Dalam beberapa bulan terakhir wacana pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menguat. Atas desakan sejumlah ormas, polisi menghentikan kegiatan HTI di banyak tempat. Merespons tuntutan ini, pada 3 Mei 2017, Mendagri menyatakan pembubaran HTI tinggal menunggu waktu.
Sebelumnya Kapolri dan Menko Polhukam memberikan sinyal serupa. Tuntutan pembubaran HTI didasarkan pada tuduhan bahwa organisasi ini ingin mengubah ideologi dan dasar negara yang dianggap sudah final. Tujuan HTI untuk mendirikan sistem pemerintahan alternatif yang disebut “khilafah” dianggap sebagai agenda makar yang tidak boleh dibiarkan bebas di Indonesia.
Juru Bicara HTI Ismail Yusanto merespons tuntutan ini dengan menantang pihak-pihak yang menginginkan pembubaran HTI untuk menunjukkan pernyataan HTI yang anti-Pancasila. Ia mengklaim HTI adalah organisasi dakwah yang sah, tidak bertentangan dengan Pancasila, dan anti-kekerasan. Karena itu, menurutnya, tidak ada alasan untuk membubarkan HTI.
Menurut Mohammad Iqbal Ahnaf staf pengajar di Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin, UGM. sebagai berikut :
Retorika HTI itu menunjukkan apa yang bisa disebut sebagai langkah “strategic ambiguity”. Di satu sisi, HTI tidak menyatakan secara eksplisit dan terang-terangan ingin mengganti Pancasila, tetapi di sisi lain terus menyuarakan wacana anti-sistem yang keras.
Buku Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia (2009) menyatakan, “Hizbut Tahrir juga menentang dengan keras konsep-konsep yang lahir dari paham Sekulerisme seperti Demokrasi, Patriotisme, Sosialisme dan Kapitalisme atau isme-isme lain.
”Abdul Qadim Zallum (1924-2003), pemimpin generasi kedua Hizbut Tahrir setelah pendirinya Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977), menulis buku berjudul Demokrasi Sistem Kufur (Ad-Dimuqrathiyyah Nizham Kufr) yang disebarluaskan dan menjadi bacaan pokok kaderisasi. Buku ini tidak hanya menyerang demokrasi tetapi juga menuduh nasionalisme sebagai strategi jahat orang-orang kafir untuk memecah belah dunia Islam.
Terjemah Indonesia buku Zallum, dan Manifesto Hizbut Tahrir langkah “strategic ambiguity” juga ditunjukkan HTI dengan retorika-retorika yang seakan-akan menampik kesan anti-Pancasila dan NKRI. Misalnya, ketika dituduh anti-Pancasila, HTI melontarkan pertanyaan balik, “Apakah menista al-Quran itu sesuai dengan Pancasila?”
Baca juga :
Tjahjo Kumolo menegaskan Hizbut Tahrir Indonesia organisasi liar.
Pemerintah tidak bisa begitu saja dapat membubarkan ormas berlingkup nasional
Benarkah kegiatan HTI bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 ?
Pada tahun 2007, ketika menanggapi tuduhan anti-NKRI, HTI mengadakan Konferensi Khilafah Internasional (KKI) dengan narasi “KKI 2007 Mengokohkan Pancasila”. Dengan pesan demikian HTI menepis tudingan anti-NKRI, tetapi memberi pemaknaan yang berbeda terhadap NKRI.
Sistem khilafah HTI jelas tidak sejalan dengan sistem pemerintahan demokratis dan republik yang terkandung dalam frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dalam penjelasannya tentang tema “Mengokohkan NKRI” Muhammad Al Khattath (tokoh HTI sebelum keluar) menyatakan tujuan HTI adalah mempertahankan wilayah NKRI yang ada saat ini dan bahkan, ini yang perlu digarisbawahi, memperluas teritori NKRI yang ada saat ini di bawah naungan khilafah. Jadi HTI memahami NKRI sebagai teritori, bukan ideologi atau tatanan politik.
Mungkin hanya di Indonesia, Hizbut Tahrir (HT) mendapat pengakuan resmi dari negara terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan di di Kementerian Dalam Negeri. Ini bukan berarti bahwa HT tidak aktif di negara-negara lain. Sejumlah peneliti menunjukkan bahwa organisasi yang didirikan di Yordania pada 1953 ini eksis di lebih dari 40 negara.
HT mendapat pengakuan resmi oleh negara tahun 2006, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. HTI terdaftar di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri dengan nomor 44/D.III.2/VI/2006 sebagai organisasi sosial keagamaan, meskipun dalam wacana publiknya HTI menyebut diri sebagai partai politik.
Asas organisasi yang diserahkan ke Kemendagri menyatakan bahwa HTI adalah “gerakan dakwah Islam di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.”
Namun..apa kata Tjahjo Kumolo ?
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dipastikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai ormas yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, bukan di Kemendagri. (detik)
Mungkin Tjahjo Kumolo lupa jika Hizbut Tahrir Indonesia mendapat pengakuan resmi oleh negara tahun 2006, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. HTI terdaftar di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri dengan nomor 44/D.III.2/VI/2006 sebagai organisasi sosial keagamaan dibawah ini salinan suratnya...