Di Balik Pertemuan Luhut dan Prabowo, Ada Kemungkinan Prabowo Batal Nyapres

Di Balik Pertemuan Luhut dan Prabowo, Ada Kemungkinan Prabowo Batal Nyapres

Pertemuan dilakukan secara tertutup dan privat di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat. Hotel ini dikenal sering dihampiri sejumlah petinggi politik untuk membicarakan hal-hal yang bersifat rahasia.


DUA tokoh penting, Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Subianto, bertemu beberapa waktu lalu. Luhut adalah orang kepercayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sementara Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra, bakal calon lawan Jokowi di Pilpres 2019 mendatang.

Pertemuan kedua tokoh ini mengundang kecurigaan. Spekulasi berkembang, pertemuan ini mengandung deal-deal politik. Partai Nasdem, anggota koalisi pendukung Jokowi, mendesak diungkapnya deal politik di balik pertemuan itu.

Pembicaraan “setengah kamar”

Pertemuan dilakukan secara tertutup dan privat di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat. Hotel ini dikenal sering dihampiri sejumlah petinggi politik untuk membicarakan hal-hal yang bersifat rahasia. Pertemuan rahasia itu kerap disebut sebagai pembicaraan “setengah kamar”.

Setidaknya, ada dua ruang yang bisa digunakan. Pertama adalah ruang business center. Kedua adalah restoran, termasuk Restoran Sumire yang menyajikan hidangan kuliner negeri sakura, Jepang, dan memiliki ruang privat untuk rapat.

Dalam politik, simbol menjadi penting. Tempat ini dipilih sebagai tempat netral karena tidak memihak salah satu posisi politik tertentu.

Selain lokasinya persis di inti pusat kota Jakarta, Grand Hyatt juga memiliki pengamanan maksimal. Kamera profesional tidak diperkenankan masuk ke dalam lingkungan hotel.

Deal dan negosiasi

Yang menarik, setelah pertemuan ini protes justru muncul dari partai koalisi pendukung Jokowi. Kepada Aiman, Sekjen Partai Nasdem Jhonny G Plate menyampaikan, jika ada deal atau negosiasi antara Luhut dan Prabowo, isinya harus diungkap ke publik.

Kepada Jhonny saya bertanya, deal apa yang dimaksud?

Jhonny menengarai, pertemuan itu membicarakan soal kesepakatan tertentu. Jhonny tidak mengungkap informasi apa yang ia dengar terkait pertemuan itu.

Meski mendesak agar isi pertemuan itu diungkap ke publik, ia optimistis pertemuan itu membicarakan hal-hal terkait perbaikan kondisi Indonesia ke depan.


Pasca-pertemuan yang dilakukan Jumat (6/4/2018), kurang dari sepekan, pada Rabu (11/4/2018), Prabowo Subianto secara resmi menerima mandat dari Partai Gerindra, sebagai calon presiden.

Meskipun patut dicermati, kesiapsediaan Prabowo menerima mandat partai belum dimengerti sebagai deklarasi untuk maju dalam Pilpres 2019.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan, deklarasi membutuhkan sosok cawapres yang akan mendampingi Prabowo.

Selain bersama PKS, menurut Arief, ada partai lain yang akan bergabung yang ia sebut sebagai partai berwarna hijau.

Apakah itu PKB atau PPP? Arief tidak bersedia menyebutkan. Namun, jika dilihat peluangnya, PKB punya peluang besar untuk merapat ke kubu Prabowo.

Arief tidak membantah atau mengiyakan kemungkinan tersebut.

Ramalan intelijen politik

Ada analisis menarik soal pencapresan Prabowo. Pakar intelijen Marsekal Muda Purnawirawan Prayitno Ramelan mengungkapkan, ada kemungkinan Prabowo batal nyapres.

Prayitno adalah mantan prajurit TNI yang banyak menghabiskan kariernya di dunia intelijen TNI Angkatan Udara dan lingkungan Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI.

Menurut Ramelan, Prabowo adalah orang intelijen. Ia pasti menghitung dengan cermat soal logistik dan kondisi politik dukungan kepadanya.

Analisis Prayitno, Prabowo justru berpeluang besar menjadi seorang patron dan memberikan mandatnya kepada juniornya sesama TNI.

Yang paling mungkin secara elektabilitas dan kemampuan penggalangan massa adalah Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Lalu siapa pasangannya?

Prayitno menunjuk sosok Anies untuk mendampingi Gatot. Menurutnya, Anies memiliki massa pendukung.

Dua sosok ini, menurut Prayitno, layak untuk diajukan oleh Gerindra, PKS, partai lain yang bergabung dalam koalisi Gerindra.

Ia berpendapat, kontestasi Pilpres 2019 akan ditentukan oleh para pemilih muda, produktif, dan Islam.

Lalu apa inti dari pertemuan di Hotel Grand Hyatt antara Luhut dan Prabowo?

Berbagai kemungkinan bisa jadi dibicarakan, termasuk sejumlah skenario Pilpres 2019. Keduanya adalah teman lama, sama-sama berasal dari kesatuan elite TNI AD, Kopassus, dan yang terpenting, keduanya sama-sama membutuhkan silang informasi ke depan.

Ada juga perkiraan ekstrem dari peneliti survei lembaga Median, Rico Marbun, yang membuka kemungkinan Jokowi tidak maju dari PDI Perjuangan pada Pilpres 2019.

Politik itu selalu dinamis. Ia cair. Bentuknya mengikuti kepentingan yang mengikuti. Kejutan demi kejutan selalu mewarnai. Adakah kejutan di Pilpres 2019 mendatang?

Kita tunggu saja pendaftaran pasangan capres-cawapres pada 4-10 Agustus 2018. (k/aw)



*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel