai kamu'. Karena ini untuk membela keadilan. Saya senang mereka mau meski hanya dikasih ongkos dan uang saku saja. Tidak ada honor yang luar biasa. Kalau ongkos dan honor itu, urusan keluarga Jessica.

Apakah Anda yang menawarkan diri menjadi pengacara Jessica atau tidak?

Jadi ibu Jessica datang dengan tim yang lain dengan air mata tapi tidak langsung saya terima. Saya pelajari dahulu dengan dalam. Akhirnya saya katakan baik saya bela dengan catatan jika ada bukti-bukti yang saya yakini Jessica bersalah, saya mundur. Kenapa? Karena kamu bilang tidak bersalah, ternyata bersalah. Berarti kamu bohongin saya. Itulah deal kita. Tapi hari demi hari berhari berjalan, saya makin yakin dia tidak bersalah, itu sebabnya saya teruskan perjuangan ini. (bintang)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda