Ada tiga resolusi yang dihasilkan dari pertemuan terbuka Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI) di Rumah Kedaulatan Rakyat, Jl.Guntur 49, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (4/5).
"Tiga resolusi ini untuk memperbaiki rakyat, bangsa dan negara Indonesia," jelas Ketua Presidium MRI, Yudi Syamhudi Suyuti dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi.
Resolusi pertama, lanjut dia, MRI akan melaporkan dugaan makar dalam proyek Reklamasi Teluk Jakarta ke Komnas HAM.
"Masyarakat pribumi juga diduga mendapatkan penindasan oleh para taipan, Presiden Jokowi, Ahok dan instrumen-instrumen kekuasaannya demi kepentingan penjajahan Cina sebagai imperialis besar," tegas Yudi.
Resolusi kedua, MRI akan mendukung dan mengawal Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih untuk mencapai program-program kerakyatan seperti menghentikan reklamasi dan program-program kerakyatan lainnya.
"Resolusi ketiga, menyiapkan perjuangan mencapai Sidang Istimewa untuk kembali ke UUD 45 asli. Lalu tarik mandat Jokowi sebagai presiden dan bentuk pemerintahan transisi," sambung Yudi.
Selain Yudi, pertemuan terbuka tersebut juga dihadiri Dr.Sri Bintang Pamungkas, Dr. Marwan Batubara, Salim Hutajulu (Aktivis Malari 1974) dan pendamping Imam Supriadi (Mantan Pegawai BPK RI).
Pekan depan, rencananya Presidium MRI akan langsung menindak lanjuti hasil pertemuan terbuka ini.
"Untuk memperkuat gerakan ini Presidium MRI akan berkonsolidasi dengan beberapa organisasi, kelompok pergerakan dan masyarakat," demikian Yudi. (ht)
Catatan :
Malaysia menjadi contoh yang baik dalam hal ini. Pemerintah mereka boleh dikata 100% mendukung kemajuan pribumi puak Melayu. Menjadi pribumi yang percaya diri, bermartabat dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Mereka sudah melihat contoh di depan mata sendiri, betapa puak Melayu menjadi warga negara kelas dua di singapura. Yang beginian pernah dijadikan kebijakan pemerintah di jaman Bung Karno dulu. Tapi sejak Orba berkuasa, semua ini berakhir.
Bagaimana Orba begitu memanjakan para konglomerat ini dengan harapan jadi tulang punggung untuk kemajuan RI. Tapi lihatlah balasannya, begitu para taipan ini diminta menyisihkan secuil keuntungan mereka untuk UKM, mereka menolak mentah mentah.
Orang orang ini menganggap negeri ini seperti habis manis sepah dibuang, tidak patriotik dan tidak nasionalis. Padahal mereka mencari hidup dan jadi kaya di dan dari negeri ini.
Walau tidak semua mereka begitu, tapi seberapa banyak dari mereka yang bersikap seperti H. Masagung, John Lie, Pak Kwik, Pak Lieus yang lebih mencintai negeri ini dibanding pribumi sekalipun? Yang sebagian besar, tidak peduli apapun mau kompeni atau republik yang berkuasa, yang penting bisa berdagang dengan lancar dan sebagian lagi ribut tunjuk sana sini sambil teriak anti Pancasila, anti kebhinnekaan, anti pluralisme, intoleran, rasis, sara dll sedangkan loyalitas mereka sendiri untuk bangsa ini diragukan.