Ismail Zubir, mantan PNS Dinas Tata Kota yang telah mengabdi selama 28 tahun, sangat memahami perkembangan kebijakan tata kota pada 6 periode gubernur Jakarta. Ia menegaskan bahwa yang digembor-gembor kan sebagai prestasi Ahok, nyatanya hanya karena Ahok melanjutkan blueprint tata kota sebelumnya, juga karena Ahok menyelesaikan persoalan-persoalan kecil yang diklaim sebagai prestasi.
Berikut tulisan lengkapnya:
Saat ini, banyak beredar informasi di medsos yang menyesatkan terutama terkait dengan pembangunan Jakarta yang diklaim sebagai prestasi Basuki Tjahaja Purnama; termasuk apa yang disampaikan Prof. Sarlito Wirawan dalam salah satu artikelnya.
Dalam tulisan itu, Sarlito menulis : "Jalan-jalan tol, MRT, kereta bawah tanah dibangun terus (padahal di tangan gubernur-gubernur sebelumnya mangkrak semua)."
Prof. Sarlito telah menafikan jasa-jasa para mantan gubernur dalam membangun kota Jakarta dan menisbatkannya hanya kepada Basuki T. Purnama. Ini jelas tidak adil.
Saya saksi hidup, barangkali sudah "langka" yang banyak tahu tentang track record para gubernur tersebut karena selama 28 tahun mengabdi di Dinas Tata Kota DKI Jakarta di bawah kepemimpinan mulai dari :
2012, saya sudah pensiun. Akan tetapi, tetap mengikuti kiprah Fauzi Bowo. Sebetulnya, Basuki T. Purnama hanya melanjutkan _blueprint_ pembangunan Jakarta sebagaimana yang telah diletakkan oleh para gubernur sebelumnya.
Para gubernur tersebut telah meletakkan kerangka makro pembangunan Jakarta yang komprehensif, termasuk program-program jangka panjang dan menengah serta skala prioritasnya.
Ali Sadikin menyiapkan Rencana Induk Jakarta 1965–1985, Suprapto kemudian melanjutkan dengan Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 2005, Suryadi Soedirdja pada tahun 1996 merevisi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2010, dan Fauzi Bowo melanjutkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2030.
Skenario pembangunan Jakarta sudah ditentukan dalam dokumen tersebut di atas, baik secara keseluruhan maupun partial. Jadi konsepsi pembangunan jalan arteri tol dan non-tol, MRT, LRT, BRT (busway), pengendalian banjir, dan pengembangan fasos fasum, semuanya sudah tertera dan terprogram, tinggal menjalankan saja.
Perbedaan Basuki T. Purnama dengan para gubernur sebelumnya adalah :
Basuki T. Purnama bekerja secara _piece meal approach_ (menyelesaikan persoalan-persoalan kecil), antara lain membangun proyek-proyek yang bersifat kosmetik dan partial seperti pembenahan trotoar, pembersihan kali, pembangunan taman, menggusur hunian kumuh yang akhirnya menimbulkan banyak permasalahan sosial terhadap warga tergusur dan lain sebagainya.
Sedangkan, para gubernur sebelumnya selalu bekerja dalam kerangka pembangunan yang menyeluruh dan terintegrasi sesuai skala prioritasnya, menyelesaikan masalah tanpa masalah; mendahulukan terbentuknya struktur jaringan makro Jakarta, terutama dalam aspek transportasi dan pengendalian banjir.
Pembangunan Jalan Arteri Tol dan Non-Tol
Sebelum Basuki T. Purnama menjabat sebagai gubernur, pembangunan struktur makro jaringan jalan arteri primer baik lingkar maupun radial Jakarta telah selesai seluruhnya.
Pembangunan Jalan Lingkar Dalam
Peningkatannya menjadi jalan tol juga pada masa para gubernur tersebut. Belum lagi banyak jalan arteri radial yang diselesaikan para gubernur setelah Ali Sadikin, antara lain; jl. Dr.Satrio, jl. Casablanca, jl. Rasuna Said, jl. Buncit Raya, jl. Antasari, jl. Pondok Pinang, jl. Pejompongan, jl. Panjang, jl. Latumeten, jl. Mangga Dua, jl. Ngurah Rai dan banyak lagi yang lainnya.
Basuki T. Purnama hanya menerima warisan struktur jaringan jalan makro Jakarta yang sudah terbentuk.
Adapun pembangunan 6 jalan tol baru yang sekarang ini sedang dilaksanakan, sebetulnya merupakan program Fauzi Bowo yang siap dilaksanakan. Namun karena mendapat kritikan tajam dari berbagai para pakar transportasi kota, maka program tersebut dibatalkan dan diganti dengan pembangunan 2 ruas jalan layang non tol, yaitu ruas Mas Mansyur-Dr. Satrio-Casablanca dan ruas Antasari.
Pengendalian Banjir
Begitu juga dalam sistim pengendalian banjir, apa yang dilakukan Gubernur sebelumnya adalah membangun struktur makro pengendalian banjir yang sudah rampung seluruhnya, antara lain dengan pembangunan kanal, waduk dan saluran primer Jakarta. Banjir Kanal Barat sudah dimulai dibangun sejak zaman Ali Sadikin. Cengkareng Drain dan Cakung Drain dilanjutkan para Gubernur lainnya. Terakhir, Banjir Kanal Timur diselesaikan oleh Fauzi Bowo.
Bahkan program normalisasi kali juga sudah dilakukan pada beberapa sungai di Jakarta, seperti Kali Cideng, Morkervart, Gunung Sahari, dll. Pembangunan waduk Pluit, Sunter, Ria Rio juga hasil karya para gubernur tersebut.
Pengelolaan Sampah
Sistim dan mekanisme pengelolaan sampah mulai dari pembangunan Tempat Penampungan Sementara (TPS) di berbagai tempat di Jakarta sampai Tempat Penampungan Akhir (TPA) di Bantar Gebang juga sudah selesai dibangun. Kalaupun terjadi kericuhan dalam pengelolaan sampah belakangan ini, itu hanya menyangkut masalah manajemen saja.
Fasos-Fasum
Berbagai macam fasos/fasum juga telah dibangun dalam jumlah yang memadai oleh para gubernur sebelumnya. Sekolah, mulai dari tingkat SD sampai SMA. Fasilitas kesehatan, mulai dari Puskesmas tingkat kelurahan, kecamatan sampai RSUD juga terbangun di setiap kelurahan, kecamatan dan wilayah kota. Hanya RSUD Jakarta Selatan yang dibangun Basuki T. Purnama melanjutkan program gubernur sebelumnya.
Demikian juga pembangunan pasar modern tersebar merata di seluruh kota, seperti pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Glodok, Pasar Mayestik, Pasar Blok-M, Pasar Koja, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Santa dll. Begitu juga pasar pasar tradisional yang jumlahnya ratusan.
Pembangunan terminal dalam kota dan luar kota, spt Terminal Kampung Rambutan, Terminal Blok-M, Terminal Cengkareng, Terminal Pulo Gadung, Terminal Lebak Bulus, dll sudah terlaksana sebelum Basuki T. Purnama menjabat. Pembebasan tanah terminal Pulo Gebang dilakukan masa gubernur Sutiyoso. Pembangunan fisiknya semasa Gubernur Joko Widodo.
Dalam kegiatan olahraga, pembangunan gelanggang remaja di setiap wilayah kota, lapangan sepakbola semua sudah lengkap.
Mass Rapid Transit (MRT)
Sebetulnya, gagasan pembangunan MRT sudah dicetuskan sejak masa Ali Sadikin. Tetapi kajian saat itu menyimpulkan kemampuan membangun MRT belum ada. Barulah pada era Suryadi Soedirdja dibentuk _Project Management Unit MRT_ untuk melakukan _Feasibility Study_ Tentang Pembangunan MRT. Studi tersebut berhasil dirampungkan dan kemudian akan ditindak lanjuti dengan penyusunan Basic Design. Namun penyusunan Basic Design terpaksa ditangguhkan di era Sutiyoso akibat krisis ekonomi 1998. Baru saat Fauzi Bowo menjabat, studi tersebut dilanjutkan dan bahkan dibentuk PT. MRT JAKARTA untuk melaksanakannya. Ketika Joko Widodo menjadi gubernur, beliau tinggal melaksanakan apa yang sudah disiapkan oleh Fauzi Bowo.
Light Rail Transit (LRT)
Sutiyoso -karena mempertimbangkan kondisi perekonomian yang belum pulih- memutuskan menunda pembangunan MRT dan merintis pengembangan LRT sebagai gantinya. Pembangunan bekerjasama dengan pihak swasta sebagai investor. Tiang-tiang penyangga bahkan sudah dibangun, namun karena investor kesulitan modal maka proyek tersebut terhenti .
Bus Rapid Transit (BRT)
Akhirnya, Sutiyoso beralih membangun Bus Rapid Transit pada beberapa koridor jalan arteri dan dilanjutkan pada beberapa koridor lainnya oleh Fauzi Bowo. Sebetulnya BRT adalah pilihan yang tepat karena saat ini menjadi primadona di manca negara dalam memecahkan masalah transportasi. Pembangunan MRT sudah ditinggalkan kota-kota dunia karena selain biaya pembangunannya sangat mahal, teknologinya rumit, memerlukan waktu pembangunan yang lama, juga secara ekonomis tidak menguntungkan. Hampir semua operator MRT di seluruh dunia merugi dan disubsidi oleh pemerintah. Di kota Kahsiong (Taiwan) bahkan pembangunan MRT gagal karena sepi penumpang; demikian juga di Kuala Lumpur.
Bila MRT Jakarta nanti rampung, akan menjadi beban fiskal buat Pemprov DKI. Subsidi tiket diperkirakan sekitar Rp. 20.000/penumpang. Dengan perkiraan ridership 1 juta orang perhari, maka subsidi tiket/hari mencapai Rp. 20 M, Rp. 600 M/bulan, Rp. 7,2 T/tahun. Belum lagi biaya operasional, pemeliharaan (maintenance) dan pembayaran cicilan dan bunga hutang, mungkin pengeluaran pemerintah provinsi bisa mencapai angka Rp. 10 T setiap tahunnya.
Sebaliknya, biaya pembangunan BRT sangat murah, teknologinya tidak terlalu rumit, waktu pembangunan sangat cepat dan yang paling penting tidak akan menguras kas pemerintah. Di beberapa kota di dunia, pemerintah hanya menyiapkan infrastukturnya saja, sedangkan pengadaan bis disediakan operator. Ternyata juga kapasitas BRT dapat ditingkatkan setara MRT. Dengan menyediakan 2 lajur bis setiap arah dan menggunakan bis bi-articulated (3 rangkai gerbong), kapasitasnya bisa mencapai 55.000 penumpang/arah/jam setara dengan kapasitas MRT Lebak Bulus-Bundaran HI yang sedang dibangun.
Beberapa kota di dunia berhasil mengatasi masalah transportasinya dengan cara ini, seperti Bogota, Sao Paulo, Guangzu dll. "Ironisnya, Jakarta adalah kota pertama di Asia yang mengembangkan BRT tetapi beralih ke MRT, sementara kota2 lainnya di Asia meninggalkan MRT dan beralih ke BRT."
Lain-lain
Masih banyak lagi hasil karya para gubernur tersebut yang spektakuler yang tetap akan dikenang sepanjang masa karena ada jejak sejarahnya.
Pembangunan Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ismail Marzuki, Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan, Planetarium di era Ali Sadikin.
Refungsionalisasi Monas sebagai Taman Kota, menghapus operasi becak di Jakarta, merintis liburan hari Sabtu, mengembangkan Kemayoran sebagai Arena PRJ dan Pusat Eksebisi bertaraf internasional, dll di era Wiyogo.
Pembangunan rumah susun murah di Kemayoran, Bendungan Hilir dan diberbagai tempat lainnya di era Suryadi.
Pembangunan Islamic Center dll di era Sutiyoso dan proyek2 lainnya di era Fauzi Bowo; yang kalau diuraikan akan menjadi daftar yang sangat panjang.
Singkatnya dari urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak sampai yang menyangkut kematian (pengadaan TPUP) sudah disiapkan fasilitasnya di lima wilayah kota oleh para gubernur tersebut.
Ketika Sutiyoso menutup lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak yang luasnya 10 kali lebih besar dari Kalijodo dan menjadikannya sebagai Islamic Center terbesar se Asia Tenggara, sepi dari pemberitaan media masa. Ketika Basuki T. Purnama menggusur Kalijodo dengan pasukan gabungan bersenjata lengkap, maka diberitakan besar-besaran.
Mengakhiri tulisan ini, saya menghimbau kepada rekan-rekan purna bhakti Pemprov DKI Jakarta, mari kita kumpulkan data-data tentang pembangunan di Jakarta di masa Gubernur Ali Sadikin hingga dengan Fauzi Bowo untuk kita jadikan sebuah buku "Sejarah Pembangunan Kota Jakarta", agar generasi mendatang tahu siapa saja yang banyak jasanya membangun kota Jakarta yang kita cintai ini dan agar tidak ada lagi yang gampang menyatakan di tangan gubernur-gubernur sebelumnya mangkrak semua.
Berikut tulisan lengkapnya:
Saat ini, banyak beredar informasi di medsos yang menyesatkan terutama terkait dengan pembangunan Jakarta yang diklaim sebagai prestasi Basuki Tjahaja Purnama; termasuk apa yang disampaikan Prof. Sarlito Wirawan dalam salah satu artikelnya.
Dalam tulisan itu, Sarlito menulis : "Jalan-jalan tol, MRT, kereta bawah tanah dibangun terus (padahal di tangan gubernur-gubernur sebelumnya mangkrak semua)."
Prof. Sarlito telah menafikan jasa-jasa para mantan gubernur dalam membangun kota Jakarta dan menisbatkannya hanya kepada Basuki T. Purnama. Ini jelas tidak adil.
Saya saksi hidup, barangkali sudah "langka" yang banyak tahu tentang track record para gubernur tersebut karena selama 28 tahun mengabdi di Dinas Tata Kota DKI Jakarta di bawah kepemimpinan mulai dari :
- Ali Sadikin (1966-1977)
- Tjokropranolo (1977-1982)
- Suprapto (1982-1987)
- Wiyogo (1987-1992)
2012, saya sudah pensiun. Akan tetapi, tetap mengikuti kiprah Fauzi Bowo. Sebetulnya, Basuki T. Purnama hanya melanjutkan _blueprint_ pembangunan Jakarta sebagaimana yang telah diletakkan oleh para gubernur sebelumnya.
Para gubernur tersebut telah meletakkan kerangka makro pembangunan Jakarta yang komprehensif, termasuk program-program jangka panjang dan menengah serta skala prioritasnya.
Ali Sadikin menyiapkan Rencana Induk Jakarta 1965–1985, Suprapto kemudian melanjutkan dengan Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 2005, Suryadi Soedirdja pada tahun 1996 merevisi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2010, dan Fauzi Bowo melanjutkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2030.
Skenario pembangunan Jakarta sudah ditentukan dalam dokumen tersebut di atas, baik secara keseluruhan maupun partial. Jadi konsepsi pembangunan jalan arteri tol dan non-tol, MRT, LRT, BRT (busway), pengendalian banjir, dan pengembangan fasos fasum, semuanya sudah tertera dan terprogram, tinggal menjalankan saja.
Perbedaan Basuki T. Purnama dengan para gubernur sebelumnya adalah :
Basuki T. Purnama bekerja secara _piece meal approach_ (menyelesaikan persoalan-persoalan kecil), antara lain membangun proyek-proyek yang bersifat kosmetik dan partial seperti pembenahan trotoar, pembersihan kali, pembangunan taman, menggusur hunian kumuh yang akhirnya menimbulkan banyak permasalahan sosial terhadap warga tergusur dan lain sebagainya.
Sedangkan, para gubernur sebelumnya selalu bekerja dalam kerangka pembangunan yang menyeluruh dan terintegrasi sesuai skala prioritasnya, menyelesaikan masalah tanpa masalah; mendahulukan terbentuknya struktur jaringan makro Jakarta, terutama dalam aspek transportasi dan pengendalian banjir.
Pembangunan Jalan Arteri Tol dan Non-Tol
Sebelum Basuki T. Purnama menjabat sebagai gubernur, pembangunan struktur makro jaringan jalan arteri primer baik lingkar maupun radial Jakarta telah selesai seluruhnya.
Pembangunan Jalan Lingkar Dalam
- Jalur Grogol-Cawang-Tanjung Priok dan beberapa jalan arteri radial (Cempaka Putih, Pemuda, Pramuka, dll) sudah selesai di era Gubernur Ali Sadikin.
- Peningkatan jalan lingkar dalam menjadi jalan tol terlaksana di era Gubenur Suprapto, Suryadi, Wiyogo.
- Pembangunan jalan lingkar luar, ruas Cakung-Cilincing, Kampung Rambutan-Vetreran, Kampung Rambutan-Cakung , Kembangan-Cengkareng, Kembangan-Veteran sudah dimulai sejak Gubernur Suprapto, dilanjutkan oleh Wiyogo, Suryadi Sudirdja, Sutiyoso dan dirampungkan oleh Fauzi Bowo.
Peningkatannya menjadi jalan tol juga pada masa para gubernur tersebut. Belum lagi banyak jalan arteri radial yang diselesaikan para gubernur setelah Ali Sadikin, antara lain; jl. Dr.Satrio, jl. Casablanca, jl. Rasuna Said, jl. Buncit Raya, jl. Antasari, jl. Pondok Pinang, jl. Pejompongan, jl. Panjang, jl. Latumeten, jl. Mangga Dua, jl. Ngurah Rai dan banyak lagi yang lainnya.
Basuki T. Purnama hanya menerima warisan struktur jaringan jalan makro Jakarta yang sudah terbentuk.
Adapun pembangunan 6 jalan tol baru yang sekarang ini sedang dilaksanakan, sebetulnya merupakan program Fauzi Bowo yang siap dilaksanakan. Namun karena mendapat kritikan tajam dari berbagai para pakar transportasi kota, maka program tersebut dibatalkan dan diganti dengan pembangunan 2 ruas jalan layang non tol, yaitu ruas Mas Mansyur-Dr. Satrio-Casablanca dan ruas Antasari.
Pengendalian Banjir
Begitu juga dalam sistim pengendalian banjir, apa yang dilakukan Gubernur sebelumnya adalah membangun struktur makro pengendalian banjir yang sudah rampung seluruhnya, antara lain dengan pembangunan kanal, waduk dan saluran primer Jakarta. Banjir Kanal Barat sudah dimulai dibangun sejak zaman Ali Sadikin. Cengkareng Drain dan Cakung Drain dilanjutkan para Gubernur lainnya. Terakhir, Banjir Kanal Timur diselesaikan oleh Fauzi Bowo.
Bahkan program normalisasi kali juga sudah dilakukan pada beberapa sungai di Jakarta, seperti Kali Cideng, Morkervart, Gunung Sahari, dll. Pembangunan waduk Pluit, Sunter, Ria Rio juga hasil karya para gubernur tersebut.
Pengelolaan Sampah
Sistim dan mekanisme pengelolaan sampah mulai dari pembangunan Tempat Penampungan Sementara (TPS) di berbagai tempat di Jakarta sampai Tempat Penampungan Akhir (TPA) di Bantar Gebang juga sudah selesai dibangun. Kalaupun terjadi kericuhan dalam pengelolaan sampah belakangan ini, itu hanya menyangkut masalah manajemen saja.
Fasos-Fasum
Berbagai macam fasos/fasum juga telah dibangun dalam jumlah yang memadai oleh para gubernur sebelumnya. Sekolah, mulai dari tingkat SD sampai SMA. Fasilitas kesehatan, mulai dari Puskesmas tingkat kelurahan, kecamatan sampai RSUD juga terbangun di setiap kelurahan, kecamatan dan wilayah kota. Hanya RSUD Jakarta Selatan yang dibangun Basuki T. Purnama melanjutkan program gubernur sebelumnya.
Demikian juga pembangunan pasar modern tersebar merata di seluruh kota, seperti pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Glodok, Pasar Mayestik, Pasar Blok-M, Pasar Koja, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Santa dll. Begitu juga pasar pasar tradisional yang jumlahnya ratusan.
Pembangunan terminal dalam kota dan luar kota, spt Terminal Kampung Rambutan, Terminal Blok-M, Terminal Cengkareng, Terminal Pulo Gadung, Terminal Lebak Bulus, dll sudah terlaksana sebelum Basuki T. Purnama menjabat. Pembebasan tanah terminal Pulo Gebang dilakukan masa gubernur Sutiyoso. Pembangunan fisiknya semasa Gubernur Joko Widodo.
Dalam kegiatan olahraga, pembangunan gelanggang remaja di setiap wilayah kota, lapangan sepakbola semua sudah lengkap.
Mass Rapid Transit (MRT)
Sebetulnya, gagasan pembangunan MRT sudah dicetuskan sejak masa Ali Sadikin. Tetapi kajian saat itu menyimpulkan kemampuan membangun MRT belum ada. Barulah pada era Suryadi Soedirdja dibentuk _Project Management Unit MRT_ untuk melakukan _Feasibility Study_ Tentang Pembangunan MRT. Studi tersebut berhasil dirampungkan dan kemudian akan ditindak lanjuti dengan penyusunan Basic Design. Namun penyusunan Basic Design terpaksa ditangguhkan di era Sutiyoso akibat krisis ekonomi 1998. Baru saat Fauzi Bowo menjabat, studi tersebut dilanjutkan dan bahkan dibentuk PT. MRT JAKARTA untuk melaksanakannya. Ketika Joko Widodo menjadi gubernur, beliau tinggal melaksanakan apa yang sudah disiapkan oleh Fauzi Bowo.
Light Rail Transit (LRT)
Sutiyoso -karena mempertimbangkan kondisi perekonomian yang belum pulih- memutuskan menunda pembangunan MRT dan merintis pengembangan LRT sebagai gantinya. Pembangunan bekerjasama dengan pihak swasta sebagai investor. Tiang-tiang penyangga bahkan sudah dibangun, namun karena investor kesulitan modal maka proyek tersebut terhenti .
Bus Rapid Transit (BRT)
Akhirnya, Sutiyoso beralih membangun Bus Rapid Transit pada beberapa koridor jalan arteri dan dilanjutkan pada beberapa koridor lainnya oleh Fauzi Bowo. Sebetulnya BRT adalah pilihan yang tepat karena saat ini menjadi primadona di manca negara dalam memecahkan masalah transportasi. Pembangunan MRT sudah ditinggalkan kota-kota dunia karena selain biaya pembangunannya sangat mahal, teknologinya rumit, memerlukan waktu pembangunan yang lama, juga secara ekonomis tidak menguntungkan. Hampir semua operator MRT di seluruh dunia merugi dan disubsidi oleh pemerintah. Di kota Kahsiong (Taiwan) bahkan pembangunan MRT gagal karena sepi penumpang; demikian juga di Kuala Lumpur.
Bila MRT Jakarta nanti rampung, akan menjadi beban fiskal buat Pemprov DKI. Subsidi tiket diperkirakan sekitar Rp. 20.000/penumpang. Dengan perkiraan ridership 1 juta orang perhari, maka subsidi tiket/hari mencapai Rp. 20 M, Rp. 600 M/bulan, Rp. 7,2 T/tahun. Belum lagi biaya operasional, pemeliharaan (maintenance) dan pembayaran cicilan dan bunga hutang, mungkin pengeluaran pemerintah provinsi bisa mencapai angka Rp. 10 T setiap tahunnya.
Sebaliknya, biaya pembangunan BRT sangat murah, teknologinya tidak terlalu rumit, waktu pembangunan sangat cepat dan yang paling penting tidak akan menguras kas pemerintah. Di beberapa kota di dunia, pemerintah hanya menyiapkan infrastukturnya saja, sedangkan pengadaan bis disediakan operator. Ternyata juga kapasitas BRT dapat ditingkatkan setara MRT. Dengan menyediakan 2 lajur bis setiap arah dan menggunakan bis bi-articulated (3 rangkai gerbong), kapasitasnya bisa mencapai 55.000 penumpang/arah/jam setara dengan kapasitas MRT Lebak Bulus-Bundaran HI yang sedang dibangun.
Beberapa kota di dunia berhasil mengatasi masalah transportasinya dengan cara ini, seperti Bogota, Sao Paulo, Guangzu dll. "Ironisnya, Jakarta adalah kota pertama di Asia yang mengembangkan BRT tetapi beralih ke MRT, sementara kota2 lainnya di Asia meninggalkan MRT dan beralih ke BRT."
Lain-lain
Masih banyak lagi hasil karya para gubernur tersebut yang spektakuler yang tetap akan dikenang sepanjang masa karena ada jejak sejarahnya.
Pembangunan Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ismail Marzuki, Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan, Planetarium di era Ali Sadikin.
Refungsionalisasi Monas sebagai Taman Kota, menghapus operasi becak di Jakarta, merintis liburan hari Sabtu, mengembangkan Kemayoran sebagai Arena PRJ dan Pusat Eksebisi bertaraf internasional, dll di era Wiyogo.
Pembangunan rumah susun murah di Kemayoran, Bendungan Hilir dan diberbagai tempat lainnya di era Suryadi.
Pembangunan Islamic Center dll di era Sutiyoso dan proyek2 lainnya di era Fauzi Bowo; yang kalau diuraikan akan menjadi daftar yang sangat panjang.
Singkatnya dari urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak sampai yang menyangkut kematian (pengadaan TPUP) sudah disiapkan fasilitasnya di lima wilayah kota oleh para gubernur tersebut.
Ketika Sutiyoso menutup lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak yang luasnya 10 kali lebih besar dari Kalijodo dan menjadikannya sebagai Islamic Center terbesar se Asia Tenggara, sepi dari pemberitaan media masa. Ketika Basuki T. Purnama menggusur Kalijodo dengan pasukan gabungan bersenjata lengkap, maka diberitakan besar-besaran.
Mengakhiri tulisan ini, saya menghimbau kepada rekan-rekan purna bhakti Pemprov DKI Jakarta, mari kita kumpulkan data-data tentang pembangunan di Jakarta di masa Gubernur Ali Sadikin hingga dengan Fauzi Bowo untuk kita jadikan sebuah buku "Sejarah Pembangunan Kota Jakarta", agar generasi mendatang tahu siapa saja yang banyak jasanya membangun kota Jakarta yang kita cintai ini dan agar tidak ada lagi yang gampang menyatakan di tangan gubernur-gubernur sebelumnya mangkrak semua.