Tanpa bermaksud sebarkan kebencian SARA melainkan semata-mata memberi penyadaran pada rakyat Indonesia, Kita harus bisa bedakan antara penyebaran kebencian bernuansa SARA dengan fakta-fakta yang mengancam keutuhan NKRI dan kedaulatan rakyat.
Subtansi pembahasan ini adalah tentang fakta ketimpangan sosial ekonomi, kesejahteraan, penguasaan sumber daya dan produksi, Kondisi ini diperburuk dengan sebagian komunitas elit etnis Cina merebut kendali kekuasaan melalui penciptaan Jokowi sebagai boneka.
Impor puluhan ribu orang Cina dari China daratan ke Indonesia secara massal dimulai sejak penjajahan Belanda. Mereka dikenal dengan nama Koelie dalam bahasa Belanda atau Kuli. Mereka dipekerjakan untuk proyek-proyek Kolonial.
Jumlah mereka semakin banyak ketika diberlakukan tanam paksa oleh Belanda di Deli, Batavia dan daerah lain di Indonesia terutama pulau Jawa, di tanah Deli, mereka dijadikan buruh perkebunan tembakau dan karet. Di Jawa Timur sebagai buruh perkebunan tebu dan sebagainya.
Perbedaan etnis Cina impor dengan penyiar agama Islam yang datang ke Indonesia dari Gujarat India (Snouck Hurgronje dan J. Pijnapel) sangat jelas, Etnis Cina membangun komunitas ekslusif, sedangkan penyiar agama Islam mengutamakan akulturasi dengan penduduk pribumi.
Ketika peradaban kolonial berubah, politik etnis mulai diterapkan Belanda, etnis Cina diubah menjadi mediator antara Eropa ke pribumi, profesi sebagai kuli dialihkan ke pribumi sedangkan etnis Cina ex impor menjadi pedagang, distibutor, supplier barang-barang kebutuhan pribumi. Kaum pribumi dipersulit untuk menjadi pedagang oleh pemerintah kolonial. Itu sebabnya mental dan karakter niaga pribumi tidak mengakar.
Dominasi etnis Cina di sektor ekonomi pada masa kolonial dilanjutkan pada masa kemerdekaan. Pribumi tidak mampu mengelola perusahaan-perusahaan ex Belanda. Program Benteng dalam rangka menciptakan komunitas pengusaha, pedagang dan industrialis pribumi gagal total setelah berjalan 7 tahun.
Akibatnya pribumi semakin tertinggal dan karakter pribumi sebagai pengusaha / wiraswasta tidak terbentuk. Pribumi hanya mampu menjadi pegawai atau buruh.
Masa Orde Baru ...
Opini dibentuk oleh media massa dimana pemiliknya mayoritas etnis Cina menempatkan seolah-olah mereka menjadi korban diskiriminasi, Faktanya tak demikian, ketika itu Orba hanya membatasi hak politiknya.
Elit politik atau pribumi yang berkuasa pada masa Orba melalui jalur Abri, Birokrasi dan Golkar bukan representasi kaum pribumi, siapa saja kaum pribumi elit penguasa pada masa orba ? Semuanya adalah kroni-kroni Suharto.
Diakhir kekuasaan Suharto, awal tahun 1990an pribumi dan Islam mulai diberi porsi yang wajar sesuai dengan jati diri sebagai pemilik negeri.
Namun kondisi tersebut memburuk ketika era reformasi, dimana pemerintah menerapkan persaingan bebas di dunia usaha. Etnis Cina makin mendominasi. Era reformasi memberikan kesempatan tanpa batas kepada seluruh warga negara tanpa kecuali.
Tak sampai 8 tahun pribumi dan Islam mulai tumbuh dan berkembang, namun, apa lacur, negara dihancurkan oleh konglo-konglo Cina dengan manfaatkan krismon. Kebijakan Pakto 88 oleh JB Sumarlin menyebabkan pertumbuhan bank swasta baru tidak terkontrol pengawasannya. Dan bank-bank swasta tersebut 90% milik etnis Cina.
Ketika krisis moneter datang, ratusan bank milik etnis Cina ini mengambil kesempatan dengan merampok sendiri kemudian menagih kerugian ke BI. Lebih 600 triliun terpaksa dikucurkan BI ke bank-bank tsb dalam skema BLBI.
BLBI menjadi penyebab kehancuran kedaulatan ekonomi dan politik akibat LOI IMF, itulah wujud nyata pengkhianatan para konglomerat Cina hitam. Sebelumnya, Rezim Orba dengan begitu mudahnya memberikan konsesi dan privileges di sektor ekonomi kepada pengusaha-pengusaha Cina kroni Cendana.
Penguasaan hutan, perkebunan, tambang jutaan hektar, monopoli impor, produksi, distribusi dll diberikan kepada pengusaha-pengusaha Cina kroni orba. Kini konglomerat Cina hitam perampok SDA, Uang dan kekayaan negara disamarkan melalui proxy-proxynya.
Kita tak bisa membantah bahwa fakta dari 150 orang terkaya di republik ini 90% adalah etnis Cina, bahkan 10 orang terkaya di Indonesia tak seorang pun dari golongan pribumi. Lalu untuk apa kita merdeka ?
Era reformasi ...
Era reformasi yang memberi kesempatan dan hak sama pada seluruh warga negara dalam berpolitik melahirkan ancaman serius terhadap NKRI, Mengapa ?, karena komunitas konglomerat hitam Cina tersebut telah menyusun rencana meraih kendali kekuasaan melalui bonekanya : Jokowi-Ahok.
Konspirasi China Connection yang dibantu Arkansas Connection dimana James Riady cs sebagai agen elit dan sohib kental Clinton ini sangat berbahaya, Dengan uang yang tak terbatas, jaringan media dalam dan luar negeri, berbagai sayap organisasi, mereka dengan mudah membetuk opini.
Antony salim anak Liem Sioe Liong, konglomerat Cina terkaya, adalah mentor James Riady, otak pencapresan Jokowi. Seorang analis intelijen senior mengungkapkan analisanya yang menarik tentang Antony salim tetap membiarkan rumah keluarga Liem Sioe Liong yang dibakar massa 98, sengaja dibiarkan apa adanya sebagai MONUMEN PERINGATAN.
Rumah Liem Sioe Liong di jalan Gunung Sahari Jakarta-Pusat yang dibakar massa saat kerusuhan Mei 1998 |
Rumah hangus itu akan terus memompa semangat mereka agar pada saatnya nanti mereka akan berkuasa bahkan melebihi jaman Orde Baru. Antony salim perampok 56 triliun BLBI via BCA, kini pemilik Bank Mega dan konglomerasi lainnya.
Antony salim via Chairul Tanjung melalui jaringan Bank Mega dan Transcorps miliknya jadi insiator dan penyadang dana RELAWAN JOKOWI. Dari Bank Mega, Trans Corp dan jaringan salim grup lah relawan-relawan dan sayap kampanye Jokowi dibiayai.
Itulah sedikit cerita dari negeri antah berantah, boleh percaya atau tidak, namanya juga gosip jadi jangan terlalu dipikirkan serius ☺