Ketua Umum Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara, Suhendra Hadi Kuntono mendukung pasangan calon gubernur-wakil gubernur Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara 2018.
"Visi-misi Djarot-Sihar sejalan dengan Pujakessuma, sehingga di kandang kami pun hanya ada banteng," jelas Suhendra kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/3).
Menurut dia, Pujakessuma Nusantara memiliki pakem tersendiri di Pilkada Sumut 2018. Mereka akan memilih calon yang merasa senasib-sepenanggungan, atau dalam istilah Pujakessuma, tunggal sabahita.
Tunggal ialah satu, sabahita adalah satu perahu, sehingga tunggal sabahita berarti kebersamaan dalam satu perahu, jelas Suhendra.
Salah satu indikator dari œsabahita, kata dia, ialah seorang pemimpin tidak korupsi. Dia yakin Djarot sudah membuktikan hal itu semasa menjabat Walikota Blitar, anggota DPR RI maupun Gubernur DKI Jakarta.
"Bahwa Djarot berasal dari Jawa berpasangan dengan Sihar dari Sumut, itu suatu kebetulan saja, karena kita tak pernah berorientasi pada isu primordialisme atau SARA. Tapi kebetulan komposisi ini sangat cocok, karena lebih dari 50 persen penduduk Sumut beretnis atau keturunan Jawa, cetus Suhendra.
Saat ini, JR Saragih-Ance memenuhi syarat minimal 20 kursi karena memegang dukungan Partai Demokrat (14 kursi), PKPI (3) dan PKB (3) di DPRD Sumut. Sedangkan pasangan Djarot-Sihar didukung PDIP dan PPP dengan total 20 kursi, sementara pasangan Edy-Ijeck didukung Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN dan Partai Nasdem dengan total 60 kursi.
"Kursi pendukung Edy-Ijeck memang dominan. Tapi ingat, dalam pilkada yang lebih berperan dalam mendulang suara adalah figur calon, sehingga tak ada jaminan Edy-Ijeck akan menang, jelasnya.
Dia menambahkan, hasil survei Indo Barometer yang dirilis baru-baru ini menyebutkan elektabilitas Djarot mengungguli Edy meski sangat tipis.
Berdasarkan pertanyaan tertutup di mana responden disuguhkan tiga nama, elektabilitas Djarot 27,8 persen, Edy 27,4 persen dan JR Saragih 9,4 persen. Pemilih yang belum memutuskan pilihannya atau tidak tahu cukup besar, yakni 35,4 persen.
"Pertama, elektabilitas Djarot-Sihar leading atas Edy-Ijek. Kedua, chemistry PKB dan PKPI lebih dekat ke PDIP, sehingga cenderung memilih Djarot-Sihar. Ketiga, masih banyak calon pemilih yang belum memutuskan pilihannya, dan dengan melihat hasil survei, lazimnya pemilih akan tergiring memilih calon yang unggul di survei, demikian Suhendra. (sam)