Hakim Agung Artidjo Alkostar akan memimpin jalannya sidang peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Berkas PK yang teregistrasi dengan nomor 11 PK/Pid/2018 itu pun sudah sampai di tangan majelis hakim.
"Berkas perkara dikirim ke Majelis pemeriksa perkara tanggal 13 Maret 2018. Selanjutnya kita tunggu perkembangan pemeriksaan majelis," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/3).
Terdapat dua hakim lainnya yang akan mendampingi Artidjo. Mereka adalah Salman Luthan dan Sumardiyatmo. Persidangan akan segera digelar dalam waktu dekat.
Ahok mengenakan batik motif parang pada sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (Foto: AP Pool) |
Artidjo memang kerap membuat koruptor bergidik. Sepak terjang Ketua Muda Kamar Pidana Mahkamah Agung itu tak perlu diragukan untuk kasus kelas berat.
Artidjo tak segan memperberat hukuman terpidana kasus dugaan suap pembahasan anggaran proyek di Kemendiknas dan Kemenpora, Angelina Sondakh atau Angie, dari vonis 4,5 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara. Bahkan Artidjo meminta mantan Puteri Indonesia itu untuk membayar uang pengganti Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dolar.
Angelina Sondakh (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A) |
Artidjo juga pernah mengganjar mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara terkait kasus suap impor daging sapi. Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik.
Anas Urbaningrum di Pengadikan Tipikor (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan) |
Pria lulusan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu juga melipatgandakan hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari tujuh tahun menjadi 14 tahun penjara di kasus penerimaan gratifikasi proyek P3SON Hambalang. Artidjo juga mengabulkan permohonan penuntut umum KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.
Akil Mochtar menikmati penjara Sukamiskin (Foto: Jihad Akbar/kumparan) |
Selain ketiga nama di atas, Artidjo juga memperkuat hukuman seumur hidup Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait kasus suap penanganan sengketa pilkada.
Teranyar, pria kelahiran Situbondo pada 68 tahun silam itu menolak permohonan kasasi anggota sindikat bandar sabu 30 kilogram asal Malaysia, Michael, untuk lolos dari hukuman mati.
Terpidana Otto Cornelis Kaligis. (Foto: Nikolaus Harbowo/kumparan) |
Dan sederet koruptor lainnya; mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Politikus Demokrat Sutan Bathoegana, mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo, dan pengacara Otto Cornelius Kaligis, juga turut mendapatkan 'galaknya' palu Artidjo.
Nasib Ahok saat ini betul-betul berada di tangan Artidjo. Pasalnya, selaku Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo berwenang menunjuk dirinya sendiri untuk menjadi pengadil Ahok.
Hal itu tertuang dalam dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 213/KMA/SK/XII/2014. Dalam penjelasan Bab IV butir lima tentang Penetapan Kamar, Penetapan Majelis Hakim dan Distribusi Berkas, disebutkan sebagai berikut:
"Ketua Kamar menetapkan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara setelah mendapatkan disposisi dari Ketua Mahkamah Agung," demikian bunyi aturan MA.
"Penetapan Majelis Hakim sebagaimana dimaksud angka (5.b.) disampaikan kepada Panitera Muda Perkara oleh Panitera Muda Kamar," sambungnya.
Namun, saat disinggung kewenangan Artidjo untuk menujuk dirinya sendiri sebagai pengadil Ahok, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menampiknya."Yang menunjuk YM KMA (Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali -red)," ujarnya saat dikonfirmasi.
Tidak ada yang bisa menerka bagaimana keputusan Artidjo untuk Ahok nanti. Pengacara Ahok, Josefina Agatha Syukur, mengaku pasrah.
"Kami serahkan saja pada Tuhan," ujar Fina saat dihubungi.
Hanya saja, Fina meyakini, pihaknya memiliki senjata kuat untuk memperjuangkan nasib kliennya. Yakni, dengan membawa novum atau bukti baru tentang putusan hakim atas kasus Buni Yani yang dinilai memiliki keterkaitan.
Mereka menganggap, terdapat kekhilafan dan kekeliruan hakim dalam menjatuhkan vonis dua tahun penjara untuk Ahok.
Pada 27 September 2016, di hadapan masyarakat Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Ahok menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. Perkataannya dinilai telah menodai agama dan memenuhi unsur Pasal 156 a KUHP. Ucapannya pun mengantarkannya ke jeruji besi Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, hingga saat ini.
Ucapannya diduga mencuat saat Buni Yani mengunggah pidato Ahok di akun Facebook-nya. Majelis hakim menilai, perbuatan Buni Yani memenuhi unsur Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE. (k)